BPN Jabar akan Tindak Tegas Pungli Prona
SUMBER - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat akan menindak tegas petugas pengukuran tanah yang terlibat melakukan pungutan liar (pungli) terhadap warga penerima sertifikasi Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona). Kepala Kantor Wilayah BPN Jawa Barat Roli Irawan mengatakan, bahwa BPN sangat melarang petugasnya untuk meminta apapun dari warga penerima sertifikasi Prona. Apalagi terlibat melakukan pungutan liar. “Jika ada penyelewengan atau pungutan liar di tingkat desa, maka polisi serta pemerintah di tingkat kecamatan sampai kota/kabupaten lah yang harusnya bertindak,” jelasnya usai pembukaan Rapat Pimpinan BPN Wilayah Jawa Barat di salah satu hotel berbintang Kabupaten Cirebon, kemarin. Dijelaskan Roli, pihaknya tidak memiliki kewenangan pengawasan petugas sampai ketingkat desa. Sebab, pemberkasan persyaratan Prona memang diperbolehkan untuk dilakukan secara kolektif oleh pemerintah desa setempat. “Untuk mengecegah terjadinya pungutan liar tersebut, kami memberikan ruang bebas bagi masyarakat umum dan pers turut serta mengawasi pelaksanaan Prona di tingkat desa. Jika ditemukan dan diketahui melakukan pungli maka kami tidak segan untuk menindak tegas petugas pengukur tanah. Tindakan tersebut tentunya dilihat dari seberapa parah kesalahan yang petugas itu lakukan,” ungkapnya. Sebelumnya, puluhan warga Desa Kedongdong Kidul, Kecamatan Dukupuntang mengeluhkan adanya pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oleh oknum desa setempat dalam program pengurusan sertifikasi Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) tahun 2014 sebesar Rp500 ribu hingga Rp750 ribu. Tarmidi (70) warga desa setempat mengaku telah mendapatkan tawaran dari desa terkait program Prona yang diluncurkan oleh pusat untuk pensertifikatan tanah di desanya. “Orang desa nawarin ke saya, tapi tanah sudah diwariskan kepada anak saya, secara otomatis saya sambungkan proses pensertifikatan tanah kepada anak saya,” ujar Tarmidi yang juga ketua RT01/RW02. Dalam proses pensertifikatan tanah, kata tarmidi, anaknya Saenah mengaku dikenai biaya senilai Rp750 ribu, lantaran secara turun-temurun tanah yang dimiliki keluarga besarnya belum memiliki sertifikat tanah. “Kejadian ini, tidak hanya terjadi di pada anak saya, tapi warga lain pun mengalami hal serupa dengan jumlah biaya yang variatif perbidang tanahnya. Tentunya ini memberatkan bagi kami, terutama sebagai warga yang kurang mampu,” ucapnya. Menurutnya, jumlah biaya yang disodorkan itu dengan mengatasnamakan untuk kecamatan dan petugas BPN katanya untuk biaya materai, membeli patok/pembatas tanah, upah pengukur dan biaya makan. “Waktu itu saya mendapat undangan dari desa untuk hadir terkait program prona ini sekaligus untuk musyawarah. Didalam rapat tersebut, kesimpulannya adalah, untuk proses sertifikat tanah dikenai biaya administrasi, sesuai dengan luas bidang tanah yang diajukan,” ungkapnya. Dijelaskan, bagi masyarakat yang sudah memiliki akte akan dikenakan biaya sebesar Rp500-Rp 750 ribu sedang bagi yang belum memiliki akte akan dikenakan lebih besar lagi. Sementara itu salah seorang tokoh masyarakat Desa Kedongdong Kidul, Baharudin (42) mengatakan, program Prona dari pemerintah pusat ini untuk 100 orang yang belum memiliki sertifikat tanah, dengan kategori masyarakat yang kurang mampu. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: