Perbup 42/2013 Perlu Penyesuaian
PANGENAN- Perbup 42/2014 terus menuai kecaman dan kritikan dari para kuwu. Mereka menginginkan agar aturan turunan UU 6/2014 ini tidak diberlakukan menyeluruh. Sebab, kondisi di setiap desa berbeda, sehingga Pemerintah Kabupaten Cirebon harus mempertimbangkan aspek adat istiadat dan kebiasaan yang ada. “Saya nggak menyalahkan UU 6/2014. Saya juga tidak menyalahkan Perbup 42/2014. Saya sangat sesalkan kok kenapa Pemkab Cirebon khususnya bagian hukum menelan mentah-mentah produk hukum ini,” ujar Kuwu Rawaurip Kecamatan Pangenan, Lukman Hakim, kepada Radar, Senin (27/10). Menurut dia, UU 6/2014 masih terlalu umum. Oleh sebab itu, diperlukan penyesuaian di setiap daerah. UU ini tidak bisa semena-mena dijadikan perbup apalagi perda, karena terus menerus menimbulkan protes dari berbagai kalangan. “Salah satu contoh, UU tersebut menyebutkan kepala desa, bukannya kuwu. Padahal di Kabupaten Cirebon, istilah kuwu yang digunakan. Itulah mengapa perlu ada penyesuaian dengan kondisi daerah,” tuturnya. Lukman berharap, pemkab mengerti kondisi desa di Kabupaten Cirebon. Setiap desa memiliki kultur tersendiri. Aspek kultur ini hanya diketahui dan dipahami oleh masyarakat setempat, termasuk perangkat desanya. Mempertimbangkan aspek ini, tentu saja tidak cocok bila bupati yang menentukan pejabat sementara kuwu melalui usulan camat. “Ingat di Kabupaten Cirebon itu selain ada hukum formal, hukum agama, hukum sosial dan ada satu lagi hukum yang terkadang kita lupakan hukum tersebut, yaitu hukum yang berdasarkan dengan musyawarah untuk mencapai hasil mufakat. Ini yang terkadang saat ini kita sepelekan,” tegasnya. Di tempat terpisah, Kuwu Ciledug Kulon H Wawan Hermawan mengatakan, dengan diterapkannya Perbup 42/2014 tentunya akan mematikan demokrasi di desa yang sudah ratusan tahun diterapkan. Wawan berharap pemkab merevisi Perbup 42/2012. Sebab, bila terus dipaksanakan berjalan, dikhawatirkan kondusivitas pemerintahan terganggu. (den)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: