Pergeseran Siswa Masih Bisa Terjadi

Pergeseran Siswa Masih Bisa Terjadi

KEJAKSAN- Proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2014 resmi ditutup kemarin. Meski demikian, siswa yang sudah mendaftar belum tentu sudah aman. Masih ada kemungkinan terjadi pergeseran siswa karena verifikasi masih berjalan. Hal tersebut diakui Sekretaris Disdik Kota Cirebon yang juga Ketua PPDB 2014 Drs Tata Kurniasasmita MM. Menurut Tata, pukul 12.00 kemarin pendaftaran sudah resmi ditutup. Namun, kata dia, pergeseran nilai tetap saja terjadi. “Jadi setelah ditutup, barangkali masih ada sekolah yang memverifikasi pendaftar. Jadi pengumuman baru bisa dilakukan keesokan harinya (hari ini, red)” tuturnya kepada Radar. Karena, kata Tata, banyak berkas verifikasi menumpuk di sekolah-sekolah. Terlebih, operator yang ada di sekolah hanya dua. Sementara pihak sekolah harus melayani ratusan pendaftar. “Jadi ini yang akhirnya memakan waktu lama. Bisa saja verifikasinya baru bisa selesai malam harinya. Setelah verifikasi kan nama anak baru masuk website. Sehingga pergeseran itu masih saja mungkin,” tuturnya. Sementara itu, meski jalur gakin sudah ditutup sejak Selasa (8/7) lalu, namun jumlah peserta dari jalur ini tetap saja bertambah. Bahkan di beberapa sekolah seperti SMPN 11 dan SMPN 4 Cirebon, pendaftar dari gakin menembus 50 persen dari kuota yang ada. Di SMPN 11 Cirebon, 190 siswa mendaftar melalui jalur gakin, dari jumlah 324 kursi yang disediakan. Sementara di SMPN 4 Cirebon, 182 siswa yang mendaftar dari jalur gakin. Sementara kuota yang disedikan sebanyak 360 siswa. Bila sekolah di tengah kota sudah penuh, sekolah-sekolah di kawasan masyarakat ekonomi lemah justru minim peminat. Sebut saja di SMPN 18 yang kuotanya masih belum terpenuhi, begitu juga SMPN 12 Cirebon. Terkait membeludaknya jalur gakin di sejumlah sekolah, Tata mengatakan disdik tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siswa atau pendaftar termasuk dalam kategori miskin atau tidak. Ada instansi lain yang memiliki kewenangan mengenai hal itu. “Kita hanya verifikasi SKTM asli atau tidak. Dan itu pelaksanaannya di sekolah. Kalau menentukan itu miskin atau tidak, kami tidak punya kewenangan,” tuturnya. Usulan surat pernyataan bagi warga yang mendaftar dari jalur gakin, diakui Tata akhirnya disetujui oleh disdik. Dikatakan Tata, surat pernyataan itu akan diberlakukan untuk sejumlah sekolah. “Bagi sekolah seperti SMPN 3, SMAN 8, yang memang merupakan hadir di tengah masyarakat kurang mampu, itu tidak perlu. Tapi di beberapa sekolah akan diberlakukan,” tuturnya. Diakui Tata, pasca penutupan jalur gakin itu banyak kepala sekolah yang mendapat tekanan dan intimidasi dari berbagai pihak. Namun, kata Tata, pihaknya berusaha untuk menjalankan PPDB sesuai dengan aturan yang ada. “Memang setelah ditutup itu banyak kepala sekolah yang didatangi dan dimarah-marahi, tapi kita kan hanya pelaksana saja. Bagaimana agar PPDB berjalan sesuai dengan kebijakan yang ada,” tukasnya. Sementara itu, anggota DPRD Kota Cirebon, Drs Priatmo Adji mengatakan, dengan dilepasnya kuota 90-10, akibatnya warga kota berusaha untuk bisa aman masuk ke sekolah yang dituju. Salah satunya dengan akal-akalan membuat SKTM agar bisa mendaftar melalui jalur gakin. “Jadi yang bawa mobil, motor, pakai smartphone bahkan kalung emas pun itu berubah jadi gakin semua,” tuturnya. Persoalan gakin itu, kata Adji sebenarnya tidak hanya sebatas pada pendaftaran. Tapi dari data pendaftaran siswa gakin yang ada ini, nantinya akan berdampak pada APBD. Dikatakannya, mau tidak mau, siswa gakin yang mendaftar baik warga yang benar-benar miskin atau pura-pura miskin, itu harus mendapat bantuan dari pemerintah. Karena, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi warga yang kurang mampu. “Nah, kalau sudah begini, nanti APBD Kota Cirebon bisa jebol,” tuturnya. Maka dari itu, kata Adji, seharusnya dilakukan penyisiran ulang pada siswa yang mendaftar melalui jalur gakin. Jangan sampai nanti kebijakan gakin ini akan berdampak kurang baik pada dunia pendidikan. “Saya sudah ingatkan di rapat, bahwa status gakin itu agar di cek kondisi rumahnya, apakah memang benar-benar miskin atau bagaimana,” tuturnya. Ibarat peribahasa, kata Adji, nasi sudah menjadi bubur. Jalur gakin sudah membeludak hingga akhir masa pendaftaran. Sekarang yang perlu dilakukan oleh pemerintahkot adalah menyurvey siswa yang mendaftar melalui jalur gakin. “Yang disesalkan, PPDB merupakan agenda rutin tahunan, tapi kenapa selalu tidak pernah berjalan mulus,” tukasnya. Sementara Sekda Kota Cirebon Drs Asep Dedi MSi mengatakan, penyisiran jalur gakin memang menjadi salah satu upaya yang akan ditempuh. Namun pihaknya masih memikirkan konsep dan langkah penyisiran yang akan ditempuh. “Ya bisa saja, tapi nanti,” tuturnya singkat. Secara terpisah, Kepala Disdik Kota Cirebon DR H Wahyo MPd mengatakan surat pernyataan dari siswa yang tak mampu merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen calon siswa baru dari jalur gakin dan prestasi. Artinya, jika data yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan, segala akibatnya ditanggung oleh siswa tersebut. Sebab, pada dasarnya disdik tidak dapat melakukan intervensi terhadap SKTM yang dikeluarkan Kelurahan melalui rekomendasi Dinsosnakertrans Kota Cirebon. Selain dibuat di atas materai, surat pernyataan menjadi bukti bagi sekolah maupun disdik, jika di belakang hari ada hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, data palsu atau lainnya. Wahyo berharap, kebijakan agar warga miskin terus bersekolah tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Sebab, pada prinsipnya kebijakan jalur gakin berangkat dari keprihatinan warga Kota Cirebon dari masyarakat berpenghasilan rendah, harus berhenti sekolah karena biaya. “Itu jangan sampai terjadi,” tegasnya kepada Radar. Kepala SMAN 4 Cirebon Drs H Suteja MPd mengatakan sekolahnya menerapkan aturan tersebut. Di mana, siswa dari jalur gakin dan prestasi akan diwajibkan membuat surat pernyataan dengan format yang telah dibuat. “Semua sekolah formatnya sama. Itu perintah dari Disdik demi kebaikan bersama,” ucapnya kepada Radar, Kamis (10/7). Suteja mengakui surat pernyataan itu akibat dari banyaknya siswa gakin yang masuk tanpa filterisasi maupun verifikasi lapangan. Karena itu, dengan membuat surat pernyataan tersebut, sekolah tidak lagi berpikir akan akibat hukum yang mungkin terjadi. Jika akhirnya harus berurusan dengan pidana, pemalsuan dokumen dan data telah ditandatangani diatas materai oleh siswa dan orangtua. “Mereka yang kena, kita berbaik sangka data itu benar. Karena sekolah tidak berhak melakukan verifikasi lapangan,” terangnya. (kmg/ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: