Angkot Gunungsari-Ciperna Mogok Lagi
Para Sopir Kesal Penumpang Banyak Bayar di Bawah Tarif CIREBON - Puluhan sopir angkutan kota (angkot) jurusan Gunung Sari-Ciperna kembali memilih untuk mogok masal, kemarin (20/11). Aksi tersebut kembali dilakukan sebagai bentuk protes pada para penumpang yang tidak mau membayar sesuai tarif yang berlaku. Koordinator Keluarga Besar Pengemudi Angkutan Gunung Sari-Ciperna, Uub mengatakan, aksi mogok yang dilakukannya bukan menolak kenaikan harga BBM. Hanya saja, kata dia, para penumpang, hingga kini tidak mau membayar sesuai tarif yang ada. “Bensin sudah naik, sementara mereka bayarnya ada yang Rp2.000 atau bahkan Rp1.500. Daripada narik juga nombok, lebih baik tidak saja sekalian,” tuturnya. Dengan adanya kenaikan BBM, kata dia, untuk menjalankan satu putaran trayek GC dibutuhkan setidaknya Rp20 ribu. Sebelumnya, hanya dengan bensin senilai Rp12 ribu, sopir angkot sudah bisa menjalankan satu putaran trayek GC. “Sekali putar saja Rp20 ribu. Kalau mereka (penumpang) bayarnya saja masih kurang, paling banyak satu putaran itu hanya nutup untuk bensin saja. Belum untuk setorannya,” lanjutnya. Uub mengatakan, aksi mogok tersebut hanya akan dilakukan hingga kemarin (20/11). Rencananya, hari ini, angkot GC mulai mencoba untuk kembali beroperasi. Hanya saja, bila masyarakat masih tidak membayar sesuai dengan tarif, maka tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan aksi mogok masal kembali. “Nanti kita pasang imbauan dan juga tarif yang harusnya dibayarkan. Semoga saja penumpang membayar sesuai tarif yang ada. Kalau ternyata besok (hari ini, red) masih belum, ya kami akan mogok lagi,” tukasnya. Terpisah, Sekretaris Organda, Karsono mengatakan, pemerintah Kota Cirebon memang telah mengeluarkan tarif baru angkutan umum. Untuk pelajar sebesar Rp2.500 dan umum Rp4.000. “Tapi kita mengajukan tarif untuk pelajar sebesar Rp3.000, sementara umum Rp4.000,” jelasnya. Bila tarif pelajar hanya naik sebesar Rp500 menjadi Rp2.500, sebagian besar pelajar akan tetap membayar dengan nilai Rp2000. “Kalau naik menjadi Rp2.500, itu pasti sama saja seperti tidak naik. Karena pasti pelajar juga hanya akan membayar Rp2.000. Sementara sopir angkot sendiri akhirnya nerima apa adanya. Jadi sama saja seperti tidak naik,” lanjutnya. Mendapati hal tersebut, pihaknya mengusulkan agar tarif pelajar naik menjadi Rp3.000. “Yang dari pemerintah sudah saya sosialisasikan sebesar Rp2.500. Tapi kami organda menginginkan tarif pelajar menjadi Rp3.000,” tukasnya. PENUMPANG TAMBAH SEPI Naiknya harga BBM membuat jasa angkutan khususnya angkot, semakin terpuruk. Ini terbukti sejak naik pada tanggal 18 November, jumlah penumpang menurun drastis. “Sepi sekali, sedangkan setoran harus naik. Saya hanya bisa sabar dengan situasi ini,” ucap Budi sopir angkot 03 Cirendang-Pasar Baru kemarin (20/11). Budi yang sedang beristirahat di warung dekat Taman Cirendang mengatakan, satu-satunya penumpang yang saat ini menjadi andalan adalah anak sekolah. Meski sebenarnya dari tahun ke tahun khususnya anak SMA jumlahnya menurun karena banyak yang membawa motor sendiri. “Selain masalah menurunnya penumpang, juga masalah tumpang tindihnya trayek di Kuningan. Banyak trayek yang seperti ini, sehingga saling rebut penumpang,” jelas bapak tiga anak itu. Sementara itu, sopir lainnya Santa menambahkan, dengan kenaikan BBM, maka setoran menjadi naik dari semula Rp75 ribu kini menjadi Rp90 ribu. Dari jumlah angkot 03 dan 04 (Cirendang-Kota) yang berjumlah 170 unit, dengan adanya kenaikan bisa saja berkurang karena berat dengan biaya operasional. “Kamarin dapat Rp90 ribu karena ada elf mogok, sekarang setengah hari baru mengantongi untuk membeli bensin. Benar-benar memberatkan kenaikan BBM ini,” ucap Santa. Seperti halnya Budi dan Sapta, Jejen supir angkot 08 jurusan Cirendang-Lengkong mengatakan, nasib angkot 08 bisa seperti 05 Cirendang-Ancaran yang gulung tikar. Sebab, sebelum BBM naik sepi dan kini semakin sepi. “Meski melewati jalur kampus namun sepi karena mahasiwa membawa kendaraan. Kalau mereka tidak membawa sudah dipastikan akan ramai. Kalau ramai mungkin jumlah armada tidak akan seperti sekarang ini hanya 8 unit,” ucap Jejen. Mereka bertiga berharap ada ketegasan dari pemerintah khusus kepada para pelajar yang membawa kendaraan. Dengan membatasi pelajar khusus yang di wilayah perkotaan maka angkot bakal ramai. “Masa yang belum 17 tahun bebas membawa kendaraan, mana ketegasanya dari pihak terkait. Kalau di pedesaan saya berikan toleran karena kalau tidak membawa kendaraan sulit berangkat ke sekolah. Apabila mengandalkan penumpang umum cukup sulit kerena banyak memilih menyicil motor,” timpal Budi. (kmg/mus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: