Tahun 2013 Angkum ”Punah”?

Tahun 2013 Angkum ”Punah”?

Carut marut pola trayek angkutan kota dalam provinsi (AKDP), angkutan perkotaan (angkot), dan angkutan pedesaan (angdes) di Kabupaten Majalengka ternyata dirasakan langsung pelaku jasa angkutan. Jika kondisi ini dibiarkan, Organda serta sopir memperkirakan tahun 2013, jumlah angkot dan angdes di Majalengka menurun tajam, bahkan bisa mengalami “kepunahan”. DATA yang dihimpun Radar dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda Kabupaten Majalengka menyebutkan, dari total 1.085 angkot dan angdes di Majalengka, kini hanya 96 angkutan yang beroperasi. Data tersebut menurun dari tahun 2009 sebanyak 117 angkutan. Angkutan elf AKDP juga menurun dari 465 unit di tahun 2009 menjadi 430 angkutan pada tahun 2010. Begitu juga dengan minibus reguler tinggal 133 unit yang beroperasi tahun 2010, pada tahun 2009 masih 136 unit. Untuk minibus non reguler, dari 100 unit yang beroperasi pada tahun 2009, tahun 2010 hanya 70-80 unit. Lain halnya dengan jasa angkutan bak terbuka. DPC Organda mencatat pada tahun 2009 1.902 unit, mengalami kenaikan di tahun 2010 menjadi 1.905 unit. Ketua DPC Organda Kabupaten Majalengka, Djodjo Sutardjo membeberkan, alasan menurunnya jumlah angkot dan angdes dan bisa punah di tahun 2013 adalah karena naiknya permintaan beli kendaraan bermotor (sepeda motor) dan meningkatnya penjualan handphone (HP). “Yang paling utama adalah karena sekarang ini membeli motor sangat mudah dan murah. Masyarakat juga tertarik dengan membeli kendaraan pribadi dibandingkan naik angkutan umum seperti angkot, angdes, atau elf. HP juga menjadi penyebab karena lewat komunikasi, semuanya bisa menjadi mudah. Masyarakat tak perlu berjumpa dengan rekan bisnis ketika ingin bertransaksi,” ujar dia. Alasan lain, kata Djodjo, karena minimnya perhatian pemerintah yang tidak bisa mengendalikan harga spare part untuk kendaraan plat kuning (angkum). “Persaingan usaha yang kurang sehat juga jadi penyebabnya,” tutur dia. Sekretaris DPC Organda Kabupaten Majalengka, Wawan Mulyawan menambahkan, istilah yang tepat bagi para sopir angkot/angdes adalah bertahan dalam “badai”. Ini kondisi riil di lapangan. Banyak sopir mengeluh karena minim penumpang. Mereka hanya bisa mendapatkan Rp5.000/hari bersih. Ditambah uang setoran kira-kira hanya mendapatkan Rp30 ribu. Soal solusi, Djodjo dan Wawan menyebut, pemerintah harus ikut mengawasi perbaikan pola trayek di Majalengka. “Tak hanya memberi izin, pemerintah juga harus mengawasi,” ungkap Djodjo. Beberapa usulan juga pernah disampaikan Organda kepada DPRD Kabupaten Majalengka, DPP Organda, dan audiensi dengan sejumlah pihak. Namun hasilnya belum bisa membuahkan sinyal positif. Perubahan penataan carut marutnya trayek AKDP), angkot, dan angdes di Majalengka memang belum menuai titik terang. Setelah Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi (Dishubkominfo) melakukan audiensi dengan Dishub Provinsi Jawa Barat mengenai tiga titik trayek di tiga terminal khusus AKDP, Kamis (26/5), dihasilkan beberapa solusi yang akan disosialisasikan. Solusi itu meliputi penggunaan sistem tankibel, artinya penjadwalan pemberangkatan angkot dan angdes yang saat ini kebanyakan berebut penumpang diatur dan ditetapkan dengan angkutan AKDP menuju luar Majalengka. Teknis dari sistem ini adalah menunggu penumpang penuh sebelum diberangkatkan. Keuntungan sistem ini adalah berkurangnya repetisi pemberangkatan angkot dan angdes, serta menurunkan jumlah operasional seperti bahan bakar yang dibeli angkutan per pemberangkatan. Solusi kedua adalah membuat program shift bagi para pengusaha jasa angkutan. Solusi ini masih memerlukan kajian. “Kami yakin Dishub Jawa Barat punya rencana matang dalam membenahi trayek yang semerawut seperti di Majalengka. Untuk selanjutnya, kami akan mengadakan pertemuan dengan semua pihak terkait solusi yang kami dapat usai audiensi ke Dishub Provinsi Jawa Barat,” tutur Kabid Pengendalian Lalu Lintas Dishubkominfo Kabupaten Majalengka, Andik Sujarwo, Senin (30/5) di kantornya. Terkait di luar teknis, Andik juga berupaya mengubah aspek kenyamanan pelayanan angkot dan angdes. “Kami sudah berinteraksi dengan daerah lain di Jawa Barat seperti di Bogor, Sukabumi, Bandung, dan Cianjur,” lanjut Andik. (abdul hamid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: