Pembatasan BBM Tak Pengaruhi Inflasi
JAKARTA - Kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai diberlakukan secara bertahap. Meski demikian, kebijakan ini dinilai tidak memberi dampak signifikan pada inflasi. Deputi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bidang Distribusi Barang dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, pembatasan BBM subsidi mulai awal bulan ini diproyeksi belum akan mendorong inflasi Agustus. \"Fokusnya kan masih (pembatasan) solar, jadi imbasnya tidak banyak,\" ujarnya di Kantor BPS kemarin (4/8). Menurut Hadi, BPS selalu melakukan survei berkala untuk mengetahui bobot atau andil inflasi tiap-tiap komoditas. Untuk bahan bakar, lanjut dia, 90 persen komponennya berasal dari BBM jenis premium. \"Kalau yang dibatasi premium, dampak ke konsumen akan langsung terasa,\" katanya. Saat ini, kata Hadi, pembatasan konsumsi premium memang sudah dilakukan di wilayah Jakarta Pusat, namun karena lingkup pembatasannya masih sangat kecil, dampaknya tidak akan terasa. Apalagi, konsumen masih bisa membeli premium di luar Jakarta Pusat. \"Jadi, tidak perlu khawatir dengan ancaman inflasi,\" ucapnya. Adapun terkait penghentian penjualan solar subsisi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sepanjang jalur tol, menurut Hadi, dampaknya akan terbatas pada tarif angkutan barang, meskipun pemilik kendaraan tetap bisa mengisi solar di SPBU luar tol. \"Karena itu, dampak pada kenaikan harga barang juga akan terbatas,\" jelasnya. Sementara itu, periode Bulan Puasa dan Lebaran selalu menjadi kombinasi ampuh untuk mengerek harga barang dan jasa. Ini terlihat dari inflasi periode Juli yang mencapai 0,93 persen, lebih tinggi dibanding inflasi Juni yang sebesar 0,43 persen. Kepala BPS Suryamin mengatakan, meski terjadi kenaikan cukup tinggi dibanding periode Juni, namun inflasi Juli lalu masih cukup terkendali. \"Ini karena kenaikan harga pangan selama puasa lalu cukup terkendali,\" ujarnya. Menurut Suryamin, inflasi sepanjang Juli lalu didorong oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan dengan andil 0,38 persen, makanan jadi, minuman, tembakau 0,16 persen, transportasi dan komunikasi 0,17 persen. \"Seperti bulan-bulan sebelumnya, bahan pangan selalu menjadi kontributor utama inflasi,\" katanya. Dari 82 kota indeks harga konsumen (IHK) yang dipantau, seluruh kota mengalami inflasi. Bengkulu menjadi kota dengan inflasi tertinggi yang mencapai 2,29 persen, adapun inflasi terendah terjadi di Maumere sebesar 0,13 persen. Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, pemerintah memang sudah mengantisipasi potensi inflasi periode puasa dan Lebaran sejak awal tahun. Karena itu, pergerakan harga pangan terus dipantau secara ketat, sehingga bisa dilakukan tindakan jika terjadi lonjakan harga. \"Dengan menjaga pasokan dan kelancaran distribusi, harga bahan pangan bisa kita kendalikan,\" jelasnya. (owi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: