Pasang Badan Antisipasi 22 Juli
JAKARTA - Saling klaim antar dua kubu pasca keluarnya hasil quick count, memantik reaksi aparat keamanan. Panglima TNI Jenderal Moeldoko meminta agar kedua kubu saling menahan diri dan menunggu hasil perhitungan manual yang diselenggarakan KPU. Masyarakat juga diminta untuk tidak terprovokasi. Ditemui usai pertemuan dengan BEM dan Menwa se-Jawa di Jakarta kemarin, Moeldoko menyatakan jika pihaknya bersama Mabes Polri meningkatkan fungsi intelijen dan pengamanan teritorial. \"Laporan sementara, hampir seluruh jajaran wilayah di Indonesia cukup baik. Hanya nanti kita lihat dari sekarang ini menuju tanggal 22, karena dinamikanya cukup tinggi,\" terangnya. Khusus pada 22 Juli mendatang TNI akan lebih meningkatkan kesiagaan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Meski begitu, pihaknya meyakini situasi yang ada masih mampu diatasi oleh pihak kepolisian. TNI hanya akan ikut membantu meredam potensi yang ada, sehingga urung terjadi. Hingga saat ini, lanjut Doktor Administrasi Universitas Indonesia itu, belum ada laporan adanya ancaman terhadap tahapan perhitungan suara. \"Yang paling rawan memang kotak suara, sehingga KPU harus memanfaatkan TNI dan Polri semaksimal mungkin karena ini sumber kerawanan,\" lanjutnya. Sementara itu, Mabes Polri meyakinkan publik jika proses perhitungan suara akan minim gangguan. \"Kami sudah punya protap dalam operasi Mantap Brata untuk mengamankan setiap tahapan pemilu,\" terang Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie. Termasuk di antaranya proses penghitungan suara di tingkat PPS dan PPK. Terpisah, Komisioner KPU Ida Budhiati menuturkan, untuk mencegah kecurigaan, KPU telah memposisikan formulir C1 menjadi lebih transparan. Dengan mengumumkan dan memasangnya di setiap tahapan, dari TPS hingga nasional. Fungsinya, agar masyarakat bisa mengawasinya sehingga tidak ada lagi kecurigaan adanya permainan. Dengan begitu, masyarakat bisa menilai bagaimana transparansi dan akuntabilitas dari sistem yang telah dibuat KPU. Hal tersebut penting agar masyarakat juga bisa berperan dalam mengoreksi, jika ada masalah yang terjadi dalam proses rekapitulasi. \"Peran masyarakat untuk mengoreksi ini poin utamanya,\" ujarnya. Hal tersebut sangat berbeda dengan proses pilpres 2009 yang lalu. Dia mengatakan, kalau yang sebelumnya itu memposisikan C1 sebagai barang yang sakral. Hanya peserta pemilu yang memiliki saksi yang bisa mendapatkan C1 ini. \"Inilah perbedaannya,\" terangnya ditemui kemarin. PRESIDEN SBY TEGASKAN NETRAL Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan akan terus memantau proses perhitungan real count hingga 22 Juli mendatang. Sebab, potensi konflik masih tinggi terkait adanya saling klaim kemenangan dari kedua pasangan capres-cawapres. Karena itu, SBY kembali mengimbau kepada para pendukung masing-masing pasangan capres-cawapres untuk tidak meningkatkan ketegangan jelang hasil hitung resmi. \"Saya berpesan ekspresi kemenangan itu tidak meningkatkan ketegangan di antara pihak-pihak yang belum sepakat dengan perhitungan cepat dan juga tidak menimbulkan konflik horizontal maupun bentrokan secara fisik di lapangan,\" jelas SBY dalam pidato pembuka sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, kemarin (11/7). Untuk itu, SBY menekankan, dalam hal ini peran KPU menjadi sangat penting untuk menentukan pemenang pilpres 2014. Dia pun mengaku telah berkomunikasi dengan Ketua KPU Husni Kamil terkait imbauan agar melibatkan kedua pasangan capres-cawapres dalam mengawasi real count. \"Agar mereka (kedua pasangan) melihat langsung proses dari hari ke hari perhitungan itu, agar pada saat pengumuman mereka tahu proses itu berlangsung dengan cermat. Saya senang KPU sambut baik pemikiran dan saran saja,\" katanya. Di samping itu, Presiden RI keenam itu juga mengingatkan media massa juga mampu menahan diri. Dia mengimbau agar media tidak menyajikan pemberitaan yang tidak berimbang. \"Saya serukan ketika menghadapi situasi setengah krisis, pers dan media tidak berpihak secara membabi buta, dengan demikian pemberitaan lebih fair dan berimbang,\" ujar SBY. Menyoal posisi dirinya sebagai presiden terkait pilpres, SBY mengakui sempat mendengar adanya pihak-pihak tertentu yang berharap dirinya memihak salah satu pasangan. Namun, dia menegaskan bahwa pihaknya berada di tengah alias netral. Dia menekankan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mempengaruhi hasil pilpres. \"Ada yang mengira Presiden punya kekuasaan untuk mempengaruhi hasil pilpres. Saya jelaskan ke rakyat, tidak ada sama sekali kewenangan saya. UUD 1945 dan UU terkait memberikan kewenangan dan kekuasaan ke KPU untuk menyelenggarakan pemilu dan menetapkan. Kalau ada selisih, konstitusi ke MK untuk memutus,\" tegasnya. Namun, sebagai kepala negara pihaknya memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan pilpres berjalan aman dan damai. Dia pun berharap, proses serah terima jabatan presiden pada 20 Oktober mendatang, bisa berlangsung tepat waktu. \"Saya harap semua pihak bersama-sama menepati agenda nasional, sehingga tidak boleh terganggu apalagi mundur dari jadwal yang ditentukan,\" katanya. Senada, Menkopolhukam Djoko Suyanto menyatakan bahwa pilpres kali ini berlangsung damai. Namun, akibat adanya saling klaim kemenangan, sejumlah opini terkait perbedaan hasil quick count dari beberapa lembaga survei bermunculan di media sosial dan media massa. Menurut Djoko, adanya perbedaan hasil quick count tersebut adalah wajar. Namun, publik harus memahami bahwa hasil quick count bukanlah hasil yang resmi. \"Hasil quick count bukan hasil resmi, ini yang penting yang harus disampaikan pada rakyat,\" tegasnya. (byu/idr/ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: