Rusuh Rasisme, Ferguson Mencekam

Rusuh Rasisme, Ferguson Mencekam

Gara-gara Polisi Penembak Tak Diseret ke Pengadilan FERGUSON - Kota Ferguson, Missouri, Amerika Serikat (AS), sejak Senin (24/11) waktu setempat berubah mencekam. Massa mengamuk dan membakar mobil serta berbagai bangunan. Aparat polisi juga menjadi target serangan. Kemarahan massa itu terjadi setelah grand jury menyatakan bahwa petugas kepolisian Darren Wilson (28) yang menembak remaja kulit hitam Michael Brown (18) hingga tewas 9 Agustus lalu tidak akan diajukan ke pengadilan. \"Polisi ditembaki dan dilempari dengan batu serta berbagai benda lain,\" ujar Kepala Departemen Kepolisian St Louis County Jon Belmar. Kasus penembakan itu memang mengarah ke sentimen rasisme pada warga kulit hitam. Sebab, polisi yang melakukan penembakan berkulit putih dan korbannya berkulit hitam. Belmar menambahkan, massa menjarah toko-toko di sepanjang jalan. Termasuk di antaranya toko telepon genggam di seberang kantor polisi St Louis County. Beberapa toko bahkan dibakar, salah satunya adalah restoran pizza Little Caesars. Puluhan mobil polisi juga berubah menjadi arang, dua di antaranya terbakar parah hingga meleleh. Beberapa pelaku pembakaran dengan bangga berfoto di samping mobil yang masih membara. Sampai pukul 02.30 waktu setempat kemarin (25/11), total ada 12 bangunan yang dibakar. Selain itu, terdengar sekitar 150 suara tembakan. Namun, desing peluru tidak berasal dari pihak kepolisian, melainkan massa yang mengamuk. Gubernur Missouri bahkan sampai meminta tambahan personel penjagaan dari Pasukan Garda Nasional untuk mengamankan situasi. FBI juga ikut diterjunkan. Sejauh ini, sudah 29 orang yang ditangkap dan 13 orang mengalami luka ringan. Sampai kemarin, kondisi di Ferguson masih kacau-balau dengan pecahan kaca. Selain itu, rongsokan mobil yang terbakar berserakan di mana-mana. Protes tidak hanya terjadi di Ferguson. Sebanyak 90 kota lain di AS juga menggelar aksi. Termasuk di antaranya Los Angeles, New York, Chicago, dan Washington DC. Namun, mereka melakukan aksi dengan cara damai. Tiga jembatan di New York ikut ditutup oleh massa sebagai bentuk protes. Presiden AS Barack Obama dan keluarga Michael Brown sempat meminta massa tenang. \"Kita adalah negara yang dibangun dengan aturan hokum. Jadi, kita harus menerima keputusan yang diberikan oleh grand jury. Saya bersama dengan orang tua Michael meminta setiap orang yang memprotes keputusan ini untuk melakukannya dengan damai. Orang tua Michael Brown adalah orang yang paling kehilangan (dalam kasus ini),\" terang Obama. Sayang, permintaan itu hanya dianggap angin lalu oleh massa yang mengamuk. Massa tetap beranggapan bahwa keputusan juri dari St Louis County tersebut adalah taktik yang digunakan polisi agar tersangka lolos dari jerat hukum. Terlebih, rasisme di Ferguson selama ini masih cukup kental. Kota tersebut didominasi warga kulit hitam, namun petugas pemerintahan dan kepolisian mayoritas berkulit putih. Aksi massa tersebut terjadi setelah jaksa penuntut umum St Louis County Robert McCulloch menegaskan bahwa grand jury menyatakan tidak ada bukti yang membuat Wilson harus menjalani dakwaan kriminal. Mereka berpendapat bahwa Wilson hanya menjalankan tugasnya dan membela diri. Pihak keluarga sendiri langsung terisak mendengar keputusan grand jury itu. \"Kami benar-benar kecewa karena pembunuh anak kami tidak akan pernah menghadapi konsekuensi dari tindakannya,\" ujar pihak keluarga. Dalam paparannya, McCulloch mengungkapkan beberapa bukti baru. Termasuk di antaranya testimoni dari Wilson. McCulloch menyatakan bahwa Wilson telah menembak Brown 12 kali saat kejadian, namun hanya enam yang bersarang di tubuh Brown. Saat itu Brown berjalan di tengah jalan bersama temannya, Dorian Johnson. Wilson yang mengendarai mobil meminta Brown untuk berjalan di pinggir. Namun, Brown tidak mau. Adu mulut dan baku hantam terjadi. Brown berusaha merebut pistol Wilson dan membuatnya lebam-lebam. Di antaranya, lebam di pipi, luka sobek di bibir, dan lebam di kepala belakang. Foto luka-luka Wilson itu baru dipublikasikan seusai pembacaan keputusan grand jury. Di awal kejadian, foto-foto itu tidak pernah dimunculkan ke hadapan publik. Menurut Wilson, tubuh Brown yang bongsor membuatnya kesulitan menghadapi remaja tersebut. \"Ketika saya memegangnya, satu-satunya yang bisa saya jelaskan adalah rasanya seperti anak lima tahun memegang Hulk Hogan (pegulat kenamaan AS, Red),\" ujar Wilson dalam testimoninya. Gagal merebut pistol, Brown melarikan diri. Saat itu Wilson menembak dua kali dari dalam mobilnya, namun meleset. Wilson berusaha mengejar sebelum akhirnya Brown berbalik dengan posisi menyerang. Dia sudah memperingatkan Brown untuk berhenti atau akan ditembak. Namun, Brown tetap pada posisi menuju Wilson dengan pandangan menyeringai. Sesaat sebelum penembakan, Brown mengeluarkan kata-kata yang mengejek Wilson. Karena Brown terus mendekat seperti bakal menyerang, Wilson menembaknya. Brown sendiri adalah pelaku perampokan di sebuah minimarket beberapa menit sebelum penembakan dan Wilson mengetahui aksi kejahatan itu. Saat kejadian, Johnson melarikan diri sehingga tidak ada saksi di dekat lokasi. Namun, versi Johnson, teman jalan Brown, berkata lain. Dia menyebutkan, polisi berkulit putih itu berusaha mencengkeram Brown dari jendela mobil patroli. Lantas, ketika Brown berusaha kabur, sang polisi keluar dari mobil. Polisi itu kemudian menembak beberapa kali meski korban sudah mengangkat tangan tanda menyerah. (AFP/Reuters/CNN/BBC/Daily Mail/sha/c11/ami)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: