Ironis, Kerepotan Data PKL karena Tidak Punya Dana
SEBELUM penertiban PKL, pemkot melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disperindagkop UMKM) Kota Cirebon pernah menggulirkan program pendataan PKL. Dan dari lima kecamatan yang ada di Kota Cirebon, disperindagkop baru bisa menyelesaikan data PKL di Kejaksan. Program ini tiba-tiba terhenti karena dananya habis. Belum lama ini, Kepala Disperindagkop UMKM Ir Yati Rohayati sesumbar akan menyelesaikan pendataan PKL dalam waktu satu bulan ke depan. Menurut Yati, pendataan akan dimulai lagi minggu depan dengan dilakukan secara serentak di setiap kecamatan. \"Kami juga akan libatkan aparat kelurahan, kecamatan, dan asosiasi dan forum PKL,\" terang Yati kepada Radar, baru-baru ini. Dikatakan Yati, PKL menjadi salah satu masalah yang krusial yang harus diselesaikan secara integratif bersama seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. \"Tentunya tugas utama kami, akan membina usaha mikro dan menyediakan bantuan permodalan,\" ucapnya. Yati mengatakan PKL akan diberikan kesempatan untuk membuka usaha, asal tidak berada di tempat yang dilarang oleh pemerintah. \"Awalnya memang kita harus punya data dulu. Kami sudah mendata satu kecamatan, hasilnya ada 538 PKL yang beroperasi di siang hari. Itu belum yang malam harinya. Minggu depan kita akan lanjutkan, serentak seluruhnya bisa digarap dalam waktu satu bulan,\" sebutnya. Melalui pendataan ini pihaknya akan memilah mana pedagang yang berasal dari Kota/Kabupaten Cirebon. \"PKL yang dari Kota Cirebon akan kita bina, dan juga sebelumnya dilkaukan pendafataran sebagai legalitas,\" katanya. Akademisi Unswagati, Sigit SH MH, miris dengan fakta itu. Dia pun mengatakan pembagian mobil dinas kepada instansi vertikal atau muspida yang dilakukan pemkot dengan anggaran miliaran rupiah, bukanlah kebijakan yang tepat. “Justru ini terkesan memberikan contoh yang tidak baik bagi masyarakat,” katanya. Sigit menjelaskan, pembelia mobil baru dengan alasan sudah tidak layak pakai, itu bukan kebijakan yang pas dengan kondisi masyarakat saat ini. Persoalan PKL, perbatasan, serta persoalan pelecehan yang terjadi di kalangan pelajar, kata Sigit, justru luput dari perhatian pemerintah. “Malah membuat kebijakan yang tidak pas dalam kondisi seperti ini,” katanya. Alangkah baiknya, kata Sigit, anggaran yang digunakan itu dapat dialokasikan untuk peningkatan infrastruktur atau peningkatan pelayanan publik, khususnya dalam pelayanan di bidang kesehatan dan ekonomi kecil. “Pemberian mobil dinas dengan istilah pinjam pakai untuk muspida dianggap sebagai hal yang lazim kepada lembaga vertikal,“ kata Sigit. Senada dikatakan aktivis mahasiswa, Ferry Ramadan. Ferry cukup heran dengan adanya pembelian mobil dinas untuk jajaran muspida plus. Pasalnya, muspida plus seperti kajari, kapolres dan unsur muspida lainnya sudah mendapatkan fasilitas dinas berupa mobil operasional. “Nah yang sekarang diberikan untuk pemkot, itu untuk apa,” tanyanya, kemarin (8/9). Dirinya pun merasa heran bila DPRD tidak mengetahui pos anggaran tersebut. Pasalnya, lembaga DPRD memiliki fungsi budgeting atau anggaran. “Ini kan jadi agak aneh, kok anggota DPRD bisa sampai tidak tahu,” lanjutnya. Maka dari itu, dirinya berharap agar para wakil rakyat bisa memanggil kepala daerah dalam hal ini Wali Kota Cirebon, Drs Ano Sutrisno MM untuk meminta kejelasan terkait pembelian mobil untuk muspida plus. Termasuk juga mempertanyakan dasar pemberian mobil dinas tersebut. “Apa dasar kebijakan wali kota menganggarkan itu untuk pembelanjaan mobil dinas? Sementara muspida sendiri kan sudah memiliki anggaran yang disediakan oleh negara. Dan fasilitas lainnya juga disiapkan,” tukasnya. Dirinya pun menyayangkan langkah pembelian mobil dinas tersebut. Apalagi, anggaran yang digunakan untuk membeli mobil tersebut menembus angka lebih dari Rp1 miliar. “Coba dibayangkan kalau itu dialihkan ke pembangunan, saya rasa hasilnya akan lebih baik,” tuturnya. Dirinya mencontohkan, masih banyak kondisi jalan yang rusak di Kota Cirebon. Bahkan, belum lama ini program pendataan PKL yang dilakukan pemkot sempat terhenti lantaran tidak memiliki anggaran. “Kan bisa dialihkan ke hal-hal yang bersifat pembangunan. Anggarannya cukup besar, kan sayang. Kalau begini ya pemerintah boros anggaran. Pemerintah tidak bisa menempatkan anggaran sesuai dengan kebutuhan daerah,” tukasnya. (jml/abd/kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: