Petani Leuwimunding Mulai Pakai Pupuk Organik
LEUWIMUNDING – Menghilangnya pupuk urea beberapa waktu lalu, membuat petani di Kecamatan Leuwimunding mulai berani memanfaatkan pupuk organik dari sampah. Alhasil, pupuk organik yang diproduksi oleh komunitas punk di Leuwimunding itu makin diminati kalangan petani setempat. Salah seorang anggota punk, Ujang mengungkapkan, kelangkaan pupuk yang terjadi di semua wilayah termasuk di Kabupaten Majalengka, tidak berlaku bagi petani setempat. Pasalnya, ketika petani lain mulai kebingunan mencari pupuk urea, justru petani di Desa Leuwimunding tidak dibuat pusing karena sudah ada alternatif pengganti pupuk yakni pupuk organik yang dihasilkan oleh sampah warga setempat. Menurut Ujang, pemanfaatan sampah menjadi pupuk masih bisa dilakukan oleh seluruh masyarakat menjadi berharga. Selain itu, penggunaan pupuk dari sampah juga bisa mengurangi volume sampah baik di lingkungan maupun sejumlah titik. “Selain bermanfaat juga kondisi lingkungan menjadi bersih. Kami prihatin melihat kondisi ini terjadi kepada petani belum lama ini. Diharapkan beberapa bulan ke depan kondisi ini akan kembali normal,” harapnya, kemarin (16/6). Sejak kelangkaan pupuk terjadi, pupuk organik dari sampah domestic yang dibuat oleh komunitas punk tersebut makin diserbu oleh petani setempat. Pihaknya melihat ini merupakan nilai plus bagi eksperimen yang dilakukan oleh komunitasnya. Ujang menyebutkan, nilai positif tersebut di antaranya sudah sekitar 20 hektare pesawahan di Leuwimunding memanfaatkan pupuk organik buatan komunitasnya. Para petani mulai memakai pupuk tersebut sejak diketahui bahwa pupuk urea di pasaran mulai langka. Anggota komunitas lainnya, Gondile menambahkan, pihaknya mengajak kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Majalengka khususnya untuk mulai berpikir positif tentang keberadaan sampah di lingkungan. Sebab, sampah merupakan musuh bersama. Selain itu, manfaat lainnya kondisi lingkungan tidak kumuh karena bebas dari sampah. Dikatakan, saung organik yang setiap bulannya bisa menghasilkan pupuk tersebut diberikan kepada petani setempat. Pihaknya tidak mematok tarif kepada petani yang berniat memanfaatkan produksi pupuknya. Karena, mereka hanya berpikir bahwa kegiatan tersebut sebagai bentuk mengurangi volume sampah yang setiap hari kian bertambah. ”Gak pernah dihargain mas pupuk ini, karena untuk kualitas kami masih belum PD (percara diri). Ya paling ada yang minta terus kami kasih. Dan sejak satu bulan ke belakang atau langkanya pupuk urea banyak sekali yang minta. Ada yang ngasih uang bahkan rokok. Memang gitu aja mas, kami tidak matok harga,” ujarnya. Sementara itu, Yayat salah seorang petani di wilayah tersebut mengatakan, sejak lima bulan ke belakang dirinya sudah memanfaatkan pupuk organik tersebut. Terlebih dengan menghilangnya pupuk dirinya mengurangi takaran pupuk urea. “Sudah sejak sekitar enam bulanan ini saya bersama keluarga memanfaatkan pupuk organik ini. Pemakaiannya dicampur dengan urea. Alhamdulillah tanaman masih tetap bagus kok tidak ada masalah. Cara ini untuk mengirit kantong kami juga mas. Apalagi harga pupuk bersubsidi sekarang sudah mulai naik,” tandasnya. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: