Tradisional Versus Modern

Tradisional Versus Modern

Dua dekade lalu, jumlah supermarket dan minimarket di negeri ini masih bisa dihitung dengan jari. Sekarang, keberadaannya sudah masuk pelosok desa. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dari pelaku usaha di pasar tradisional, terlebih diperkirakan jumlahnya akan makin banyak. FENOMENA pasar modern memang telah menggeser perilaku “belanja” masyarakat. Selain memberikan kenyamanan, praktis, dan instan, juga kemasan yang menarik. Kondisi pasar tradisional justru sebaliknya, kotor, bau, tidak higienis, dan kumuh. Selain perbedaan kondisi fisik, harga jual barang juga tak jauh berbeda. Selisihnya hanya Rp100 hingga Rp1.000. Hal ini membuat banyak konsumen memilih toko/pasar modern, meskipun harga sedikit mahal. “Itung-itung upah atau pajak. Yang penting belanja di pasar modern fasilitasnya wah dan nyaman,” sahut Wiwin, warga Majalengka Kulon saat belanja di minimarket Jl KH Abdul Halim, Kecamatan Majalengka, kemarin (23/6). Meski demikian Wiwin mengakui kalau pasar tradisional juga masih memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pasar modern, salahsatunya adalah adanya kontak sosial saat tawar menawar barang. Tidak seperti pasar modern yang memaksa konsumen untuk mematuhi harga yang sudah dibanderol. “Kedua pasar ada kelebihan dan kekurangan. Tergantung pembelinya sih. Kalau saya tidak masalah,” tuturnya. Munculnya pasar modern sebetulnya tidak salah. Sudah menjadi sifat konsumen memilih tempat yang lebih nyaman. Akan tetapi, muncul masalah baru dan bahkan ancaman terhadap pasar tradisional, jika tidak ada regulasi yang mengatur keduanya. Terutama keberadaan pasar modern, agar tidak “membunuh” pelaku usaha tradisional. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pasar Sindangkasih, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, Sutarjo mengatakan, kerugian yang diderita pedagang pasar tradisional karena beralihnya konsumen terlihat dari menurunnya omzet jual beli lima tahun terakhir sebesar 30 persen. “Omzet turun tidak begitu drastis. Tapi kan lama-lama pasar tradisional bisa mati, ditinggalkan konsumen,” kata dia. Sutarjo menambahkan, beberapa barang yang omzetnya turun di antaranya adalah pakaian jadi dan sembilan bahan pokok (sembako). “Sembako dan pakaian jadi dijual instan, sehingga banyak pasar modern yang menjajakannya,” tegasnya. Harapan Sutarjo, Pemkab Majalengka melakukan realisasi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No 112/2003 tentang Kemitraan Perekonomian. Hal lain yang mungkin perlu dilakukan adalah mengubah wajah pasar tradisional agar bisa lebih nyaman dan teratur. Dia menyayangkan, karena selama ini kecenderungan di berbagai daerah, pembenahan pasar rakyat lebih mengedepankan kepentingan investor daripada para pedagang. Kalau dua hal itu dijalankan, dia yakin tidak ada kecemburuan sosial antara pasar tradisional dan modern. Terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Majalengka, H Surahman SPd mengaku komitmen untuk melindungi pedagang di pasar tradisional. Bentuknya, pembatasan izin minimarket di desa-desa atau membatasi jam buka pasar modern. Dia tidak melarang, tapi hanya membatasi izin. Komitmen ini akan disampaikannya dalam pertemuan dengan beberapa pedagang pasar tradisional dan pemilik pasar modern, stakeholders, serta para investor. Tujuannya, agar ada balance dalam menentukan kebijakan. Soal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengelolaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, Surahman menegaskan saat ini dalam tahap penggodokan. “Beberapa fraksi akan membentuk pansus perlindungan pasar tradisional. Dari pansus ini akan dibahas solusi terbaik menanggulangi masalah munculnya pasar modern,” jelasnya. Sebelumnya, Bupati Majalengka, H Sutrisno SE MSi berjanji akan melindungi pasar tradisional, karena menyadari keberadaannya masih menjadi pusat perekonomian masyarakat. Menurutnya, ajuan rancangan peraturan daerah (perda) tentang pengelolaan pasar tradisonal, pusat perbelanjaan, dan toko modern di Majalengka adalah upaya untuk menciptakan keadaan yang harmonis antara ketiganya. Harapannya, akan terbentuk regulasi yang dapat menjembatani semua kepentingan pelaku usaha yang tidak saling mematikan satu sama lain. Disingung soal desakan anggota dewan yang meminta pemerintah lebih selektif dalam memberikan izin terhadap pendirian toko modern, Sutrisno menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas terhadap pendirian toko atau pasar modern yang tidak menempuh proses dan mekanisme perizinan yang benar. Meski demikian, pemkab tidak bisa membatasi atau menolak permohonan perizinan yang diajukan, selama prosesnya sesuai dengan ketentuan. Mengingat dalam perkembangan saat ini, setiap orang memiliki hak yang sama untuk melakukan usaha. “Artinya, pemkab tidak bisa menghalang-halangi pihak-pihak yang ingin berusaha, apalagi proses yang ditempuh untuk memperoleh perizinan dilakukan sudah benar serta sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki hak yang sama untuk melakukan usaha,” tandas dia, kemarin (22/6). Untuk melindungi pasar tradisional, pihaknya akan mengatur pemberian perizinan bagi pusat perbelanjaan modern secara bijak dan penuh kehati-hatian, sesuai dengan kajian analisis potensi usaha dan rencana tata ruang wilayah (RTRW). (abdul hamid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: