Bukan Oposisi

Bukan Oposisi

Sejak pembentukannya, BPD difungsikan sebagai jembatan antara kepentingan warga dengan pemerintah desa sebagai mitra kerja. Dalam perjalanannya, praktik “politik” saling menjatuhkan juga terjadi. Kondisi ini membuat pemerintah kabupaten (pemkab) kembali mengingatkan posisi lembaga keterwakilan desa itu, termasuk kepada BPD dua desa termuda di Majalengka. SEBANYAK 16 anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dua desa dan dua kecamatan diambil sumpah kemarin (7/7). Bertempat di aula Yudha Abdi Negara, ucap sumpah dipimpin Wakil Bupati Majalengka, Dr H Karna Sobahi Sobah. Dari ke-16 anggota BPD itu, lima di antaranya berasal dari Desa Sahbandar, Kecamatan Kertajati. Sisanya 11 orang dari Desa Nunukbaru, Kecamatan Maja. Pengambilan sumpah didasari atas Surat Keputusan (SK) Bupati Majalengka No 226 dan 227 tertanggal 17 Juni 2011 tentang Pengangkatan Anggota BPD Desa Nunukbaru Kecamatan Maja dan Desa Sahbandar, Kecamatan Kertajati. Alasan lain berdasarkan pemekaran kedua desa. Untuk Desa Nunukbaru adalah pemekaran dari Desa Nunuk, Kecamatan Maja. Sedangkan Desa Sahbandar merupakan pemekaran dari Desa Mekarjaya, Kecamatan Kertajati. Dalam sambutannya, Wakil Bupati Majalengka Karna Sobahi memberikan pesan kepada para anggota BPD. Menurut Karna, BPD sangat berperan dalam membangun pemerintahan setiap desa untuk menjalankan otonomi daerah. ”BPD itu bukan lembaga atau institusi oposisi. Jadi, diharapkan setelah diucap sumpah, BPD mampu bersinergis dengan kepala desa dalam mengembangkan prinsip-prinsip musyawarah mufakat. Tentunya, dengan musyawarah mufakat bisa berimbas bagi kepentingan masyarakat,” bebernya. Ketua Umum Persatuan Ummat Islam (PUI) Kabupaten Majalengka itu menjelaskan, ada tiga fungsi utama kepentingan BPD di desa, yakni mengawasi jalannya pemerintah desa, menetapkan anggaran belanja desa, dan mengakomodir aspirasi masyarakat desa dengan aturan dan mekanisme yang ada. ”BPD dan kepala desa bukan rivalitas. Keduanya harus menjadi dwitunggal dalam menghadapi tantangan-tantangan pembangunan desa. Apalagi dua desa itu adalah dari proses pemekaran. Harus bisa membangun kebersamaan,” tegasnya. Lebih jauh Karna mengimbau, kalau terjadi masalah antara BPD dan kepala desa, maka harus diselesaikan terlebih dahulu di desa tersebut. Artinya, masalah di desa hendaknya tidak langsung dilaporkan ke pemerintahan kabupaten. ”Masalah yang terjadi harus diselesaikan di desa dulu. Kalau masih buntu, harus ke kecamatan. Jangan sampai masalah di desa langsung dibawa ke pemerintahan kabupaten. Pak Camat juga harus tahu dulu masalahnya apa. Jangan sampai pihak kecamatan tidak tahu,” ungkapnya. Pada kesempatan tersebut, Karna menyebutkan, anggaran untuk BPD dialokasikan dari APBD Kabupaten Majalengka. Meski tak menyebutkan jumlah anggaran, Karna berharap anggota BPD yang diambil sumpah bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Sementara itu, Camat Maja, H Ahmad Suswanto setuju dengan pendapat Wabup Karna Sobahi. Dia berharap, semua proses aduan dan pengaduan masyarakat di desa bisa diketahui pihak kecamatan. “Kami berharap prosedur pemerintahan dijalankan. Semua aspirasi harus dibahas BPD bersama pemerintah desa. Dan aduan masyarakat hendaknya juga berkoordinasi dengan kami pemerintah kecamatan,” ujarnya. (abdul hamid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: