Awasi Penjualan di Atas HET
*Petani Mengeluh Harga Pupuk Naik Rp30 Ribu Per Kuintal MAJALENGKA – Adanya keterbatasan stok pupuk bersubsidi di sejumlah kawasan terutama di kawasan utara Majalengka, rawan akan potensi penjualan pupuk di atas harga eceran tertinggi (HET). Oleh karena itu, perlu diawasi agar di lapangan tidak terjadi praktek penjualan pupuk bersubsidi di atas HET. Sekretaris Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLBK) Majalengka Rakisa menyebutkan, untuk komoditi umum yang bebas beredar tanpa pengawasan, dalam situasi keterbatasan stok barang dan melonjaknya permintaan, bisa saja berpotensi harganya naik. Dan hal itu sangat wajar karena merupakan hukum ekonomi. Namun, untuk pupuk bersubsidi ini, merupakan barang beredar dalam pengawasan yang penetapan harganya telah diatur lewat regulasi yang dikeluarkan pemerintah dengan menetapkan harga eceran tertinggi (HET). Oleh karena itu, dalam hal ini hukum ekonomi tidak lagi berlaku, dan menaikkan harga komoditi barang beredar dalam pengawasan, merupakan sebuah keniscayaan yang sama sekali tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan regulasi yang telah dilakukan oleh pemerintah. “Walaupun para petani atau kelompok tani siap membayar dengan harga berapapun untuk mendapatkan pupuk yang dibutuhkannya. Namun, jangan sekali-kali penjual melakukan penjualan dengan harga di atas HET. Perlu kita awasi praktiknya di lapangan,” jelasnya. Dia menuturkan, berdasarkan Peraturan Menteri Petanian RI Nomor 122/Permentan/SR.130/11/2013 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2014, harga pupuk jenis urea Rp1.800 per kilogram, jenis SP-36 Rp2.000 per kilogram, jenis ZA Rp1.400 per kilogram, jenis NPK Rp2.300 per kilogram, dan jenis organik Rp500 per kilogram. Mengenai fenomena kelangkaan pupuk bersubsidi akhir-akhir ini, pihaknya menilai jika sebenarnya yang terjadi bukan kelangkaan stok pupuk. “Tidak atau belum terjadi kelangkaan pupuk. Stok di gudang masih banyak, hanya memang permintaan pupuk di lapangan melebihi kuota,” ujarnya. Namun, pihaknya mengakui jika memang estimasi kebutuhan pupuk bersubsidi jenis urea khususnya di Majalengka tidak secara keseluruhan selama tahun 2014, tidak sesuai dengan estimasi kebutuhan yang telah dikalkulasikan sebelumnya. Karena, berdasarkan pengalaman pada tahun 2013 saja, kuota yang diberikan untuk Kabupaten Majalengka berada di kisaran 32 ribu ton. Tapi, realisasi di lapangan, kebutuhan pupuk yang diperlukan di Majalengka sepanjang 2013 ada di kisaran 37 ribu ton. “Tahun ini juga kalau tidak salah kita dapat data jika kuota pupuk bersubsidi urea di Majalengka hanya diberi jatah masih 32 ribu ton. Kalau berdasarkan asumsi dari realisasi tahun 2013 jelas ini kurang, tapi kami sudah desak kepada pihak terkait agar mengajukan permohonan penambahan kuota sebanyak 6 ribu ton lagi ke pemerintah pusat, agar bisa mencukupi kebutuhan pupuk bersubsidi di Majalengka sepanjang tahun ini,” tuturnya. Sementara itu, selain langkanya pupuk urea bersubsidi, kini para petani mengeluh dengan kenaikan harganya berkisar pada angka Rp5 ribu hingga Rp30 ribu per kuintalnya. Salah satunya dialami oleh petani padi asal Desa Beber, Kecamatan Ligung. “Harga pupuk setiap tahun selalu naik,” aku petani Kecamatan Ligung ini. Diakuinya, semua jenis pupuk mengalami kenaikan di antaranya pupuk kujang. Pupuk berwarna putih itu dari semula seharga Rp180 ribu per kuintalnya, kini sudah mencapai Rp185 ribu per kuintalnya. Untuk pupuk warna merah dengan merek NPK Pozkha seharga Rp200 ribu per kuintal, sekarang sudah menginjak pada kisaran Rp230 ribu perkuintalnya. Sedangkan pupuk berwarna hitam atau Pusri 36 yang tadinya dipatok dengan harga Rp165 ribu per kuintal, sekarang sudah pada angka Rp185 ribu per kuintalnya. Menurutnya, memasuki musim tanam kali ini kebutuhan pembelian untuk memupuk tanaman padi miliknya bertambah. Otomatis pengeluaran untuk merawat semua tanaman juga semakin bertambah saja. “Ya saya harus gimana lagi, karena itu kebutuhan sangat penting. Saya terpaksa membelinya meski harganya tidak sesuai dari tahun-tahun yang lalu,\" keluhnya. Hal senada juga diungkapkan petani lainnya yang berusia sekitar 50 tahun ini menambahkan, sejak kenaikan harga pupuk membuat dirinya harus memutar otak. Pasalnya, ia harus mengurangi kebutuhan dapur setiap harinya. Petani sangat membutuhkan pupuk pasca musim tanam atau pemupukan pada usia padi sekitar tiga sampai empat pekan. Dari luas sawah dua hektare, biasanya dirinya membutuhkan semua jenis pupuk tersebut. Tidak tanggung-tanggung pupuk yang dihabiskan cukup banyak, yaitu bisa mencapai sekitar 12 kuintal. \"Sekarang saya mengurangi kebutuhan belanja setiap harinya. Karena harus mementingkan membeli pupuk dulu. Kan kalau tanaman padi tidak diberi pupuk, maka enggak akan tumbuh subur dan bagus. Makanya, saya dan suami lebih mementingkan itu dulu. Kan kalau hasil panen nanti bisa lebih seperti apa yang diharapkan, enaknya juga buat kami sekeluarga kan mas,\" imbuhnya. (azs/ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: