Pangkalan Gas Main Curang
ARJAWINANGUN– Puluhan pengkalan gas elipiji kemasan tiga kg diduga curang dalam menjalankan praktik usahanya. Harga yang mesti dijual Rp14.400/tabung, justru dibandrol hingga Rp17 ribu/tabung kepada konsumen. Kecurangan para pemilik pangkalan gas ini terungkap dalam inspeksi mendadak Dinas Perindustrian Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon, Himpunan Wiraswasta Minyak Bumi dan Gas (Hiswana Migas) Cirebon dan PT Pertamina. Inspeksi dilakukan di tiga kecamatan yakni, Arjawinangun, Beber dan Plumbon. “Yang paling parah pangkalan yang sudah melakukan kontrak dengan agen dari PT Gelora Bara Trisulis, ternyata tabungnya tidak sesuai dengan yang disesuaikan dari perusahaan tersebut. Bahkan, ada tiga agen yang berlokasi di satu panglakan yakni PT Sari Asih Aulia, PT Harjamukti Makmur dan PT Panca Mintra Sentosa,” beber Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri Disperindag, Dini Dinarsih SIP, kepada Radar, Kamis (23/10). Dini menambahkan, adanya tiga agen dalam satu pangkalan tentu saja tidak dibenarkan. Sebab, setiap pangkalan dan agen tentu memiliki perjanjian kontrak. “Ini sudah ngak bener. Apalagi papan di pangkalan tidak sesuai dengan segelnya,” tegasnya. Dini menduga, seringnya terjadi kelangkaan gas salah satu penyebabnya adalah pangkalan yang nakal. Gas melon yang disubsidi pemerintah, dijual dengan harga di atas ketentuan. Kemudian, ada permainan antara pangkalan dengan agen. Atas temuan ini, Dini akan mengagendakan pertemuan dengan PT Pertaminan dan Hiswana Migas dan memanggil kedua agen gas nakal tersebut. “Kita akan lakukan pembinaan,” tandasnya. Dini yakin, perbuatan curang tidak hanya dilakukan pangkalan di tiga kecamatan yang menjadi lokasi sidak. Tidak menutup kemungkinan kecurangan juga dilakukan pangkalan lain. “Sistem mereka itu, ketika ada pangkalan yang pasarannya jauh lebih laris dan yang satu pangkalan sepi. Maka, pangkalan yang sepi atau yang kebutuhan gas elpiji itu saling mengisi,” tuturnya. Dalam agenda sidak itu, tidak hanya pangkalan gas yang menjadi sasaran. Peternakan ayam dan rumah makan pun menjadi sasaran. Setelah ditinjau, diketahui Rumah Makan Palinggihan di Kecamatan Beber masih menggunakan tabung gas elpiji kemasan tiga kilogram. Padahal, rumah makan ini omzetnya sangat besar dan tidak layak menggunakan gas bersubsidi. Temuan ini mengundang keprihatinan. Sebab, gas bersubsidi alokasinya untuk masyarakat menengah ke bawah dan bukan untuk usaha rumah makan. Penggunaan gas oleh yang tidak berhak, menjadi salah satu indikasi sering menghilangnya gas melon di pasaran. “Sidak ini karena ada laporan dari masyarakat yang masuk ke kami, sehingga kami bergerak untuk melakukan sidak. Tak tanggung-tanggung di dalam rumah makan tersebut ada delapan tabung gas subdisi yang digunakan. Mereka beralasan saat untuk mencari gas 12 kg atau non subsidi itu sulit,” bebernya. Untuk masalah sanksinya sendiri, Dini tidak dapat memberikan gambaran yang jelas. Sanksi untuk pangkalan nakal ada di PT pertamina. Sementara itu, Senior Sales Eksekutif (SSE) Pertamina Wilayah Cirebon M Herdi Surya Indrawan mengatakan, ketika diketahui di lapangan ada pangkalan yang memainkan harga, apalagi pendistribusiannya tidak sesuai dengan agen, pihaknya akan memanggil agen tersebut. “Besok kita panggil untuk memberikan semacam peringatan atau sanksi. Sanksinya ya paling tidak akan disuplai lagi,” ungkapnya. Ketika peringatan dan pemanggilan sudah dilakukn, namun tetap saja membandel, pihaknya akan melakukan rapat dengan Hiswana Migas dan para agen untuk mengontrol seluruh pangkalan mulai dari papan nama, segel gas, dan harga jual. “Apabila masih diketahui masih ada yang nakal, kita akan tegas memberikan sanksi. Namun, sanksinya belum sampai ke pidana. Sebab peraturan gas epiji ini masih dalam peraturan mentri, presiden dan bupati. Kan undang-undangnya belum ada,” pungkasnya. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: