FPI Tolak Toleransi Penjualan Mihol
KUNINGAN – Soal peredaran mihol, akhirnya Ketua DPW FPI Kuningan K Endin Kholidin angkat bicara. Menurutnya, tidak ada toleransi untuk minuman haram. Baik itu di zona pariwisata ataupun tempat-tempat umum. Karena apa pun golongannya, minuman beralkohol diharamkan. “Apa pun alasannya, di zona pariwisata atau bukan, tak ada toleransi untuk mihol. Bagi FPI, mihol nol persen sudah final. Kami mendukung perda sekarang meskipun belum maksimal. Tapi kami sadar hukum, karena ada peraturan di atasnya, yakni Perpres,” tegas Endin kala dikonfirmasi, kemarin (23/10). Disinggung soal karyawan tempat-tempat hiburan atau kafe yang mata pencahariannya terancam, menurut Endin, itu asumsi mereka yang merasa terusik ekonominya. Karena jika berpikir lebih jauh, alangkah lebih baik apabila berjualan yang lain. Haram, imbuhnya, tetap haram. “Logikanya bagaimana orang mau sejahtera kalau sering mabuk. Sel-sel otak orang yang suka mabuk kan terganggu. Di mana letak sejahteranya?,” ucapnya. Endin melanjutkan, kesejahteraan karyawan kafe merupakan alasan orang yang tidak punya iman. Jika mengaku Islam maka septautnya perkara haram itu haram dan halal itu halal. Soal pariwisata, selaku bagian dari masyarakat Kuningan memberikan dukungan. Namun jangan sampai tempat pariwisata diidentikkan dengan tempat kemaksiatan dan tempat mabuk-mabukkan. “Karena jelas itu bertentangan dengan Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau ada miras di tempat pariwisata, berarti bertentangan dengan Pancasila. Jadi, kesejahteraan jangan dijadikan alasan,” tandasnya. Terkait pengecualian penjualan mihol di bar hotel berbintang tiga, Endin mengatakan, pihaknya telah melaksanakan pertemuan dengan pihak hotel. Tirta Sanita sebagai hotel satu-satunya yang berbintang tiga sudah berkomitmen untuk tidak berjualan. Begitu juga izin bupati terhadap hotel berbintang tiga, FPI akan mendesak bupati agar tidak mengeluarkan izin. “Karena ini sesuai dengan visi daerah yakni Kuningan MAS. Pokoknya kami mendukung perda yang sekarang walau belum maksimal. Harapan kami sih tanpa pengecualian, tapi karena kami pun sadar hukum dengan adanya perpres, maka kami mendukungnya,” tegas Endin. Soal uji materiil yang tengah dilakukan Ormas Pekat IB ke MA, diakuinya itu merupakan hak setiap warga negara. Namun menurut Endin, itu hanya menghabiskan energi saja. Lebih baik menjalani yang sekarang. “Kami tetap menolak mihol apa pun alasannya. Mau di zona pariwisata atau bukan, tetap kami menolaknya. Jika Bupati mengizinkan penjualan mihol di zona pariwisata, berarti bupati mengkhianati misi visinya sendiri,” kata Endin. Hal senada diungkapkan Ketua MUI Kuningan, KH Hafidzin Ahmad. Dikatakannya, untuk urusan mata pencaharian jangan sampai mencari yang haram. Karena sekali terjerumus ke lembah mata pencaharian itu, maka akan sulit untuk melepaskannya. “Carilah mata pencaharian yang halal, saya yakin tetap sejahtera. Kalau tetap menggeluti usaha yang haram, berarti kita tidak berusaha untuk memperbaikinya,” nasihat Hafidzin. Terkait perda mihol yang belum lama diterbitkan, menurutnya, paling tidak sudah ada pegangan meski belum sempurna. Pihaknya berharap ke depan bisa lebih disempurnakan. Masalah izin bupati terhadap bar hotel berbintang tiga, ia berharap agar jangan mengeluarkan izin begitu mudah. “Masyarakat kan sukanya dipermudah saja. Saya kira masalah itu lebih dikekang lagi,” harap Hafidzin. Terpisah, mantan Ketua Pansus Momon C Sutresna membantah jika disparbud dan disperindag tidak diundang dalam pembahasan raperda mihol. Tapi dia mengakui, ketua paguyuban karaoke tidak diundang. “Kami membahas raperda mihol bukan raperda tempat hiburan. Kalau membahas raperda tempat hiburan ya paguyuban karaoke juga harus diundang. Salah kalau tak mengundangnya,” ketus politisi Demokrat itu. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: