Bos Rokok Terkaya di Indonesia

Bos Rokok Terkaya  di Indonesia

Hartanya Rp202 Triliun JAKARTA - Kekayaan 50 konglomerat Indonesia tahun ini meningkat pesat. Jika dijumlahkan, kekayaan mereka mencapai 102 miliar USD atau setara Rp1.250 triliun (dengan kurs Rp12.300 pre 1 USD). Angka itu meningkat 7,3 persen dibanding total kekayaan 50 orang terkaya itu pada 2013 yang mencapai USD 93 miliar atau Rp1.143 triliun. Berdasar daftar orang terkaya Indonesia versi Forbes, duo bersaudara pemilik Djarum, Budi Hartono dan Michael Hartono masih berjaya menjadi orang paling tajir se-Indonesia dengan kekayaan mencapai USD 16,5 miliar atau sekitar Rp202 triliun. Kekayaan kakak beradik itu diperoleh dari kepemilikan saham Bank Centra Asia (BCA) dan perusahaan rokok PT Djarum. Maret 2014 lalu, Forbes juga memasukkan keduanya di daftar 40 orang terkaya Asia. Di posisi kedua, pemilik Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo (58), mengejar dengan kekayaan mencapai USD 8 miliar atau sekitar Rp98,4 triliun. Susilo berhasil naik dua peringkat setelah pada 2013 berada di posisi keempat dengan kekayaan USD 5,3 miliar. Di posisi ketiga, pengusaha Anthony Salim masih bertahan dengan total kekayaan USD 5,9 miliar atau setara Rp72,5 triliun. Eka Tjipta Widjaja harus bertukar posisi dengan Susilo Wonowidjojo dan menempati posisi empat karena kekayaannya menurun dibanding tahun lalu. Kekayaan bos Sinar Mas ini tahun lalu mencapai USD 7 miliar, tetapi tahun ini hanya sebesar USD 5,8 miliar atau setara Rp71,3 triliun. Posisi kelima ditempati oleh bos Indorama Group, Sri Prakash Lohia dengan total kekayaan USD 4,4 miliar atau setara Rp54,1 triliun. Mantan Menteri Perekonomian, Chairul Tandjung harus turun ke posisi keenam, meski kekayaannya naik USD 300 juta dibanding tahun lalu. Saat ini kekayaan bos Trans Corp ini sebesar USD 4,3 miliar atau Rp52,8 triliun. Posisi ketujuh diisi bos perusahaan obat Kalbe Farma, Boenjamin Setiawan dengan total kekayaan mencapai USD 3,5 miliar atau setara Rp43,1 triliun. Bos Lippo Mochtar Riady menempati posisi kedelapan dengan kekayaan mencapai USD 2,7 miliar atau setara Rp33 triliun. Di urutan sembilan diisi pengusaha Peter Sondakh dengan kekayaan sebesar USD 2,3 miliar atau setara Rp28,34 triliun dan posisi kesepuluh ditempati oleh bos Asian Agri, Sukanto Tanoto dengan total kekayaan mencapai USD 2,11 miliar atau setara Rp26 triliun. Empat nama baru muncul dalam daftar orang terkaya versi majalah Forbes itu salah satunya bos Sido Muncul, Irwan Hidayat. Direktur Utama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) itu menduduki posisi ke-44 dalam daftar orang terkaya di negara ini dengan kekayaan sebesar USD 660 juta atau sekitar Rp8,13 triliun. Forbes menyebut Irwan sebagai salah satu penghuni baru daftar 50 orang terkaya bersama tiga lainnya yaitu Purnowo Prawiro (Blue Bird) dengan kekayaan USD 1,3 miliar di urutan 25, Husodo Angkosubroto (Gunung Sewu) dengan kekayaan USD 1,45 miliar menempati urutan 23, dan pengusaha kayu dan sawit Abdul Rasyid dengan kekayaan USD 805 juta di nomor 41. Irwan menyambut positif kehadiran namanya di daftar tersebut. Namun, menurutnya, sesungguhnya tidak murni harta kekayaan sendiri. “Dari jumlah harta yang disebutkan di situ, sepertinya dihitung dari market cap (nilai kapitalisasi pasar saham alias aset) SIDO. Kalau saya pribadi mungkin yang benar ada di urutan 1.001,” candanya saat dihubungi via telepon, kemarin. Market cap Sido Muncul dalam data di Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin tercatat sebesar Rp9,8 triliun. Artinya, kata Irwan, bukan harta dia pribadi. “Ada mama saya, adik saya empat orang, terus ada kepemilikan publik,” katanya. Dalam daftar pemegang saham Sido Muncul, kepemilikan terbesar memang atas nama Desy Sulistio Hidayat sebesar 41 persen. Irwan sendiri hanya mengempit 8 persen, sama porsinya dengan Sofyan Hidayat, Johan Hidayat, Sandra Linata Hidayat, dan David Hidayat. Sisanya masyarakat sebesar 19 persen. “Jadi kalau saya sendiri ya ke 1.001 itu,” ujar Irwan mengulang candanya. Yang membuat Irwan bangga adalah bahwa Sido Muncul berasal dari industri jamu dan herbal yang market sizenya kecil dan tidak terlalu populer di mata dunia. “Industri jamu ini juga kan sulit. Banyak orang yang kontra, misalnya sebagian dari kalangan kedokteran. Di seluruh dunia juga masih kontroversi. Jadi ini keberkahan saja,” ungkapnya. Irwan merasa masih banyak temannya yang jauh lebih kaya tetapi tidak masuk dalam jajaran orang terkaya versi Forbes itu. Sebab, menurutnya, rata-rata memang masih mengelola perusahaan nonpublik. “Ya itu lah salah satu untung ruginya jadi perusahaan publik,” ungkapnya. (wir/gen/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: