Presiden Tanya Soal Ahmadiyah

Presiden Tanya Soal Ahmadiyah

KUNINGAN - Bentrokan di Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan antara jemaat Ahmadiyah dan Ormas Islam, menyita perhatian Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk memastikan kondisi di Kabupaten Kuningan, juru bicara presiden, Julian Pasha menelepon Bupati Kuningan H Aang Hamid Suganda menanyakan kondisi terkini di Kabupaten Kuningan. “Saya ditelepon juru bicara presiden, Julian Pasha. Dia menanyakan kondisi di Kabupaten Kuningan pasca bentrokan. Saya bicara apa adanya di telepon itu. Saya juga meminta kepada pemerintah pusat untuk segera mengambil keputusan,” kata Bupati H Aang Hamid Suganda kepada Radar usai memantau perkembangan di Desa Manis Lor, kemarin (30/7). Kepada jubir presiden, bupati juga mengutarakan semua masalah yang terjadi Manis Lor dan meminta agar penanganannya diselesaikan secepatnya oleh pemerintah pusat. “Intinya saya meminta supaya pemerintah pusat jangan berpangku tangan dan segera mengambil keputusan. Apapun keputusannya, saya di daerah akan mendukungnya,” tegas dia. Aang sempat berdialog dengan beberapa tokoh masyarakat. Tak lupa bupati berkeliling di desa itu untuk memastikan kondisi Manis Lor. Raut wajah orang nomor satu di Kota Kuda itupun terlihat tenang saat memberikan keterangan kepada wartawan. Dia berjanji akan mendesak pemerintah pusat untuk segera menuntaskan masalah ini, karena pusatlah yang memiliki kewenangan bukan daerah. Bupati juga mengatakan jika masalah ini harus diselesaikan oleh pemerintah pusat. “Presiden harus turun tangan supaya persoalan ini cepat selesai,” pintanya. Sebab, kata Aang, pemerintah di daerah tidak memiliki kewenangan. “Yang memiliki kewenangan adalah pemerintah pusat, daerah tidak punya. Harus segera mengambil keputusan agar tidak lagi terjadi peristiwa seperti kemarin,” jawabnya tegas. Dia juga menyesalkan terjadinya bentrokan, Kamis siang lalu. Karena bagaiamanapun yang menjadi korban adalah rakyat Manis Lor sendiri yang merupakan masyarakat Kabupaten Kuningan. “Mereka semua adalah rakyat saya. Baik non Ahmadiyah maupun Ahmadiyah, mereka adalah rakyat saya. Saya tidak ingin melihat mereka menderita. Solusinya pemerintah pusat harus cepat mengambil keputusan yang jelas dan tegas. Ini untuk menghindari kejadian serupa,” desak bupati yang dikenal merakyat tersebut. Bupati juga berharap situasi kondusif ini bisa dipertahankan. Pihaknya tidak ingin peristiwa bentrokan terulang lagi. Dan semua pihak menahan diri, dan tidak mudah tersulut emosi. “Yang rugi masyarakat sendiri. Kepada aparat keamanan, saya juga meminta untuk tetap siaga. Antisipasi ini perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan peristiwa bentrokan terulang kembali,” katanya. Dari pantauan Radar, pasca bentrokan, kondisi Manis Lor kembali normal. Meski begitu aparat keamanan dari Polres, Brimob dan Satpol PP tetap berada di lokasi kejadian. Termasuk juga Kapolres Kuningan, AKBP Dra Hj Yoyoh Indayah MSi berada di lokasi memantau perkembangan. Dengan tongkat komando di tangannya, Kapolres didampingi ajudan dan Kaur Binops Lantas, Iptu Budiman juga berkeliling mengecek beberapa rumah warga Manis Lor. “Sekarang keadaannya sudah kondusif. Aparat keamanan tetap akan berjaga di Manis Lor sampai kondisinya benar-benar normal dan aman. Penempatan personel aparat keamanan tak hanya dari Polres melainkan juga dari Brimob. Kami tetap siaga guna mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan,” kata Kapolres kepada sejumlah wartawan. Sementara dari pihak Ahmadiyah sendiri tetap bersikukuh  mempertahankan masjidnya. Itu terlontar dari Deden Sujana, dari Komisi A Pengamanan Ahmadiyah Pusat. Dengan tegas Deden menyatakan, pihaknya akan mempertahankan masjid Ahmadiyah meski ada wacana penutupan atau penyegelan. “Kami akan mempertahankan, dan melawan jika masjid Ahmadiyah disegel atau ditutup. Baik itu oleh pemerintah maupun oleh yang lain. Itu sudah menjadi tekad kami semua jemaat Ahmadiyah,” sebutnya. KECAM ANARKISME Kemarin (30/7), sejumlah pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor sewilayah III Cirebon datang ke Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, untuk mengecam kekerasan yang dilakukan sejumlah orang terhadap jemaat Ahmadiyah dan fasilitas ibadahnya. Mereka meminta semua pihak menahan diri untuk tidak berbuat anarkis, dan menyerahkan persoalan Ahmadiyah kepada prosedur hukum yang berlaku. Kecaman tersebut disampaikan Ketua GP Ansor Kabupaten Kuningan Emup Muplihuddin, Ketua GP Ansor Kabupaten Cirebon Nuruzzaman, Ketua GP Ansor Kabupaten Majalengka Adhie Patria, Ketua GP Ansor Kota Cirebon Ahmad Yani, dan Ketua GP Ansor Kabupaten Indramayu Asroruddin, di hadapan wartawan di Desa Manis Lor. Ada enam pernyataan yang disampaikan GP Ansor wilayah III Cirebon dalam kesempatan itu. Keenam tuntutan itu, kata juru bicaranya Emup Muplihuddin, yakni GP Ansor mengutuk tindak kekerasan yang dilakukan kelompok yang tidak bertanggung jawab, siap bahu membahu bersama komponen lain untuk menjaga kesatuan bangsa, NKRI, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Mereka juga menunggu dari para kiai Nahdlatul Ulama (NU) untuk melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan demi keamanan bangsa, meminta pemerintah dan aparat keamanan untuk menindak tegas pelaku kekerasan dari pihak manapun dan memberikan perlindungan terhadap semua komponen bangsa, tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, maupun keyakinan. “Kami juga siap membantu aparat keamanan dalam pengamanan dengan mengerahkan ribuan anggota Banser dari wilayah III Cirebon, tentu bila diperlukan oleh aparat keamanan. Dan yang terpenting, meminta masyarakat untuk mengedepankan etika dan supremasi hukum dengan menyerahkan masalah Ahmadiyah kepada pemerintah pusat, sebagaimana tertuang dalam SKB 3 Menteri No 3/2008  tertanggal 9 Juni 2008 tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga masyarakat,” beber Emup. Nuruzzaman menambahkan, GP Ansor tidak dalam kapasitas membela akidah Ahmadiyah, tetapi ingin menegakkan sesuatu yang fundamental, yaitu menyerukan untuk mengatasi masalah tanpa kekerasan, siapapun dan terhadap apapun. “Jadi saya tegaskan, yang kami kutuk adalah kekerasannya. Kami mendesak agar masalah Ahmadiyah diselesaikan tanpa ada setetes darah pun yang menetes,” tandas ketua GP Ansor Kabupaten Cirebon itu. Nuruzzaman juga menekankan perlunya ketegasan aparat keamanan, terutama terhadap kedatangan kelompok-kelompok di luar Kuningan yang berpotensi melakukan kekerasan, sebab akan semakin memperkeruh situasi. Masalah di Manis Lor, kata dia, cukup diselesaikan oleh masyarakat Kuningan sendiri. Kekerasan yang terjadi dan dilakukan oleh massa yang mayoritas bukan dari Kuningan, sambungnya, akan menciptakan image Kota Kuda sebagai daerah sumber kekerasan dan wilayah yang tidak kondusif. “Padahal selama ini Kuningan adalah daerah yang relatif paling kondusif di wilayah III Cirebon,” ujarnya. Nuruzzaman dan para pengurus GP Ansor di wilayah III Cirebon lainnya juga menyayangkan insiden penendangan terhadap tokoh NU di Kuningan hingga tak berdaya, yang dilakukan oknum ormas saat melerai anarkisme massa pada hari Kamis (29/7) pasca istighotsah. “Penendangan tersebut adalah tindakan yang tidak manusiawi,” tandas dia. Mereka juga berharap, warga dan tokoh NU dapat melakukan dakwah yang berbeda kepada siapapun, termasuk jemaat Ahmadiyah, dengan tanpa kekerasan. Tentunya melalui pendekatan yang terpuji, penuh akhlakul karimah, bil hikmah, dan mujadalah yang baik, karena jauh lebih mengena.(ags/lil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: