Hewan Langka Dijual Tanpa Surat

Hewan Langka Dijual Tanpa Surat

Berburu Hewan Liar di Pasar Hewan Weru Macet dan bau asap knalpot senantiasa hadir setiap hari di sekitaran Pasar Burung, Desa Weru Kidul, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Terutama di akhir pekan, kunjungan ke pasar hewan ini meningkat tajam. RATUSAN orang berasal dari Kabupaten Cirebon dan sekitarnya datang berbondong-bondong ke pasar yang lokasinya dekat dengan MAN 1 Cirebon ini. Meski akrab disebut pasar ayam, namun yang dijual di pasar ini tak hanya unggas. Banyak hewan liar dan dilindungi berdasar Peraturan Pemerintah (PP) 7/1999, justru dijual bebas. Dari 294 spesies yang dilindungi berdasar PP tersebut, lebih dari 20 spesies diketemukan dan diperjualbelikan di pasar ini. Aldi (23), warga pinggiran Kota Cirebon setiap satu bulan sekali menyediakan waktunya untuk berkunjung ke pasar tersebut. Tujuannya, tak lain memburu sejumlah hewan peliharaan, mulai dari unggas, mamalia, sampai dengan hewan karnivora. “Saya hobi memelihara hewan, apa saja yang menarik dan belum saya miliki, pasti akan saya beli,” ucap Aldi, saat berbincang dengan wartawan koran ini. Pria bertato itu membeli satu ekor monyet berbulu perak seharga Rp500 ribu. Dalam transaksi hewan primata ini, sempat terjadi tawar menawar antara Aldi dengan pedagang. Awalnya, pedagang mematok harga monyet sebesar Rp700 ribu. Namun, setelah tarik menarik harga, monyet yang katanya berasal dari wilayah Slawi Jawa Tengah ini dihargai setengah juta dan dibungkus dengan karung putih untuk dibawa pulang oleh Aldi. “Selain lucu, monyet itu makannya gampang. Kasih pisang saja pasti mau dan kotorannya mudah dibersihkan,” bebernya. Secara kasat mata tak ada yang salah dengan transaksi ini. Monyet adalah salah satu satwa liar yang harus dilindungi. Dari kios tempat Aldi membeli monyet, juga tersedia banyak sekali satwa-satwa liar, seperti kucing hutan, musang, tupai dan biawak. Begitu juga dengan jenis unggas. Menurut pedagang hewan yang enggan disebutkan namanya, satwa tersebut ia dapat dari masyarakat yang sengaja berburu dan menangkap secara hidup-hidup, lalu mereka jual. “Ya ada yang dari Cirebon, kaya biawak yang berasal dari muara-muara,” ujar pedagang yang berusia sekitar 50 tahun ini. Dalam kios tersebut, terlihat ada satu ekor lutung atau monyet berekor panjang dengan bulu berwarna hitam legam. Menurut pegadang hewan itu, lutung ia dapatkan dari kawasan hutan di Pemalang Jawa Tengah. “Harga lutung ini saya bandrol Rp800 ribu, masih bisa nego tapi dikit,” ucapnya. Tentu saja, dalam transaksi tersebut tidak ada surat menyurat sebagai bentuk legalitas kepemilikan hewan. Padahal, lutung yang termasuk ke dalam hewan yang patut dilindungi karena populasinya terus menurus akibat deforestasi hutan dan perburuan masyarakat, ditambah lagi lutung yang memiliki nama latin trachypithecus auratus merupakan salah satu binatang endemik di Pulau Jawa. “Tidak perlu surat-suratan mas, harga cocok silakan ambil,” ungkapnya. Tidak hanya lutung, di pasar itu ditemukan burung bubut besar (centropus sinensis). Burung tersebut juga jenis unggas endemik Pulau Jawa yang tersebar di kawasan hutan hujan tropis. Kemudian burung love bird, merpati dan sejumlah spesies burung lainya. Wartawan koran ini sebelumnya juga pernah menemukan burung merak, trenggiling, landak, elang jawa, elang laut perut putih, burung hantu dan hewan berstatus nyaris punah lainnya. Hewan-hewan itu dibandrol dengan harga di bawah Rp1 juta. Tentu saja, penjualan hewan liar secara bebas ini sungguh ironis di tengah upaya para pemerintah dan para pemerhati untuk meningkatkan populasi hewan liar di alam. Pegiat lingkungan Petakala Grage, Deddy Madjmoe mengatakan, pemerintah tidak bisa tinggal diam. Di tengah upaya pelestarian satwa liar, justru perdagangan hewan tidak terkontrol. Adanya penadah hewan liar, tentu saja membuat para pemburu hewan di habitatnya kian merajalela. Deddu mencontohkan penjualan elang jawa yang populasinya sangat sedikit. Tahun lalu, Pemkab Kuningan baru saja melepas satu ekor elang jawa ke habitatnya. Tapi, di pasar hewan elang jawa justru dijual bebas. Pemkab Cirebon juga tidak bisa menutup mata, sebab hewan ini juga hidup di kawasan hutan Cikalahang dan dataran tinggi Kabupaten Cirebon yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Tak hanya itu, jual beli hewan liar secara undang-undang tidak dibenarkan apabila tidak adanya bukti surat menyurat, keberadaan mereka sangat penting untuk kelangsungan ekosistem alam. “Harus ada ketegasan dari pemerintah, mereka ini satwa liar yang harusnya dibiarkan hidup di alam,” katanya. Walaupun dengan alasan untuk dipelihara, sesungguhnya hewan lebih baik hidup di habitat aslinya. Penyayang binatang yang baik adalah mereka yang membiarkan hewan-hewan hidup di alamnya, demi kelangsungan ekosistem alam. (mohamad junaedi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: