Cihideung Hilir Deadlock, Cinagara Menolak

Cihideung Hilir Deadlock, Cinagara Menolak

KUNINGAN – Pasca penolakan dan dukungan sejumlah elemen masyarakat terhadap operasi galian C di Desa Cihideung Hilir, Kecamatan Cidahu, musyawarah desa digelar. Kemarin (1/5) siang di balai Desa Cihideung Hilir, masyarakat dari beberapa unsur berkumpul guna mendiskusikan galian C. Hadir dalam kesempatan tersebut, Kades Cihideung Hilir H Uri Hasan Basri beserta sejumlah pamong desa. Hadir pula Ketua BPD Ir Ibnu beserta beberapa anggotanya. Bahkan Ibnu tampil selaku pemandu diskusi masyarakat desa. Hadir pula pengusaha galian pasir, Asep Suharto. Beberapa elemen masyarakat yang hadir antara lain dari perwakilan pondok pesantren, kelompok tani tebu, organisasi Pekat dan elemen masyarakat lainnya. Musyawarah berlangsung cukup alot mulai pukul 13.30 sampai 16.00 WIB. Hanya saja, hingga musyawarah berakhir, tidak ada keputusan yang bisa diambil. Kades Cihideung Hilir H Uri Hasan Basri kala dikonfirmasi menyebutnya deadlock. “Tidak ada keputusan, deadlock. Karena kami hanya sekadar memfasilitasi, tidak bisa memutuskan. Nanti kami akan membuat berita acara hasil dari musyawarah ini dan menyampaikannya ke level lebih atas,” terang Uri saat dikonfirmasi Radar usai rapat. Ditegaskan olehnya, pihak pemerintah desa hanya sekadar memediasi antara pengusaha dengan warga. Dari musyawarah tersebut terdapat sebagian besar setuju terhadap operasi galian, ada pula sebagian kecil yang menolak. “Yang menolak itu yang mengatasnamakan pondok pesantren, khawatir aktivitas pembelajarannya terganggu. Kemudian dari kelompok tani tebu yang memungkinkan harga sewa lahan tahunan jadi tinggi. Dan yang ketiga dari Pekat yang ketuanya juga ikut hadir,” ungkapnya. Musyawarah, aku Uri, berlangsung kondusif tidak ada yang ngotot. Namun dalam perjalanannya, dia mengaku ada perbedaan pendapat. Semua pendapat itu oleh dia diakomodasi tidak memandang mayoritas maupun minoritas. Hasilnya nanti akan disampaikan ke lembaga berwenang. “Pemdes itu bukan lembaga yang mengeluarkan izin. Kebetulan waktu itu ada 10 unsur yang menandatangani persetujuan, kemudian oleh kami diakomodasi. Kalaupun sekarang ada yang menolak, ya kita akomodasi juga dengan dibuatkan berita acaranya,” jelas Uri. Ketua BPD Cihideung Hilir Ir Ibnu tidak memberikan keterangan panjang lebar meskipun selaku pemandu diskusi. Dia justru mengarahkan agar Radar mengorek keterangan lebih jelas dari kades secara langsung. “Silakan ke Pak Kuwu saja. Memang tadi ada pihak yang keberatan atas adanya penambangan pasir. Tadi sih Pak Kuwu bilang mau dibuatkan berita acara hasil musyawarahnya,” ujar Ibnu. Sementara di Desa Cinagara, Kecamatan Lebakwangi, warga menolak adanya rencana galian C (galian pasir) di wilayah setempat. Rencana galian C berdasarkan survei yang dilakukan pihak terkait seperti Dinas SDAP, Dishub, dan Satpol PP. Atas rencana tersebut Amung Haryanto yang mewakili warga setempat menyatakan tidak setuju dan menolak rencana galian tersebut. Karena menurutnya, rencana galian pasir tersebut tidak mempertimbangkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha Rencana dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal). “Coba berapa banyak manusia yang akan terkena dampak, berapa luas wilayah persebaran dampak, intensitas dan dan lamanya dampak tersebut, dan banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak dari galian pasir tersebut,” ucap Amung kepada Radar, kemarin (1/5). Diterangkannya, rencana galian pasir di Cinagara awalnya tidak ada koordinasi dan sosialisasi yang maksimal baik itu dari pihak pemilik tanah, pengelola dan aparatur pemerintahan terhadap masyarakat sekitar. Sehingga menurutnya, masyararakat merasa hal tersebut merupakan tindakan yang kurang baik. Kata Amung, dalam rencana galian pasir itu tidak ada transparansi atau kejelasan. Sehingga masyarakat menilai, ada indikasi konspirasi birokrasi yang kurang baik. Terlebih dalam mekanisme prosedural seperti surat pernyataan izin warga sekitar sebagai dasar kelengkapan pemenuhan syarat hanya empat orang. Karena itu menurutnya, harus dikaji ulang. Yang paling ironis, kata Amung, kades sudah menandatangani surat rekomendasi sebagai prasyarat perizinan bukan atas kesepakatan mufakat. “Jadi itu merupakan keputusan sepihak bukan keputusan hasil mufakat,” jelasnya. Sementara Sekdis SDAP Kuningan Drs Udit saat dikonfirmasi yang bersangkutan tidak merespons pesan yang dikirim Radar. (ded/mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: