Paparan Capres Masih Menggantung

Paparan Capres Masih Menggantung

JAKARTA - Debat pemilu presiden ketiga yang menyuguhkan pertarungan ide dan gagasan dua kandidat calon presiden dinilai belum maksimal. Prabowo Subianto maupun Joko Widodo dianggap masih bicara dalam tataran normatif dan belum menyentuh keseluruhan tema debat, yakni politik internasional dan ketahanan nasional. Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia M Riza Damanik menyatakan, kedua kandidat telah meletakkan politik internasional dan ketahanan nasional dalam satu pembahasan. Itu merupakan apresiasi karena isu politik internasional dan ketahanan nasional tidak lagi dibahas secara konvensional. Hal tersebut penting karena Indonesia menjadi anggota dan memimpin di berbagai organisasi seperti WTO, FAO, dan G-20. \"Isu ini memiliki relevansi yang baik karena Indonesia satu-satunya negara di ASEAN yang menjadi anggota G-20,\" ujar Riza dalam diskusi di Kafe Deli, Jakarta, kemarin (23/6). Namun, dalam isu ancaman luar negeri seperti penguasaan pulau oleh negara tetangga, Riza menilai jawaban Jokowi maupun Prabowo masih menggantung. Keduanya tidak memberikan jawaban berdasar fakta yang terjadi dalam kurun waktu terakhir. \"Ancaman penguasaan pulau disebabkan lemahnya kedaulatan. Padahal, hilangnya (Pulau) Sipadan dan Ligitan tidak terkait pengakuan kedaulatan,\" ujar Riza. Menurut Riza, Sipadan dan Ligitan hilang lebih karena pembiaran pemerintah Indonesia. Selama bertahun-tahun, pemerintah membiarkan adanya pengelolaan terus-menerus Sipadan dan Ligitan oleh pemerintah Malaysia. \"Sementara itu, peran Indonesia tidak terlihat,\" tegasnya. Selain itu, ada isu internasional aktual yang luput dari pembahasan dua kandidat capres. Riza menyatakan, salah satu di antaranya adalah isu lingkungan dan perubahan iklim. Menurut Riza, negara lain menaruh harapan kepada Indonesia terkait penuntasan perundingan perubahan iklim. \"Indonesia dengan wilayahnya sangat relevan membahas perubahan iklim. Saya sangat menyayangkan tidak ada kandidat yang membicarakan itu,\" jelas lulusan magister program Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada itu. Riza mengkritisi pernyataan Prabowo yang akan melanjutkan kebijakan luar negeri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam konteks ekonomi, memang benar Indonesia ramah dengan investasi asing, bahkan nilainya saat ini disebut-sebut mencapai USD 25 miliar. Namun, kebijakan SBY itu sangat kontras dengan kondisi dalam negeri karena angka penambahan pekerjaan tidak signifikan serta angka pengangguran dan kemiskinan yang tidak berkurang. \"Kebijakan ini ramah investasi, namun tidak memberikan perlindungan kepentingan dalam negeri,\" ujarnya. Sementara itu, Jokowi menawarkan gagasan yang dinilai bagus terkait poros maritim. Namun, isu yang disampaikan Jokowi baru sebatas kebutuhan untuk memiliki drone atau pesawat tanpa awak. Padahal, Indonesia membutuhkan peningkatan sarana dan prasarana, terutama memperbesar kapasitas dan daya jelajah kapal nelayan. \"Penambahan equipment pesawat tanpa awak akan sia-sia tanpa diimbangi peningkatan kapal nelayan,\" ujarnya. Sebab, saat ini kapal Indonesia hanya mampu memanfaatkan 0,5 persen proses penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif. \"Pesawat ini harus diimbangi penambahan seribu kapal yang mampu menjelajah sampai ZEE, sehingga kita betul-betul mendapatkan manfaat dari amannya laut kita,\" tandasnya. TIM JOKOWI DAN PRABOWO SALING KLAIM TERBAIK Ketua Tim Kampanye Prabowo-Hatta Mahfud MD menyatakan, hasil debat capres ketiga menunjukkan perbedaan pemahaman isu politik internasional dan ketahanan nasional antarkandidat. Menurut Mahfud, Jokowi cenderung salah mengartikan isu terkait pertahanan dan ketahanan. Tampaknya, Jokowi menyamakan maksud pertahanan dan ketahanan. \"Sehingga, ketika bicara ketahanan itu dia berbicara TNI, itu kan pertahanan,\" ujar Mahfud. Sementara itu, Prabowo, kata Mahfud, berbicara terkait ketahanan nasional yang meliputi ekonomi dan sumber daya alam, sedangkan TNI adalah bagian dari ketahanan. Menurut Mahfud, sejak awal Jokowi sudah keliru membicarakan konsep ketahanan, sehingga kekeliruan itu berlanjut hingga debat berakhir. \"Ini topiknya politik internasional dan ketahanan, tetapi dia membahas pertahanan, kan beda,\" ujar menteri pertahanan era Presiden KH Abdurrahman Wahid itu. Di sisi lain, Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-JK Hasto Kristiyanto menilai, jawaban yang disampaikan Jokowi justru jawaban yang konkret. Dalam hal ini, Jokowi mengungkapkan langsung poin-poin yang akan disasar jika terpilih sebagai presiden. \"Banyak gagasan Jokowi yang membumi,\" ujar Hasto. Justru, kata Hasto, jawaban yang disampaikan Prabowo tidak jauh berbeda dengan debat sebelumnya. Prabowo kembali menyinggung kekayaan negara yang bocor, kebutuhan uang, dan kesejahteraan rakyat dalam konsep yang sama. \"Penyebutan yang berulang atas bocornya kekayaan negara menunjukkan bahwa Prabowo hanya menyampaikan gagasan yang retorik, namun kurang memahami bagaimana implementasi kebijakan,\" tandasnya. (bay/c10/tom)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: