Wakil Rakyat Dinilai Tidak Peka
Soal Chevron, Gempur Tagih Janji KUNINGAN – Wakil rakyat yang tidak tahu menahu soal geothermal mendapat kritikan pedas dari salah seorang aktivis Gempur (Gerakan Massa Pejuang Untuk Rakyat), Aji. Dia menyayangkan para wakil rakyat yang tidak berusaha meng-update perkembangannya. Padahal menurutnya, kemajuan teknologi semakin memudahkan mereka untuk mengakses informasi. “Masa sih wakil rakyat kalah oleh rakyatnya, tidak cepat meng-update pengetahuannya. Bisa di-seraching di internet, di California saja sebagai pusat PT Chevron, masyarakat di sana sudah menolak. Kok sekarang malah akan melakukan penambangan di Ciremai,” ketus Aji dalam sesi dialog dengan pimpinan dewan di ruang Banggar DPRD, kemarin (25/11). Sejak dulu, para wakil rakyat selalu mengatakan akan melakukan kajian. Untuk revisi UU Panas Bumi saja, ia menyayangkan masih banyak anggota legislatif yang belum memahaminya. Justru malah masyarakat yang lebih cepat melakukan update terhadap informasi kekinian. “Bupati dulu pernah mengatakan siap jadi bemper masyarakat, tapi kalau dipertanyakan lagi, tahu gak soal ini,” kata Aji. Ungkapan Aji terlontar saat mendengar ucapan Ketua Komisi III, H Ujang Kosasih MSi yang mengaku tidak mengetahui secara mendalam persoalan geothermal. Ujang mendampingi salah seorang Wakil Ketua DPRD, Drs Toto Suharto SFarm Apt dalam menghadapi audiensi puluhan aktivis Gempur. Sedangkan Ketua DPRD, Rana Suparman SSos tidak hadir. Penyesalan ini diucapkan oleh Asep, aktivis Gempur lainnya. Ia mempertanyakan alasan kalahnya wakil rakyat oleh rakyat dalam mengakses informasi. Menurut Asep, hal itu berkaitan erat dengan kepekaan. Kepekaan ini bukan hanya dalam masalah geothermal. Satu kasus di Kecamatan Ciawigebang dia menemukan adanya aktivitas eksplorasi dengan mengambil sampel tanah. “Katanya sih penelitian kandungan air. Tapi kok yang diambil sampel tanah. Terus terang kami curiga. Dan ini mestinya menjadi perhatian para wakil rakyat. Bukan hanya di Ciawigebang, aktivitas eksplorasi serupa terjadi pula di Desa Sagarahiang, Kecamatan Darma dan Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus. Sebenarnya mereka mau ngapain?” tanya Asep. Desta, yang juga dari Gempur, memperkuat ucapan-pernyataan Aji dan Asep. Dia menegaskan, warga lereng Gunung Ciremai hidup dan sekolah dari hasil bercocok tanam. Namun semenjak dijadikan taman nasional, nafkah tersebut menjadi sirna. Untuk itu, dirinya dengan tegas menolak Chevron mengeksploitasi Ciremai. “Maskot Kuningan kan air, apakah kita rela dilemparkan ke Chevron? Kami dininabobokan turun dari hutan dengan janji hutan Ciremai hijau. Tapi setelah 10 tahun berjalan, eh malah akan diambil alih Chevron,” ketus dia. Dalam kesempatan itu, Desta juga menyayangkan janji-janji yang pernah diucapkan Bupati Hj Utje Ch Suganda dan Wabup H Acep Purnama. Bupati Utje, misalnya, dulu pernah berjanji akan mengajak Gempur ke Provinsi. Sedangkan Wabup Acep berjanji untuk meninjau langsung ke lokasi. Tapi, kata dia, semuanya bohong. Termasuk DPRD sendiri, dinilai Gempur telah ingkar janji. Pada saat aksi dilancarkan sebulan lalu, para pimpinan dewan berjanji akan mengagendakan dialog publik dalam waktu dua minggu. Namun setelah sebulan tak ada kabar beritanya. “Untuk itu, sekarang kami menagih janji. Kami sudah terlalu baik. Kedatangan kami saat ini agar ada ketegasan waktu digelarnya dialog publik dengan menghadirkan semua pihak yang terlibat,” tegas Sukadi, aktivis Gempur yang kebetulan menjadi moderator audiensi. Dia menawarkan, dialog publik nanti digelar 10 Desember bertepatan dengan peringatan HAM. Sebab dalam urusan geothermal, dirinya menilai pemerintah telah melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), di mana hak konstitusi rakyat telah dikebiri. Mestinya sejak awal ada sosialisasi yang jelas lantaran menyangkut hajat hidup orang banyak. Aktivis Gempur lainnya, Heri, menantang untuk adu data dan argumen dalam dialog publik nanti. Pihaknya khawatir rencana pertambangan panas bumi malah merembet pada pertambangan lainnya. Terlebih WKP (wilayah kerja pertambangan) yang cukup luas meliputi 158 desa. “Saya juga heran kenapa alasannya untuk pemasok listrik Jawa Bali. Pembangkit listrik di lokasi A untuk Jawa Bali, di lokasi B untuk Jawa Bali. Lalu sekarang geothermal di Ciremai juga Jawa Bali. Padahal di Bogor, warganya sering mati lampu karena 1 KWH dibagi untuk empat rumah,” kata Heri. Menjawab semua itu, Toto Suharto selaku wakil ketua dewan menegaskan akan segera menggelar rapim. Dia meminta waktu satu minggu untuk merumuskan jadwal dialog publik dalam rapim nanti. Ia selaku wakil rakyat pun dibuat bingung atas kekurangjelasan tersebut. Karena masyarakat selalu mempertanyakannya, sementara Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (DSDAP) kurang sosialisasi. “Pada prinsipnya saya setuju digelarnya dialog publik biar ada kejelasan sejelas-jelasnya. Apalagi WKP-nya sangat luas. Kalau memang banyak kerugiannya, buat apa dilanjutkan. Jadi saya meminta waktu satu minggu,” tegas politisi asal PAN tersebut. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: