Data Warga Miskin Belum Terintegrasi

Data Warga Miskin Belum Terintegrasi

KEJAKSAN- Terbitnya kartu sakti Jokowi yaknio Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan  Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tampaknya membuat wakil rakyat kebingungan. Apalagi data yang dijadikan acuan adalah data BPS tahun 2011, sedangkan kondisi saat ini sudah jauh berbeda. Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon, Sumardi, mengaku bingung dengan kemunculan 3 karu sakti Jokowi, karena data yang digunakan untuk menerbitkan 3 kartu itu adalah data tahun 2011 atau sama seperti data Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah pusat yang mengacu kepada data tahun 2011. Terbitnya kartu ini justru dikhawatirkan memunculkan gejolak di masyarakat, apalagi program PKH di Kota Cirebon sempat memunculkan konflik antara warga dengan RT dan RW. Dan persoalan ini tidak menutup kemungkinan akan muncul kembali. “Yang menjadi persoalan, seperti program PKH beberapa waktu lalu muncul konflik, ini (3 kartu sakti) juga bisa memunculkan hal yang sama karena data yang digunakan tahun 2011,” kata politisi PAN itu. Data itu, kata Sumardi, mestinya  satu. Yang menjadi persoalan selama ini, data miskin yang dimiliki antar instansi berbeda-beda. BPS memiliki data sendiri, begitu juga dengan dinkes, dinsosnakertrans, BPMPPKB dan Bappeda. “Mestinya data miskin satu, kalau kondisi data kemiskinan selalu berlainan dan tidak pernah jadi satu, maka sampai kapanpun persoalan data itu tidak akan pernah selesai,“ kata Sumardi. Sumardi bahkan kembali mempertanyakan sumber data 3 kartu sakti Jokowi. Pihaknya mencontohkan data jamkesmas dan jamkesda selama ini bisa memunculkan data yang berbeda. Jamkesmas bisa 80 ribu,  kenyataannya jamkesda hanya 40 ribu. Perbedaan kriteria antara 14 dan 16 kriteria inilah yang menyebabkan tidak ada selesainya penyatuan data kemiskinan. Anggota Komisi C, Benny Sujarwo justru berpandangan lain. Menurut Benny, kartu sakti Jokowi itu dibagikan berdasarkan data 2011, hanya saja sambil membagikan  kartu, sambil berjalan juga dilakukan revisi data. Dengan begitu, tidak ada persoalan dengan data acuan 3 kartu sakti Jokowi. “Anggarannya (tiga kartu sakti Jokowi, red) menggunakan APBN Perubahan 2014,“ kata politisi PDIP itu. (abd) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: