Bos Cipaganti Terancam Pasal Berlapis

Bos Cipaganti Terancam Pasal Berlapis

BANDUNG - Andianto Setiabudi, Yulinda Tjendrawati dan Djulia Sri Rejeki, tiga petinggi Cipaganti Group kini mendekam di balik jeruji besi sel tahanan Mapolda Jabar. Pemeriksaan secara intensif dilakukan oleh penyidik terkait kasus penggelapan dan pencucian uang. Kasubdit III Jatanras Ditreskrim Umum Polda Jabar, AKBP Murjoko Budoyono mengatakan, pemeriksaan masih dilakukan. Selain itu, sejumlah saksi telah diperiksa di antaranya korban dan pegawai di Cipaganti Group. \"Masih dilakukan pemeriksaan, kita sudah periksa sejumlah orang saksi. Selain itu, penggeledahan sudah dilakukan di beberapa tempat,\" katanya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Kamis (26/6). Atas perbuatan yang dilakukan ketiga petinggi perusahaan yang terkenal dengan jasa transportasi ini, pihaknya akan menjerat dengan beberapa pasal berlapis. Tidak menutup kemungkinan terancam pasal pencucian uang. \"Kita akan sangkakan kepada para pelaku dengan Pasal 372 KUHPidana tentang penggelapan, Pasal 378 jo 55 tentang penipuan serta Pasal 56 tentang membantu tindak kejahatan, ancamannya di atas lima tahun. Tapi tidak menutup kemungkinan akan dijerat dengan pasal tentang pencucian uang, tapi masih menunggu hasil lidik,\" katanya. Ketua Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP), Rochman Sunarya Saleh, membantah dirinya terlibat secara langsung dalam proses pengelolaan, baik dalam manajemen karyawan maupun keuangan koperasi. \"Tugas saya tidak berjalan. Saya hanya dijadikan sebagai boneka dan duduk manis, sedangkan pengelolaan dilakukan keluarga Andianto Setiabudi, Yulinda Tjendrawati, Djulia Sri Rejeki dan Susanto Hadi yang bertugas sebagai bendahara 2,\" katanya saat jumpa pers di Bandung, Kamis (26/6). Rochman menuturkan hal tersebut termasuk tanda tangan perihal keluar masuknya uang koperasi yang seharusnya menjadi otoritasnya sebagai ketua koperasi, namun kebijakan sepenuhnya di empat petinggi sebelumnya. \"Keluar masuknya uang tanda tangan ketua yang dulu. Intinya, kami ketua Koperasi dan Sekretaris tidak punya otoritas. Saya tidak dilibatkan dalam keputusan di bypass. Yang dominan tentunya keluarga,\" ucapnya. Dijelaskannya, sejak diangkat menjadi ketua koperasi di tahun 2012, dirinya sempat mencium \'ketidak beresan\' dan sempat mempertanyakan status serta tugas sebagai ketua koperasi yang diembannya. \"Jumlah nasabah sebenarnya juga tidak tahu. Sepengetahuan saya, ada simpan pinjam karyawan di koperasi, yang lain menghimpun dana dari masyarakat dan dari modal penyertaan,\" jelasnya. Kuasa hukum Rochman, Rohman Hidayat menjelaskan kliennya diangkat menjadi ketua koperasi dengan ditunjuk secara langsung melalui rapat oleh ketua, padahal status kliennya bukan sebagai anggota koperasi. \"Alasan menerima karena klien saya (Rochman) tertarik dengan bisnis Cipaganti yang luar biasa. Saat itu klien saya (Rochman) tengah melanjutkan pendidikan magister, jadi tertarik dan menerima sebagai ketua,\" ucapnya. Selain itu, kliennya sendiri sudah dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik Polda Jabar yang memproses hukum ketiga petinggi Cipaganti Group. \"Dimintai keterangan dan tidak jauh berbeda seperti konpers ini,\" bebernya. Kuasa hukum lain, Ario Partianto mengatakan, kliennya juga telah melayangkan surat kepada petinggi Cipaganti menanyakan tugas sebagai ketua koperasi, namun tidak digubris. \"Pada 25 April telah menanyakan tugas sebagai ketua koperasi dan tidak pernah dibalas. Hal apapun yang terjadi, pengelola keuangan secara de facto dan real tidak mengetahui dan tidak pernah menandatangani satu surat pun. Faktanya seperti itu. Klien kami sabatas simbol,\" ucapnya. Sementara itu, Kapolri Jenderal Sutarman memastikan jika Bareskrim akan mem-back up sepenuhnya penyidikan kasus dugaan penipuan oleh Bos Taksi Cipaganti. Hal itu dilakukan karena banyaknya jumlah korban yang menembus angka 8.700 mitra. Tidak semua korban tersebut berdomisili di Jawa Barat. Sebaran korban itu yang saat ini sedang ditelaah oleh mabes Polri. \"Kami akan bantu untuk melakukan pemeriksaan,\" ujar Sutarman dalam keterangan persnya. Dengan back up Bareskrim, maka Penyidik Polda Jabar tidak akan kesulitan untuk menjangkau korban yang berada di wilayah hukum polda lain. Bisa saja, pemeriksaan para korban dilakukan di Polda yang membawahi tempat tinggal masing-masing, lalu hasil pemeriksaan dikoordinasikan lewat Bareskrim. \"Jika diperlukan, perangkat IT yang kami punya juga bisa dimaksimalkan untuk membantu proses penyidikan,\" lanjut mantan kapolwiltabes Surabaya itu. Mabes Polri untuk saat ini memutuskan tidak mengambil alih kasus tersebut. Meski nilainya besar, Sutarman meyakini penyidik Polda Jabar masih mampu untuk menuntaskan kasus itu. Segala bantuan yang diperlukan penyidik Polda Jabar akan disiapkan oleh Bareskrim Polri. (bal/byu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: