Swasta Masih Sepi, SD Masih Lancar

Swasta Masih Sepi, SD Masih Lancar

KEBIJAKAN penghapusan kuota 90:10 dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) rupanya tidak berpengaruh secara signifikan pada penerimaan siswa baru di sekolah swasta. Pantauan Radar, hingga kemarin jumlah pendaftar di sekolah swasta masih belum memenuhi kuota. Kepala SMA Geeta School, Andi Kumala Sakti mengatakan penerimaan siswa baru di sekolahnya justru menurun. Dikatakan, di tingkat SMA baru menerima satu pendaftar. Itu pun yang melanjutkan dari jenjang pendidikan SMP Geeta. “Justru menurun, bukannya bertambah,” tuturnya. Dikatakan, penghilangan kuota 90:10 disalahgunakan oleh masyarakat. Akhirnya masyarakat banyak yang menghalalkan segala cara untuk masuk ke sekolah negeri. Termasuk salah satunya dengan memanfaatkan jalur gakin itu. “Waktu rapat, sekolah swasta dijanjikan untuk mendapatkan limpahan. Ternyata malah sekolah swasta semakin menurun,” tuturnya. Meskipun baru satu siswa, Andi berharap dalam waktu beberapa hari ini ada limpahan siswa dari sekolah negeri. Meskipun hanya satu siswa, Andi mengaku kegiatan belajar mengajar akan tetap berjalan. “Ya semoga saja nanti ada limpahan,” ujarnya. Andi mengakui, untuk mengantisipasi minimnya pendaftar di sekolah swasta pihaknya telah mengusulkan agar di website PPDB juga dicantumkan website sekolah swasta. Sehingga pendaftar juga bisa melihat sekolah swasta. “Tapi ternyata tidak berjalan,” sesalnya. Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Cirebon H Abdul Halim Faletehan juga mengakui bila penghapusan kuota kurang begitu berdampak pada pendaftaran di sekolah swasta. Siswa kota yang tersisih, akhirnya mencoba masuk melalui jalur gakin. Sehingga akhirnya, limpahan dari PPDB sekolah negeri tidak begitu berdampak pada sekolah swasta. Bahkan yang mendaftar di sekolah swasta mayoritas adalah warga luar Kota Cirebon. “Hampir mayoritas isinya warga luar kota. Tidak hanya di SMK PUI, tapi di sekolah swasta lainnya juga setengahnya diisi dari luar kota Cirebon,” tutur pria yang juga kepala SMK PUI. Untuk SMK PUI sendiri, baru 66 siswa yang mendaftar. Jumlah itu baru memenuhi dua rombel. Sementara kelas yang dibuka minimal 4 rombel. “Setidaknya satu jurusan satu kelas. Kami ada 4 jurusan, tetapi ternyata siswanya masih sedikit,” bebernya. Dirinya masih menunggu limpahan dari sekolah negeri. Dikatakan Halim, biasanya siswa yang kurang mampu memilih untuk masuk ke sekolah swasta. Namun, dengan diberlakukannya jalur gakin, akhirnya siswa yang kurang mampu pun membeludak ke sekolah negeri. “Biasanya warga yang kurang mampu memilih ke swasta, tapi sekarang sepi. Ya saya harap beberapa hari ke depan, kuota di sekolah swasta bisa terpenuhi ,” katanya lagi. Dirinya mencontohkan di SMA Budiarti jumlah siswa juga masih belum sesuai target. Begitu juga di SMA Taman Siswa dan sekolah lainnya. “Budiarti sudah cukup banyak, tapi belum sesuai rombel yang disediakan. Di SMK Nasional ada peningkatan, tapi kuota masih belum terpenuhi,” pungkasnya. Sementara itu, pelaksanaan PPDB di tingkat sekolah dasar cenderung lancar. Namun, diakui Ketua PPDB 2014, Drs Tata Kurniasasmita MM, seperti halnya di tingkatan lainnya, untuk tingkat SD sendiri terdapat orang tua yang memaksakan kehendak agar bisa masuk ke sekolah yang dituju. “Nah memang tidak begitu banyak polemik, tapi ya tetap saja, untuk tingkat SD ini kan seleksinya dari umur. Kalau ternyata tersisih, ada orang tua yang tidak terima dan akhirnya mencoba melakukan intimidasi atau intervensi,” bebernya, kemarin. Tata tidak menampik bila banyak kepala sekolah yang berkonsultasi padanya mengenai tekanan dari orang tua murid. Bahkan, tak sedikit pula orang tua yang silih berganti datang ke disdik untuk meminta agar anaknya bisa diterima di sekolah tertentu. “Tapi mau bagaimana lagi, PPDB ini kan soal sistem. Kalau untuk yang SD juga sudah ada aturannya,” tutur Tata. Maka dari itu, kata Tata, dirinya hanya meminta agar pihak sekolah memberikan pengertian pada orang tua. Bila memang kepala sekolah hendak mencoba menerima seluruh pendaftar yang ada, sebenarnya bisa dilakukan penambahan rombongan belajar. Hanya saja, kata Tata, hal itu perlu mempertimbangan jumlah ruangan dan guru yang ada. “Karena untuk tingkat SD ini kan tidak diatur jumlah rombelnya. Sebenarnya bisa saja untuk nambah rombel, tapi ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu ketersediaan ruang dan juga guru. Gurunya harus PNS, dan juga memang memadai,” tambahnya. Namun, kata Tata, bila kepala sekolah mengambil opsi penambahan rombel, hal itu juga akan berdampak pada PPDB di tahun-tahun berikutnya. Karena saat tahun ini dilakukan penambahan rombel, tidak mungkin di tahun depan, rombel yang dibuka berkurang. “Misalnya awalnya satu rombel, terus sekarang karena desakan dari masyarakat akhirnya buka jadi dua, nah tahun depan kan tidak mungkin kalau buka kembali satu rombel. Pasti dua lagi. Dan ini nanti akan menyebabkan kekurangan kelas, guru,” tuturnya. Maka dari itu, Tata mengimbau para orang tua untuk legowo dengan hasil yang ada. Dikatakannya, masih banyak SD di Kota Cirebon. Sehingga, masyarakat memiliki banyak pilihan untuk melanjutkan pendidikan. “Yang datang ke sini juga selalu kami beri tahu kalau SD di Kota Cirebon itu ada banyak, jadi tidak perlu dipaksakan di satu sekolah,” tuturnya. Sementara itu, koran ini tidak sengaja bertemu dengan salah satu orang tua siswa yang sedang datang ke disdik. Dirinya merasa kebingungan karena sang anak tidak bisa diterima di SD yang ditujunya. “Saya ke sini (disdik, red) buat ngurus anak saya. Masa satu anak saja tidak bisa masuk ke sekolah yang saya inginkan,” tutur orang tua yang namanya enggan dikorankan itu. (kmg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: