Jaminan Bupati Harus Dibuktikan
Perda Mihol Dinilai Masih Tebang Pilih KUNINGAN – Ormas Pekat IB (Pembela Kesatuan Tanah Air-Indonesia Bersatu) Kuningan tidak merasa gentar dengan Perda 6/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Mihol yang tengah diujimateriilkan di MA. Bahkan ormas tersebut meminta bukti tertulis terkait jaminan bupati untuk tidak mengeluarkan izin kepada hotel berbintang tiga. “Pernyataan Wabup H Acep Purnama yang menjamin bupati tidak akan mengizinkan hotel berbintang tiga untuk menjual mihol itu perlu dibuktikan secara tertulis dan dimasukkan pada lembaran aturan tambahan yang berlaku sampai kapan pun,” tegas Sekjen Pekat IB Kuningan, H Nana Mulyana Latif ST saat jumpa pers di RM Flamboyan, kemarin (20/10). Dia berkata seperti itu, karena perda dibuat bukan hanya untuk dua atau tiga tahun ke depan, ataupun semasa bupati menjabat. Tapi mungkin akan berlaku puluhan tahun. Yang patut dipertimbangkan pula, seiring perkembangan zaman, hotel berbintang tiga ke atas di Kuningan akan bertambah. “Jadi tidak hanya satu. Bahkan mungkin akan menjamur pasca perda ini dilaksanakan. Kami khawatir dengan dilegitimasikannya perda ini akan membuka peluang distributor miras membuka gerbang pendistribusian miras terbesar di Kuningan untuk menutupi kebutuhan miras di wilayah 3 Cirebon pasca perda syariah 0 persen di Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon dan Indramayu,” beber Nana. Regulasi tentang mihol tersebut, lanjut dia, tidak sesuai keinginan dan harapan masyarakat Kuningan yang mayoritas muslim taat ibadah. Karena itu, perda tersebut akan selalu jadi polemik sampai kapan pun. Maka dari itu Pekat menempuh langkah uji materiil ke MA supaya ada kejelasan hukum. Pihaknya beranggapan lebih baik tidak memiliki perda mihol ketimbang memiliki perda yang akan menjadi polemik umat di masa yang akan datang. “Kami menyesalkan terbitnya perda yang ditandatangani Bupati 17 Juli 2014 ini. Karena ini sama dengan memberikan amunisi baru atas berbagai keonaran dan hilangnya nyawa anak bangsa atas penggunaan mihol berlebihan. Beberapa anak bangsa mati atau hilangnya masa depannya, ini mengisyaratkan untuk kita memahami bahwa tidak dibutuhkannya mihol/miras di negara tropis seperti Indonesia, khususnya Kuningan,” paparnya. Apa yang dilontarkan mantan ketua pansus, Momon C Sutresna, yang mengatakan perda dibuat untuk menjaga generasi muda dan anak cucu, menurut Nana, bahasa sampah. Sebab, melokalisasi penjualan dan pemakanan mihol merupakan kontra produktif dengan keinginan melindungi anak bangsa dari dampak negatifnya. “Momon juga mengatakan, penetapan perda sudah melalui komunikasi dan direstui ormas Islam. Kami pertanyakan ormas Islam yang mana, yang pernah merestui lokalisasi penjualan dan pemakaian miras seperti yang tertuang dalam redaksi perda tersebut?,” tanya Nana. Ia mengingatkan, jika bicara hak atau kebenaran harus dengan jalan yang hak pula. Jangan sampai menata yang hak berselimut kebatilan. Atau menutupi kebenaran dengan yang batil. Pihaknya menegaskan, ini jelas haram dan dilarang menurut Islam. Untuk itu, Pekat IB tetap menginginkan perda nol persen tanpa kecuali. Nana juga menjawab pernyataan yang menyebutkan, perda mihol sesuai dengan visi daerah yang agamis. Menurut dia, jika benar serius pemda akan menciptakan daerah yang agamis, maka tegakkan syariat Islam itu syaratnya. “Jangan sampai membingungkan masyarakat dengan munculnya peraturan mihol seperti ini. Rasulullah SAW bersabda ‘Akan datang suatu masa di mana orang-orang akan mengatakan makruf (kebaikan) sebagai munkar (keburukan), dan seruan munkar (keburukan) sebagai makruf (kebaikan), serta orang-orang akan mendukung para pembohong, padahal mereka menyeru kepada kebohongan’,” ungkapnya. Dengan semua ini, sambung Nana, batil akan tersebar. Untuk itu hak harus jelas dan kebenaran harus menang. Diakuinya, memang itu adalah sunatullah, bahwa kebenaran tidak akan menang sampai itu datang kelompok yang berjuang di jalan Allah, menghadapi dan menghancurkan yang batil. Itulah pokok-pokok yang menjadi tugas Pekat IB untuk memperjuangkannya. Seiring dengan pengajuan hukum uji materil berjalan di MA, pihaknya mengimbau semua pihak dapat menghargai proses hukum yang sedang ditempuh. Tapi jika tidak mengindahkan permohonannya, Pekat akan menantang pemda khususnya bupati agar segera mengeluarkan surat perintah penutupan tempat-tempat maksiat yang menjual miras/mihol di wilayah hukum Kuningan tanpa tebang pilih. “Karena menurut kami cukup dasar mengeluarkan ketegasan ini sesuai perda 6/2014. Kami Pekat IB Kuningan menyiapkan diri dan pasukan seandainya dibutuhkan untuk mengawal penegakan perda tersebut,” pungkasnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: