Sepakat RAPBD Belum Pro Rakyat

Sepakat RAPBD Belum Pro Rakyat

Pos Belanja Langsung Berkurang Drastis, Pembangunan Bisa Tersendat MAJALENGKA – Sejumlah fraksi di DPRD Majalengka sepakat menganalogikan jika rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) 2015 yang baru saja diajukan eksekutif kepada legislatif beberapa waktu lalu, belum mencerminkan porsi anggaran yang pro rakyat. Hal tersebut, tercermin dari sisi belanja daerah, terutama pada pos belanja langsung untuk kebutuhan pembangunan fundamental yang nilainya justru mengalami penurunan cukup signifikan jika dibandingkan dengan pos anggaran yang sama di tahun anggaran sebelumnya (2014). Sebagaimana diungkapkan Fraksi PKB DPRD Majalengka dalam pandangan umumnya terhadap RAPBD 2015 yang dibacakan juru bicara FPKB dr Hamdi menyebutkan, secara umum porsi belanja dalam RAPBD 2015 sebesar Rp2,257 triliun mengalami peningkatan sebesar Rp150,729 miliar atau 7,15 persen dari porsi belanja pada APBD 2014 yang baru menyentuh Rp2,107 triliun. Akan tetapi, kata dia, realitanya pada RAPBD 2015 hanya menaikkan belanja tidak langsung saja, sedangkan belanja langsung justru mengalami penurunan. Sehingga proporsi perbandingan belanja tidak langsung dan belanja langsung masih cukup renggang di angka 64,69 persen berbanding 35,31 persen. Padahal, pada APBD 2014, perbandingan belanja tidak langsung dan belanja langsung sudah hampir menyentuh ideal dengan perbandingan 56,06 persen berbanding 43,94 persen. “APBD 2014 yang proporsi belanja tidak langsung dan belanja langsungnya seperti itu saja (56:43), belum mencerminkan APBD pro rakyat. Apalagi RAPBD 2015 yang menjadi turun belanja langsungnya dari APBD 2014 menjadi semakin jauh dari istilah APBD pro rakyat. Lalu timbul pertanyaan kalau begitu RAPBD 2015 ini untuk siapa, dan pro siapa?” ujar dia. Menurutnya, turunnya porsi belanja langsung akan berimbas pula pada pencapaian target pembangunan. Terlebih lagi, porsi belanja modal yang bersentuhan langsung dengan publik sangat kecil sekali jumlahnya yaitu hanya Rp345,986 miliar atau hanya 15,32 persen dari total belanja RAPBD 2015. “Dikarenakan kondisi komiditas yang mengalami kenaikan harga. Hakikatnya belanja langsung turun 13,9 persen, tapi realitanya nanti penurunan ini akan berdampak sangat kompleks terhadap upaya pencapaian target pembangunan, maka bisa kita bayangkan efektivitas belanja langsung ini dalam upaya revolusi perencanaan anggaran dan revolusi mental,” cetusnya. Sementara itu, Ketua Fraksi PKS Asep Saepudin ST juga sependapat jika komposisi persentase belanja tidak langsung dan belanja langsung setiap tahunnya harus terus meningkat ke arah ideal dan pro rakyat. Minimalnya menyentuh 50:50. Namun, kenyataannya, pada RAPBD 2015 persentase antara belanja tidak langsung dengan belanja langsung justru semakin renggang, hal yang cukup disayangkan dan mengherankan. Di samping itu, FPKS juga mendorong kepada pemkab agar lebih serius terhadap penanggulangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan pemuda dan masyarakat miskin. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan serta pemberian modal usaha untuk petani harus benar-benar dievaluasi tingkat keberhasilannya guna mengetahui apakah program tersebut sudah tepat sasaran yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat dengan bertambahnya lapangan kerja dan kegiatan usaha secara mandiri. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: