Petambak Lele Cemas Banjir
KANDANGHAUR – Panas dan panjangnya musim kemarau di wilayah Kabupaten Indramayu dimanfaatkan para petambak lele untuk memperbaiki empang mereka. Rencananya jika sudah memasuki musim hujan, para petambak akan langsung menebar benih lele. Tapi di sisi lain, mereka khawatir benih yang ditanam tidak bisa dipanen. Sebab dari hitung-hitungan para petambak, masa panen ikan lele dari sejak tebar benih memakan waktu kurang lebih 3 bulan. Jika mereka menanam benih pada bulan Oktober, maka masa panen ikan lele diperkirakan sekitar bulan Januari tahun depan. Sementara berdasarkan pengalaman tahun lalu, puncak musim hujan dibarengi dengan musibah banjir terjadi sepanjang bulan Januari tersebut. “Kami khawatir lele siap panen disapu bersih oleh banjir seperti kejadian tahun lalu,” kata Sarnawi, salah seorang petambak lele kepada Radar, Kamis (10/10). Untuk menghindari risiko itu, lanjut dia, sebagian petambak tidak jor-joran melakukan tebar benih. Selain khawatir saat panen justru diterjang banjir, juga lantaran saat ini ketersediaan air sangat minim. Meski demikian, Sarnawi memastikan produksi ikan lele masih relatif stabil. Pasalnya sampai dengan saat ini stok ikan lele yang belum terserap pasar masih melimpah menyusul terjadinya overload produksi hingga membuat harga lele jatuh. Melimpahnya produksi lele gara-gara pasca banjir petambak serempak menebar benih dan panennya bersamaan. Kondisi ini terjadi juga di seluruh sentra tambak lele. Petambak lele lainnya, Agung menuturkan, sepanjang tahun 2014 merupakan masa sulit bagi para petani ikan lele. Mereka mengalami kerugian sampai tiga kali berturut-turut. Kerugian pertama dan paling besar, ungkap dia, terjadi pada musibah banjir di awal tahun. Akibat empang beserta isinya tersapu banjir, masing-masing pemilik tambak menderita kerugian puluhan hingga ratusan juta rupiah. Jika dikalkulasikan dengan seluruh empang di beberapa sentra perikanan lele di wilayah pantura Kabupaten Indramayu bagian barat (Inbar) seperti Kandanghaur, Bongas dan Losarang jumlah kerugian waktu itu ditaksir di atas Rp100 miliar. Empat bulan kemudian atau bulan Mei lalu, kerugian kedua langsung menyapa. Itu menyusul overload produksi gara-gara pasca banjir petambak serempak menebar benih dan panennya secara serantak. Kondisi ini terjadi juga di seluruh sentra tambak lele, hingga membuat harga lele jatuh. “Produksi naik sementara permintaan stabil. Harga lele jatuh dan tidak semua bisa terserap pasar. Sampai dengan sekarang, sisa lele yang belum terjual masih ada,” kata dia. Ssaat stok lele yang melimpah dan tertahan di empang, petambak mulai dibayang-bayangi dengan ancaman penyakit yang dikenal dengan moncong putih. Penyakit ini disebabkan karena gesekan antar mulut ikan lele karena debit air empang terus menyusut seiring datangnya musim kemarau. (kho)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: