Seleksi Calon Menteri Profesional dan Partai Berbeda
JAKARTA - Presiden dan wakil presiden terpilih Jokowi-Jusuf Kalla punya garis yang tegas tentang kriteria profesional dalam pemilihan menteri. Profesional bagi mereka tidak hanya seorang ahli dalam satu bidang. Namun, juga benar-benar terbebas dari ikatan partai. Karena itu, Jokowi-JK akan melakukan proses seleksi yang berbeda terhadap 18 menteri yang akan berasal dari kalangan professional, dan 16 menteri yang menjadi jatah partai. Ditemui di kediamannya di Jalan Brawijaya, Jakarta, JK menyatakan seharusnya ada 90 calon menteri yang layak diseleksi. \"Sebaiknya kita punya stok tiga kali lipat dibandingkan kuota yang ada. Dengan demikian, kita bisa memilih yang terbaik,\" kata JK. Soal menteri dari kalangan profesional, pria asal Makassar itu menyatakan sang calon harus memiliki prestasi hebat yang diakui publik. Ahli di satu bidang saja tidak cukup. Sang calon harus punya sumbangsih besar kepada masyarakat luas. \"Asalnya dari mana, tentu profesional yang bergerak di bidang praktisi dan akademisi. Kami juga terus menunggu usulan masyarakat,\" papar JK. Saat mengumumkan kuota menteri Senin lalu (15/9), Jokowi menyebutkan empat kementerian yang akan diisi profesional. Yaitu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, dan kementerian keuangan. Nah, dalam pos-pos kementerian itu. Nah, dalam konteks empat kementerian itu, JK menegaskan bahwa pos-pos itulah yang harus diisi oleh sosok yang tak terbebas dari gerbong partai. Kemarin, JK juga mengumumkan dua nama kementerian lainnya yang harus diisi oleh profesional, yaitu Pekerjaan Umum dan Kesehatan. \"Di pos-pos ini harus betul-betul profesional,\" tegasnya. Kalau pemilihan menteri dari kalangan profesional cukup rumit, tidak demikian halnya dengan pembantu presiden dari kalangan politis. Secara teknis, partai yang akan mengajukan, untuk selanjutnya dinilai presiden dan wapres. Kalau tidak ada catatan besar, maka sang calon dari partai akan mulus menuju kursi menteri. \"Perbedaan proses seleksi adalah, kalau kelompok politisi diusulkan partai. Lalu kita akan mempertimbangkan beberapa hal, misal pengalaman di DPR,\" terang JK. Apakah mekanisme usulan partai tidak membuat kualitas menteri dengan background politisi rendah? JK dengan tegas membantahnya. Mantan Ketua Umum Golkar itu menyatakan bahwa partai sebenarnya memiliki banyak orang hebat dan profesional. Anggota DPR, sebelum masuk Senayan sudah lebih dulu menjadi pengusaha. \"Orang partai banyak yang pintar,\" ucapnya. Soal penyebab nama kementerian yang belum juga diumumkan, JK menyebutkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya, terkait waktu menuju pelantikan pada 20 Oktober yang masih sebulan lebih. \"Bukannya tidak berani, tapi belum waktunya. Untuk pengumumannya pasti setelah 20 Oktober,\" ujarnya. Sementara itu, Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto menjelaskan, secara umum seleksi untuk calon menteri akan diawali dengan melakukan rekam jejak. Setiap menteri harus dipastikan harus memiliki rekam jejak yang jelas dan tidak masuk dalam daftar hitam yang telah dibuat dan diusulkan Tim Transisi. \"Tahap awal ini yang dilakukan,\" ujarnya ditemui di Rumah Transisi. Daftar hitam itu diantaranya, menteri tidak boleh terlibat pelanggaran hak azasi manusia (HAM) dan tidak pernah merusak lingkungan. Keduanya menjadi persyaratan awal agar menteri bisa lolos ke tahap selanjutnya. \"Nantinya, Pak Jokowi-JK yang menentukan setelah lolos seleksi,\" tuturnya. Langkah selanjutnya, juga akan ada uji loyalitas terhadap calon menteri. Setiap calon menteri hanya boleh loyal pada Presiden-Wapres, seperti yang pernah dikemukakan Jokowi bahwa menteri harus lepas jabatan dari partai. \"Kalau tidak loyal pada Presiden tentu tidak akan lolos,\" terangnya. Saat ditanya apakah akan melakukan lelang jabatan untuk seleksi menteri? Andi justru menuturkan bahwa seleksi antara menteri profesional dengan yang berasal dari partai tentu akan diperlakukan berbeda. Calon menteri dari profesional akan diseleksi sendiri oleh Jokowi-JK dan dari calon menteri dari parpol tentu akan diusulkan dari partai politik. \"Lebih detailnya hanya Pak Jokowi-JK yang mengetahui,\" ujarnya. Namun, lanjut dia, seleksi menteri asal partai justru dipandang sebagai pekerjaan rumah bagi partai di Indonesia. Selama ini ada pandangan jika menteri dari unsur partai kemampuannya dipertanyakan. Karena itu, nanti partai politik harus bekerja lebih keras menyeleksi anggotanya, sebab nantinya harus terbentur dengan kriteria yang diingikan Jokowi-JK. \"Kuncinya partai harus menyeleksi dengan ketat,\" ujar Andi. Soal nama-nama menteri, sebenarnya Jokowi-JK telah menunjuk tiga orang untuk menjadi Tim Penyelaras Akhir. Tim ini bertugas untuk menyelaraskan antara program kerja dengan nama kementerian. \"Siapa tiga orang ini belum bisa saya sebut,\" jelasnya. Yang jelas, saat ini ketiga anggota Tim Penyelaras Akhir ini sedang membahas nama-nama kementerian di luar Jakarta. Caranya dengan melihat setiap bidang, apakah perlu untuk dibuat lembaga baru. Misalnya, apakah bidang infrastruktur perlu untuk dibuat kementerian. \"Saya tidak bisa sebut dimananya,\" terangnya. Tim tersebut, lanjutnya, memiliki batas waktu kerja hingga Jumat depan (19/9). Setelah itu hasilnya akan dilaporkan ke Jokowi-JK dan keputusan akhirnya tentu ada ditangan keduanya. \"Itu hak preogratif presiden,\" jelasnya. Gambaran struktur kabinet Presiden dan Wapres terpilih Jokowi-JK mendapat tanggapan dari jajaran pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Salah satunya Mensesneg Sudi Silalahi. Menurut Sudi, Jokowi dan Jusuf Kalla pasti sudah memiliki pertimbangan matang terkait struktur kabinetnya. Menyoal dihapuskannya posisi Wamen, kecuali Kemenlu, Sudi menuturkan bahwa hal tersebut bergantung pada keputusan presiden terpilih. Namun, Sudi memaparkan, berdasarkan evaluasi pada jaman pemerintahan SBY, keberadaan Wamen memang diperlukan. \"Mengapa kita ada wamen, karena dirasakan ada kebutuhan yang luar biasa,\"papar Sudi di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin (16/9). Sudi mencontohkan, Kemenkeu sampai harus memiliki dua wamen, karena banyaknya beban kerja yang menjadi tanggung jawab kementrian tersebut.\" Tidak jauh berbeda dengan Kemenlu yang kegiatannya sangat padat. Selain itu, terkadang tugas dan tanggung jawab menteri, tidak bisa diwakilkan ke pejabat-pejabat eselon I. Di samping itu, seringkali DPR menolak jika rapat dengan Kementrian namun hanya diwakili pejabat eselon terkait. \"Misalnya ada rapat-rapat mengenai anggaran (Kemenkeu) di DPR, DPR-nya nggak mau kalau diwakili oleh eselon I atau dirjen, harus wakil menteri. Begitu dengan Menlu, nanti ada urusan-urusan yang berkaitan dengan Menlu, tentu tidak bisa diwakilkan kepada eselon I. Justru berdasarkan keperluan kita makanya dulu ada wamen itu. Kita rasakan sekali beban pekerjaan menteri-menteri tertentu itu sehingga perlu wamen,\"urainya. Meski begitu, Sudi menghormati keputusan Jokowi yang meniadakan Wamen dalam jajaran kabinetnya. Menurut dia, kemungkinan pemerintahan yang akan datang sudah memiliki solusi untuk mengatasi banyaknya beban kerja Menteri. \"Kalau sekarang mungkin dengan kebijakan yang baru, mungkin ada solusi dan sebagainya,\"imbuhnya. Sementara itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam tampaknya menganggap remeh struktur kabinet Jokowi-JK yang baru saja diumumkan. Dia menilai adanya inkosistensi terkait jumlah kementrian yang ada dalam jajaran kabinet tersebut. \"Kita lihat perkembangannya saja, sebelumnya kan ada wacana 20 (kementrian) sekarang 34, ya kita lihat saja,\"ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin. Terkait penghapusan posisi wamen, Dipo juga meyakini bahwa ada kemungkinan hal tersebut berubah. \"Yah wajar-wajar saja lah. Sekarang kita lihat, Wamen cum satu (Wamenlu), tapi nanti berubah lagi ya wajar-wajar saja,\"ungkapnya. Tidak berbeda dengan komentar pihak istana. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menuturkan bahwa perubahan dalam struktural kementrian, akan memberikan suatu dampak terhadap kementrian yang mengalami perubahan tersebut. Dia mencontohkan, saat departemen penerangan dihilangkan. \"Ya kemudian harus dicarikan tempat untuk pekerjaan yang baru. Kalau memang siap melakukan itu ya nggak papa. Tapi kalau itu dilakukan tanpa assessment dan perhitungan yang matang, dampaknya akan sangat besar,\"papar Julian di gedung Bina Graha, kemarin. Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, ada sisi positif dan negatif dari pengumuman komposisi menteri yang disampaikan Jokowi-JK di rumah transisi. Hal yang harus diapresiasi adalah munculnya pola pikir baru dari pasangan Jokowi-JK dalam menetapkan figur menteri. \"Yang terpenting bukan hanya nama, yang penting dimatangkan dulu adalah struktur,\" kata Totok, sapaan akrab Yunarto. Pola ini, kata Yunarto, berbeda dengan yang dilakukan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Terutama saat reshuffle kabinet Indonesia Bersatu jilid II, dimana posisi kementerian menyesuaikan dengan figur yang akan mengisinya. Sebagai contoh, perubahan nama Kementerian Pariwisata demi mengakomodasi Marie Elka Pangestu, serta ditambahkannya posisi sejumlah wamen. \"Kemarin sudah lebih baik. Ada proses merger, perubahan nama sesuai nomenklatur,\" ujarnya. Namun, satu hal yang patut disayangkan adalah jumlah kursi yang diberikan untuk profesional dan parpol. Logikanya, mengenai seleksi menteri, seharusnya aspek kualitatif lebih penting dibandingkan perhitungan kuantitatif. \"Kalau sudah diberi jatah, ini bukan koalisi tanpa syarat lagi. Bagaimana kemudian kita bisa menilai apakah Jokowi konsisten atau tidak tentang kabinet profesional,\" ujarnya. Tolok ukur dari komposisi yang disampaikan Jokowi, kata Totok, akan terlihat pada hasil akhir nanti. Akan ada dua indikator yang dipertaruhkan Jokowi dalam komposisi yang dia umumkan. \"Apakah para menteri memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, organisasi yang berkorelasi. Kedua, indikatornya, pimpinan parpol di level eksekutif akan mundur (jika jadi menteri). Kalau dua indikator terpenuhi, ini tradisi baru,\" kata Totok. (idr/ken/bay)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: