Tervonis Kasus DAK Dishutbun ”Bernyayi”

Tervonis Kasus DAK Dishutbun ”Bernyayi”

Datangi Kantor Kejaksaan, Minta Keadilan KUNINGAN – Kasus penyimpangan DAK 2011 di lingkungan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), menyeruak kembali. Perkara yang sudah divonis tersebut ternyata membuat salah seorang tervonis, Syaifuddin Gani “bernyanyi”. Dia tidak merasakan tegaknya keadilan dalam perkara tersebut. Kemarin (13/11), Syaifuddin Gani mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Kuningan. Ia mendapat pengawalan dari Komparasi (Komunitas Panji Rakyat Tersisih). Di kantor Korp Adhyaksa itu, mereka diterima Kasi Pidsus, Herwatan SH dan Kasi Intel, Holil SH. Lantaran pintu ruang pertemuan tertutup, Radar tidak mengetahui proses dialog yang berlangsung. Hanya saja usai berdialog, Syaifuddin Gani memberikan keterangan pers kepada wartawan. “Di Pengadilan Tipikor tiga terdakwa sudah divonis. Mulai dari Pak Jaja selaku PPK (pejabat pembuat komitmen), kemudian saya selaku pembantu PPTK (pejabat pelaksana teknis kegiatan) bagian teknis, dan Bu Ayu pembantu PPTK bagian administrasi,” sebut pria yang akrab disapa Gegen itu mengawali ceritanya. Ketiga terdakwa, lanjut dia, divonis kurungan penjara 1 tahun dikurangi subsider. Namun subsider antara Jaja dengan dirinya berbeda. Untuk Jaja dua bulan, sedangkan Gegen dan Ayu hanya satu bulan. Kerugian negara dari kasus tersebut mencapai Rp 57,5 juta. Meski saksi-saksi mengungkapkan tidak ada unsur korupsi, melainkan hanya kesalahan administrasi, namun ternyata tetap divonis. “Kalau ternyata hanya administrasi, lantas Pak Jaja kaitannya apa? Oke misalkan saya dan Bu Ayu melakukan kesalahan, tapi atas perintah siapa? Saya hanya sekadar staf. Yang memerintah itu kan Pak Jaja dan Pak Bagja,” ungkapnya. Ia memertanyakan Plt kadishutbun waktu itu setelah kadisnya, Dendi Warsita, pensiun. Tapi ternyata tak tersentuh. Ia juga mempertanyakan kasus dugaan pemerasan oknum kejaksaan senilai Rp20 juta. Termasuk ketika ada pemanggilan terhadap 11 SKPD, di mana dishutbun hanya menyetorkan uang senilai Rp25 juta. “Ceritanya begini, pada tahun 2012 kasi pidsus memanggil 11 SKPD yang melaksanakan DAK. Ia meminta uang, hanya dishutbun saja yang tidak setor. Yang saya tahu Dinas Pertanian waktu itu ngasih Rp250 juta dibagi dua termin. Pertama Rp150 juta dimasukkan tong sampah dan yang kedua Rp100 juta di laci,” sebutnya. Dalam perjalanan, dishutbun pun akhirnya berusaha untuk mengumpulkan uang. Gegen menyebutkan, pengumpulan tersebut dilakukan oleh kadishutbun sekarang dan mantan Plt kadishutbun lama. Pengumpulan uang dilakukan terhadap pemborong, dan patungan. “Yang mengumpulkan dari pemborong itu kadis, sedangkan yang mengumpulkan patungan mantan Plt kadis. Dari dinas senilai Rp25 juta, dari pribadi mantan Plt Rp25 juta, dari Pak Jaja Rp20 juta dan dari saya beserta Bu Ayu Rp 10 juta,” bebernya. Selaku orang yang sudah divonis, Gegen mempertanyakan kembali uang yang dulu diistilahkan dana perjuangan. Sebab para pengumpul uang mengaku sudah menyerahkannya ke pihak kejaksaan. Menyikapi hal itu, Penasihat Komparasi, Fri Maladi mengatakan, pihaknya akan menghormati upaya penegak hukum jika Gegen hendak dieksekusi. Bahkan pihaknya pun akan mengantarkan tervonis sampai ke pintu LP. Itu dimaksudkan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa proses hukum yang berlaku seperti itu. “Itulah cara kami dalam berpartisipasi menunjukkan kepedulian terhadap proses hukum yang karut-marut. Nanti kami akan berangkat dari DPRD, singgah di Kejaksaan, dilanjutkan ke Pendopo, baru kemudian ke LP,” sebutnya. Namun dia meminta agar eksekusi terhadap Gegen ditunda sampai oknum-oknum yang terlibat diproses hukum. Baik itu oknum kejaksaan maupun atasan Gegen. Kelompok yang belum menerima pengembalian uang hasil sitaan pun, Maladi meminta untuk segera diselesaikan sesuai perintah hakim. “Kalau seperti itu, baru adil,” tegasnya. Sementara itu, Ketua Komparasi, Deki Zainal Muttaqin sengaja membawa contoh kasus yang patut menjadi perhatian bagi semua ke kantor kejari. Pihaknya prihatin terhadap penegakan hukum yang tidak memberikan rasa adil. Dengan dibawanya tervonis, Gegen, itu membuktikan bahwa hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas. “Gegen itu korban. Sementara hukum tak bisa menyentuh ke atas. Banyak kasus yang sudah di-SP3-kan, ternyata memang tak tersentuh. Kami berharap keadilan ditegakkan. Kalau kejaksaan tidak tebang pilih, maka kami pun pasti mengawalnya,” kata Deki diamini penasihatnya, Rudi Iskandar SH. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: