Tinggal Berebut Massa Mengambang
** Selisih Elektabilitas Pasangan Capres Terus Menipis JAKARTA - Ketatnya persaingan kedua pasangan capres-cawapres dalam meraih dukungan publik makin nyata. Kemarin (15/6) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengungkap bahwa elektabilitas terkini duet Prabowo-Hatta Rajasa dan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) hanya terpaut satu digit. Survei nasional yang pengumpulan datanya dilakukan pada 1-9 Juni 2014 tersebut menempatkan dukungan terhadap pasangan Jokowi-JK di atas duet Prabowo-Hatta. Selisihnya sekitar 6 persen.\"Sebelumnya selalu dua digit, sekarang tinggal satu digit,\" kata peneliti LSI Adjie Alfaraby saat memaparkan hasil survei lembaganya di Kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta, kemarin. Dalam survei tersebut, Prabowo-Hatta dipilih oleh 38,7 persen responden. Sedangkan Jokowi mendapat dukungan 45 persen. Di sisi lain,\"angka undecided voters (pemilih mengambang) masih 16,3 persen.\"Melihat kondisi ini, keduanya sama-sama masih punya peluang untuk menang dan saling mengalahkan,\" imbuh Adjie. Dia lalu membeberkan \"record\"elektabilitas yang ditangkap lembaganya dalam survei-survei terdahulu. Pada September 2013, elektabilitas Jokowi mencapai 50,3 persen, sedangkan Prabowo hanya 11,1 persen. Artinya, selisih saat itu masih 38 persen. Kemudian, berlanjut pada Maret 2014, elektabilitas Jokowi menurun menjadi 46,3 persen, sedangkan tingkat dukungan kepada Prabowo naik menjadi 22,1 persen. Dengan kata lain, selisihnya ketika itu menjadi 24 persen. Lebih lanjut, ketika mulai dipasangkan dengan cawapres masing-masing, selisih elektabilitas keduanya ternyata terus menyempit. Pada awal Mei 2014, elektabilitas Jokowi yang sudah dipasangkan dengan Jusuf Kalla mencapai 35,42 persen dan Prabowo 22,75 persen. Dengan angka tersebut, lagi-lagi selisih di antara mereka menurun, menjadi hanya 13 persen. Menurut Adjie, kedua pasangan calon sebenarnya sama-sama mulai berhasil menarik pemilih mengambang yang pada awalnya berjumlah relatif besar. Namun, Prabowo mengambil lebih banyak simpati\"dari swing voters\"yang ada. \"Lompatan elektabilitas Jokowi tidak sekuat lompatan elektabilitas Prabowo,\" tutur dia. Lalu, kenapa hal itu terjadi? Menurut Adjie, ada sejumlah faktor yang memungkinkan kondisi tersebut. Selain faktor dari Jokowi sendiri, ada faktor dari Prabowo. Menurut dia, tertinggalnya lompatan elektabilitas Jokowi oleh Prabowo bisa jadi berkaitan dengan kampanye negatif maupun hitam yang marak menerpa gubernur DKI Jakarta tersebut. Selain itu, lanjut dia, hingga saat ini belum ada hal segar dan baru dari Jokowi yang bisa menjadi alat mobilisasi yang masif di luar identitas blusukan. \"Sedangkan Prabowo, selain berhasil mengisi kekosongan harapan publik akan tampilnya\"strong leader,\"dia juga berhasil memanfaatkan pihak yang kecewa dengan Jokowi untuk membantunya,\" tutur Adjie. Misalnya, sebut dia,\"support\"dari Partai Golkar dan Demokrat maupun tokoh-tokoh seperti Hary Tanoesoedibjo dan Rhoma Irama. Survei terakhir LSI tersebut dilakukan dengan metode multistage random sampling. Ada 2.400 responden di seluruh Indonesia yang diwawancarai secara tatap muka dengan menggunakan kuesioner. Tingkat\"margin of error\"survei itu sekitar 2 persen. ** 39 Persen Masih Ragukan Pilihan Tidak jauh berbeda dengan survei LSI, riset Pol Tracking Institute juga menunjukkan rapatnya elektabilitas dua pasangan calon. Direktur Eksekutif Pol Tracking Hanta Yuda AR menyatakan, pasangan capres dan cawapres Jokowi-JK masih mengungguli pasangan Prabowo-Hatta dengan elektabilitas suara 48,5 persen, berbanding dengan 41,1 persen suara. “Dari temuan itu, sebanyak 61 persen pemilih sudah menyatakan mantap dengan pilihannya dan sisanya masih ragu-ragu,\" ujar Hanta di Morrissey Hotel, Jakarta, kemarin (15/6). Dari 2.010 responden yang tersebar di seluruh provinsi, masih ada sekitar 10,4 persen pemilih yang belum menentukan pilihan. Menurut Hanta, potensi pemilih yang belum menentukan pilihan adalah pemilih pemula serta warga negara Indonesia dari kalangan petani dan nelayan. \"Itu yang masih bisa digarap dua pasangan calon tersebut untuk memenangkan pilpres nanti,\" ujarnya. Saat hasil survei diperdalam, riset Pol Tracking juga menemukan dualisme pilihan pemilih yang berafiliasi dengan dua ormas Islam terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Di kalangan massa NU, Jokowi-JK lebih unggul 48,1 persen, sementara pemilih Prabowo-Hatta 41,7 persen. Sementara itu, 44,6 persen massa Muhammadiyah lebih memilih pasangan Prabowo-Hatta, sedangkan pemilih Jokowi-JK 42,3 persen. Sementara itu, bagi massa Nahdlatul Wathan, ormas Islam terbesar setelah NU dan Muhammadiyah, massa yang condong ke Jokowi-JK 49,1 persen, sementara Prabowo-Hatta 40,5 persen. \"Selisih dukungan tipis dari masing-masing ormas Islam terhadap dua kandidat adalah petunjuk awal ketatnya kompetisi Pilpres 2014,\" ujar Hanta. Meski demikian, ada 47,9 persen pemilih Islam yang tidak menyatakan atau tidak mempunyai asosiasi organisasi keagamaan cenderung memilih pasangan calon nomor urut 2. Jokowi-JK mendapat dukungan kelompok itu 24 persen jika dibandingkan dengan Prabowo-Hatta 18,9 persen. Survei Pol Tracking tersebut berlangsung pada 26 Mei sampai 3 Juni 2014 di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah sampel dalam survei itu adalah 2.010 responden dengan margin of error sekitar 2,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Metode penarikan sampel adalah multistage random sampling. (dyn/bay/c6/fat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: