Lagi, Basis Demo Tolak Gedung Setda 8 Lantai
KEJAKSAN - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Barisan Aksi Solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi (Basis) Cirebon kembali menggelar aksi penolakan pembangunan gedung sektretariat daerah 8 lantai yang memakan anggaran sekitar Rp80 miliar. Kali ini, puluhan mahasiswa Basis itu menggelar aksi di depan kantor DPRD, kemudian melakukan audiensi dengan para wakil rakyat. Mereka membawa berbagai macam tulisan berisi penolakan dan meminta pengalihan pendistribusian anggaran Rp80 miliar yang diperuntukkan pembangunan gedung Setda. Koordinator Aksi, Kris Herwandi mengatakan, kedatangannya tersebut untuk menanyakan alasan DPRD menyetujui anggaran Rp80 miliar untuk membangun gedung sekretariat daerah. Padahal, anggaran Rp80 miliar tersebut sangat besar dan akan lebih bermanfaat bila dialihkan ke program lain, seperti antisipasi banjir, perbaikan jalan dan pengembangan dunia pendidikan. “Apa alasannya DPRD ini menyetujui anggaran Rp80 miliar untuk pembangunan gedung sekretariat daerah itu? Anggaran ini sangat besar,” ujarnya. Puluhan mahasiswa itu ditemui oleh Ketua Komisi C, Sumardi dan anggota DPRD Jafarudin. Namun, saat audiensi hendak dimulai, mahasiswa tersebut meminta agar bisa dipertemukan dengan anggota DPRD khususnya dari Partai Golkar, wakil rakyat lainnya dan juga pihak eksekutif. Anggota DPRD Partai Golkar diminta untuk mengikuti audiensi tersebut lantaran secara politis menjadi partai pengusung wali kota Cirebon, Drs Ano Sutrisno MM. Tak lama, sejumlah wakil rakyat dari berbagai partai pun akhirnya mengikuti audiensi tersebut. Menanggapi pertanyaan mahasiswa tersebut, Ketua Fraksi Partai Golkar, Andrie Sulistio SE mengatakan, untuk pembangunan gedung Setda 8 lantai itu, merupakan program anggota DPRD periode terdahulu. Ketika pihaknya menjabat per Agustus lalu, anggaran tersebut sudah tercantum dalam KUA PPAS 2015 yang dibuat beberapa bulan sebelum pihaknya dilantik. “Di KUA PPAS ada, DED-nya juga sudah dibuat,” tuturnya. Maka dari itu, kata dia, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Menurut Andri, bila memang pemerintah menghendaki pembangunan gedung Sekretariat Daerah yang representatif, hal itu tidak menjadi masalah. Apalagi DED-nya sudah dibuat. “Yang terpenting, jangan sampai untuk membangun gedung yang mewah itu menggunakan APBD Kota. Mintalah anggaran itu dari Provinsi Jawa Barat atau Pusat. Karena kalau pakai APBD jelas ini sangat memberatkan,” bebernya. Apalagi, dengan adanya moratorium pembangunan gedung pemerintahan dari pemerintah pusat, hal ini sudah menunjukkan bahwa wacana pembangunan sekretariat daerah 8 lantai itu sulit terealisasi. “Yang penting bagi saya, pembangunan gedung itu jangan dari APBD Kota. Anggaran kita sudah kecil dan jangan dihabiskan untuk pembangunan gedung itu,” tukasnya. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: