Kan Cemas Tokyo Terancam tanpa Penghuni
TOKYO- Untuk kali pertama setelah mundur pada 26 Agustus lalu, mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Naoto Kan menyuarakan ketakutannya terhadap krisis nuklir yang belum kunjung berakhir hingga kini. Politikus 64 tahun itu khawatir ibu kota Jepang akan berubah menjadi kawasan yang tidak bisa dihuni manusia lagi. \"Bayangan bahwa Tokyo akan berubah menjadi kota kosong tanpa seorang penduduk sempat melintas dalam benak saya,\" ungkapnya dalam wawancara khusus dengan surat kabar Tokyo Shimbun kemarin (6/9). Apalagi, begitu krisis nuklir di PLTN Fukushima Daiichi kian memburuk, pemerintah Jepang tak punya cukup sarana dan prasarana untuk segera mengosongkan ibu kota. Menurut Kan, mustahil mengevakuasi seluruh penduduk Tokyo dan Kanto dengan sekaligus. Instruksi pemerintah untuk mengosongkan zona sekitar 20 kilometer di sekitar PLTN yang dikelola TEPCO itu juga tak bisa dilaksanakan dalam satu langkah. Ketika itu, pemerintah menerapkan serangkaian tahapan sebelum akhirnya mengosongkan zona 20 kilometer di sekitar PLTN. Seiring dengan terus memburuknya krisis nuklir dan tersendatnya rekonstruksi pasca-gempa dan tsunami, Kan mengaku selalu dihantui mimpi buruk. Apalagi, masyarakat menilai pemerintahannya terlalu lamban dalam mengatasi bencana alam pada 11 Maret lalu itu. Hingga kini, setelah Kan tak menjabat, proses rekonstruksi masih berlangsung dan krisis nuklir belum kunjung mereda. Status krisis nuklir Fukushima yang disamakan dengan bencana nuklir Chernobyl membuat Kan terpaksa mundur. Sebelum mundur itu pula, dia sempat mendeklarasikan keinginannya untuk tidak lagi menggunakan nuklir sebagai sumber energi di Jepang. Dia mengimbau seluruh jajaran pemerintahan untuk mengeksplorasi jenis energi baru yang bisa diperbarui. \"Sebelumnya, saya yakin bahwa reaktor di Jepang aman karena didukung teknologi mutakhir. Tetapi, bencana 11 Maret mengubah seluruh pendapat saya itu,\" terangnya. Kan juga mengaku ngeri membayangkan makin luasnya zona steril di sekitar PLTN. Jika zona steril meluas, dia yakin bahwa status Jepang sebagai negara terancam hilang. \"Mengevakuasi 30 juta orang bukanlah perkara mudah. Bahkan, hal itu mustahil dilakukan. Jika itu sampai terjadi, Jepang tidak akan mampu bertahan lagi sebagai negara,\" ramalnya. Apalagi, jarak PLTN Fukushima dengan Tokyo hanya sekitar 250 kilometer. Tanpa dukungan wilayah di sekitarnya, Tokyo tak akan mampu bertahan sebagai pusat pemerintahan. Sementara itu, korban badai tropis Talas di Jepang terus bertambah. Kemarin, tak kurang dari 46 orang dilaporkan tewas akibat taifun yang mengamuk di barat Negeri Sakura tersebut. Sekitar 50 lainnya dilaporkan hilang. Sejauh ini, ribuan warga masih harus bertahan di tempat penampungan sementara karena permukiman mereka hancur. PM Yoshihiko Noda dijadwalkan melawat ke lokasi bencana kemarin. Untuk sementara, kebutuhan makan dan minum pengungsi mengandalkan bantuan dari pemerintah setempat. \"Setelah mendistribusikan 1.000 liter air minum dengan helikopter Senin lalu (5/9), kini kami berencana membagikan beras, mi instant, dan lebih banyak minuman lagi,\" kata jubir pemerintah. (AFP/AP/hep/dwi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: