Tangkal Ebola, Kemenkes Teliti Kelelawar
JAKARTA - Pencegahan penyakit yang ditularkan melalui hewan di Indonesia masih lemah. Padahal sejumlah hewan diduga menjadi biang penyebaran virus mematikan. Seperti kelelawar yang diduga menjadi vektor penyebaran virus ebola dan korona MERS. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes) sedang menuntaskan penelitian dan pengujian hewan-hewan yang menjadi vektor atau pembawa virus mematikan. Seperti kelelawar, tikus, dan nyamuk. Kepala Balitbangkes Kemenkes Tjandra Yoga Aditama menuturkan, terkait dengan isu kesehatan terkini yang paling diantisipasi adalah keberadaan kelelawar. \"Kelelawar memang diduga sebagai salah satu vektor untuk ebola di Afrika dan MERS CoV (korona virus, red) di Asia Tenggara,\" kata dia di Jakarta kemarin. Tetapi masyarakat tidak perlu mencemaskan kabar tersebut. Sebab penelitian yang berujung pengamatan pola penularan penyakit itu belum selesai. Tim Balitbangkes Kemenkes sudah mengumpulkan 136 ekor kelelawar. Selain itu juga mengumpulkan 2.871 ekor nyamuk, 2.005 jentik nyamuk, dan 127 ekor tikus. Tjandra menjelaskan, sampai saat ini kelelawar yang diduga menjadi penyebar ebola adalah kelelawar yang ada di Afrika. Sedangkan kelelawar yang menjadi media penyebaran virus korona, adalah kelelawar yang ada di Timur Tengah. \"Jadi yang membawa penyakit itu bukan kelelawar di Amerika, Eropa, Asia Tenggara, atau Australia,\" jelas dia. Menurut Tjandra, hewan-hewan yang diteliti hanya hewan yang positif membawa penyakit saja. Untuk jenis kelelawar, dinyatakan sudah membawa virus nipah. Virus ini membuat penderitanya mengalami peradangan pada otak. Dia mengatakan tim Balitbangkes Kemenkes belum menemukan kelelawar Indonesia yang positif sebagai vektor ebola atau korona. Kemudian untuk nyamuk, dicari yang membawa malaria, demam beradarah, dan Japanese Encephalitis (JE). Penyakit JE ini mengakibatkan peradangan otak pada anak-anak usia 5-9 tahun. Penyakit ini menyebar di wilayah Asia, termasuk Indonesia dan menjadi kasus endemis. Sementara untuk tikus yang diteliti membawa bibit penyakit leptospirosis dan hanta. Tjandra mengatakan, pengumpulan data hewan yang membawa penyakit ini tuntas pada 31 Oktober lalu. Sedangkan tahap analisis dilaksanakan antara satu hingga dua bulan ke depan. \"Kami harapkan hasilnya akan jadi salah satu dasar untuk penyusunan program Kemenkes 2015,\" tutur Tjandra. Sementara itu, biolog sekaligus peneliti alam liar Universitas Indonesia (UI) Jatna Supriatna menuturkan, kelelawar dari Afrika atau Timur Tengah tidak bisa terbang sampai ke Indonesia. Sebab kelelawar yang berpotensi menjadi vektor penyakit mematikan itu, umumnya yang memakan daging atau penghisap darah. \"Kelelawar yang memakan daging atau pengisap darah, terbangnya tidak bisa jauh. Tubuhnya juga kecil,\" terangnya. Dia mengakui bahwa kelelwar di Afrika menjadi penyebar penyakit ebola. Alurnya adalah, kelelawar yang membawa bibit penyakit ebola itu menghisap tubuh monyet, babi hutan, atau hewan-hewan hutan lainnya. Kemudian kera atau hewan-hewan hutan lain yang sudah terkontaminasi virus itu, menjadi makanan orang-orang Afrika. \"Bahkan kelelawarnya yang ada virusnya itu, juga dimakan oleh orang sana (Afrika, red),\" tandasnya. Jatna menjelaskan kelelawar yang bisa terbang jauh adalah kelelawar pemakan buah-buahan. Kelelawar jenis ini jarang membawa bibit penyakit. Dia juga menjelaskan, memakan buah sisa kelelawar pemakan buah tidak masalah. Alasannya sebelum dimakan, buah itu dicuci bersih terlebih dahulu. (wan/end)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: