SC Munas Proteksi Ical
BALI - Persaingan kandidat Ketua Umum dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-IX Partai Golongan Karya nampak makin timpang. Pembahasan tata tertib Munas yang menjadi mekanisme teknis agenda pemilihan ketum Partai Golkar cenderung berjalan tidak demokratis. Panitia Steering Committee (SC) Munas Partai Golkar dinilai mengabaikan perbedaan yang muncul di rapat Munas, dan memilih segera mengetok palu penetapan tata tertib. Penetapan tata tertib Munas menjadi salah satu titik krusial untuk menentukan mekanisme pemilihan ketua umum Partai Golkar yang baru. Bunyi pasal demi pasal tata tertib pemilihan ketum akan menjadi dasar pimpinan sidang untuk menjalankan mekanisme tersebut. Namun ternyata, pembahasan tata tertib Munas kemarin berlangsung sangat cepat. Saat paripurna dibuka sekitar pukul 10.30 WITA, hanya butuh waktu sekitar satu jam, sidang pertama Munas IX yang berlangsung tertutup itu sudah menetapkan tatib yang berlaku. “Yang sudah diketok tadi adalah tatib Munas,” ujar Nurdin Halid, Ketua SC Munas ke-IX Partai Golkar, di sela-sela pelaksanaan forum tertinggi Partai Golkar yang digelar di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, kemarin (1/12). Menurut Nurdin, tatib Munas secara garis besar menyinggung mekanisme pemilihan ketum. Namun, teknis yang lebih detail ada di pembahasan Komisi Organisasi. Draf tatib yang dibuat oleh SC itu mengatur batas minimal seorang kader Partai Golkar memenuhi syarat menjadi calon ketua umum dalam Munas. “Sesuai AD/ART, sahnya seorang bakal calon menjadi calon ketua umum minimal didukung 30 persen pemegang hak suara,” kata Nurdin. Namun, selain mekanisme itu, terdapat tambahan klausul baru. Nurdin menyatakan, apabila bakal calon ada yang mendapatkan dukungan 50 persen plus satu, maka akan ditetapkan secara aklamasi. Mekanisme itu menurut Nurdin sama seperti Munas ke VIII Partai Golkar di Pekanbaru, Riau, lima tahun lalu. “Kemudian apabila yang terjadi hanya ada satu calon saja, maka ditetapkan secara aklamasi, apabila calon ketua umum lebih dari satu, maka dilakukan voting secara tertutup,” kata mantan Ketua Umum PSSI itu. Menurut Nurdin, penjaringan itu akan dilakukan secara terbuka. Dia memastikan bahwa proses itu belum menentukan posisi calon untuk langsung terpilih sebagai ketum baru Partai Golkar. “Kita belum memilih orang,” ujarnya. Namun, keputusan cepat paripurna dalam mengesahkan tatib Munas, ternyata tidak disepakati calon ketua umum kubu Airlangga Hartarto. Ketua DPP Partai Golkar yang juga salah satu tim sukses Airlangga, Melchias Markus Mekeng menilai, dirinya bersama sejumlah peserta sidang paripurna lain mengajukan keberatan, namun tidak ditanggapi. “Ini kan demokrasi ala Nurdin Halid dan Aburizal Bakrie. Kita layangkan interupsi tapi langsung diketok saja,” kata Mekeng secara terpisah. Menurut Mekeng, dari sisi sosialisasi, panitia Munas tidak pernah menyebarkan draf tatib itu jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Munas. Namun, tetap saja, tidak ada waktu yang diberikan dari panitia, agar peserta bisa mempelajari secara detail isi draf itu. Di balik mekanisme yang katanya sesuai AD/ART, ujar Mekeng, justru terdapat pelanggaran di dalam tatib yang baru saja disahkan. Tatib pasal 24 menyebut bahwa yang memiliki hak suara adalah satu orang dalam pandangan umum. Masalahnya, kata Mekeng, yang nantinya menyampaikan pandangan umum hanyalah DPD I atau tingkat provinsi. Padahal, pemilik hak suara mayoritas ada pada DPD II tingkat kabupaten yang berjumlah 519 daerah. “Pasal 45 AD/ART itu menyebut hak suara itu ada pada masing-masing pemilik suara,” ujarnya. Mekeng menyayangkan atas mekanisme pembahasan tatib yang dipaksakan penetapannya itu. Dirinya membantah jika isi tatib itu sama persis dengan mekanisme yang diatur di Munas Riau, karena ada perubahan pasal itu. Apa yang terjadi di internal Partai Golkar saat ini tentu akan menjadi preseden buruk di mata publik. “Masa kami mau bertanding saja nggak boleh. Ini sudah kalah sebelum bertanding,” ujarnya kecewa. Airlangga yang ditemui secara terpisah, menyebut ada praktik yang tidak sehat muncul dalam pembahasan tatib. Materi tatib yang dibahas baru diterima pada subuh. Dirinya juga mendengar jika Dewan Pertimbangan Partai Golkar juga tidak diberi kesempatan untuk mempelajari. “Rancangan tatib tadi mengarah pada aklamasi, (namun) langsung diketok. Saya sudah berbicara kepada pak Aburizal, agar dibuka kembali ruang pembahasan,” kata Airlangga. Salah satu keberatan Airlangga, adalah aturan tatib di pasal 22. Pasal itu mengatur jika dukungan terhadap bakal calon harus dilakukan dengan surat menyurat. Namun, surat menyurat yang dimaksud bukanlah bukti dukungan yang dibawa oleh masing-masing kandidat selama ini. “Surat yang ada selama ini dinyatakan batal. Padahal, surat itu sebenarnya bukanlah indikator utama (kemenangan calon ketum),” kata Airlangga. Airlangga menyatakan, aturan AD/ART jelas. Saat ada dua atau lebih bakal calon yang mendapatkan dukungan 30 persen pemilik suara, maka pemilihan dilakukan dengan voting tertutup. Namun, nampaknya ada upaya untuk memaksakan aklamasi melalui surat dukungan itu, jika ada calon yang sudah mendapatkan jumlah 50 persen plus satu suara. “Voting itu bukan di surat menyurat, itu kurang wajar. Di manapun, voting terkait nama dilakukan secara tertutup. Kalau itu diganti, maka tidak ada itu namanya demokrasi,” ujar pria kelahiran Surabaya itu. Airlangga menegaskan bahwa tatib itu bertentangan dengan AD/ART. Menurut dia, Munas ini bukan direkayasa oleh Aburizal. Namun, regulasi yang diatur SC yang nampak memberikan proteksi kepada Ical selaku incumbent. Meski begitu, sampai saat ini, dia menegaskan tidak akan mundur dari Munas. “Saya akan ikuti sampai dimana titik itu digerendel. Kita akan minta bahas lagi di forum paripurna pembahasan calon ketum,” tandasnya. Di luar pencalonan Ical dan Airlangga, tokoh senior Partai Golkar Zainal Bintang kemarin juga menyatakan akan mendaftarkan diri sebagai bakal calon ketua umum. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan ormas Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong (MKGR) itu siap bertarung dengan kandidat lain, terutama Ical. “Saya siap bertarung dengan Aburizal. Kenapa saya maju” Jangan sampai Aburizal (terpilih) aklamasi,” kata Zainal di tengah-tengah perhelatan Munas. Meski pencalonannya terbilang mepet dan tanpa persiapan, Zainal mengaku tidak khawatir. Dirinya mengaku sanggup memenuhi syarat minimal pencalonan, yakni mendapatkan dukungan 30 persen pemilik suara. (bay)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: