Kajari Minta Masyarakat Bersabar
SUMBER– Pengunduran waktu gelar perkara kasus dugaan korupsi bantuan sosial, keuangan dan hibah APBD 2009-2012, membuat masyarakat bertanya-tanya akan kelanjutan penyelidikan kasus hukum tersebut. Pasalnya, bila kasus tersebut berlanjut, hampir pasti Pemerintah Kabupaten Cirebon akan terdampak seiring beberana nama pejabat tinggi yang diprediksi terseret. Kepala Kejaksaan Negeri Sumber, Dedie Tri Hariyadi SH MH mengatakan, hasil gelar perkara di Kejaksaan Agung bakal diinformasikan kepada masyarakat Kabupaten Cirebon. Namun, gelar perkara sendiri belum dapat ditentukan waktunya. “Untuk sementara ini saya masih terus menunggu informasi dan perkembangan kasus bansos,” ujar Dedie, kepada Radar, Selasa (16/12). Dedie menambahkan, semua proses pengusutan bansos berada di tangan penyidik kejagung. Dengan kata lain, pihaknya tidak ikut serta dalam menempuh tahapan hukum yang dibutuhkan untuk mengusut dugaan korupsi pada tahun 2009-2012 itu. “Harusnya memang Jumat kemarin (gelar perkara), tapi batal. Yang jelas nanti kalau sudah ada informasi hasil dari gelar perkara, kita pasti akan umumkan ke wartawan dan masyarakat Kabupaten Cirebon,” ucapnya. Kajari terbaik kedua di Indonesia ini mengaku, masih terus mengakses informasi dari kejagung untuk memastikan apakah perkara bansos ini naik statusnya dari penyelidikan ke penyidikan atau berhenti. Dirinya yakin, apapun keputusan gelar perkara tersebut, sudah melalui prosedur yang benar dan ditangani secara profesional. Secara khusus, Dedie menyoal adanya kabar yang menyebutkan bahwa sejumlah anggota DPRD meminta rekomendasi kepada camat untuk melegalisasi penerimaan bansos pada tahun 2009-2012. Dedie mengingatkan, puluhan camat di Kabupaten Cirebon terancam dipidanakan kalau memenuhi keinginan anggota dewan tersebut. “Masalah munculnya anggota dewan yang mulai bergerak meminta rekomendasi kepada sejumlah camat, saya harapkan para hati–hati karena akan ikut terjerat kasus hukum,” tandasnya. Dedie meminta kepada para camata agar tidak terpengaruh. Apalagi, permintaan rekomendasi itu dibuat dengan tanggal mundur, padahal pelaksanaanya sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya. Kalaupun memaksa menerbitkan surat rekomendasi, kajari mempersilahkan tetapi para camat juga harus siap menanggung risikonya. “Kalau mereka melakukan itu, bisa terjarat kasus hokum. Acuannya adalah pada ketentunan UU 31/1999 pasal 9 dengan bunyi, barang siapa yang memalsu surat-surat untuk bukti pertanggungjawaban, menjadi asli ada sanksi pidananya,” ungkapnya. KEJAKSAAN JANGAN MAIN-MAIN Di tempat terpisah, Direktur LKBH BIBIT, Qorib Magelung Sakti SH menyoal pengunduran pelaksanaan gelar perkara. Menurutnya, pengunduran itu membuat masyarakat terus bertanya-tanya. Apalagi, beberapa kali pihak Kejaksaan Negeri Sumber mengumbar sejumlah statemen yang cukup berani. “Saya kira, pihak kejaksaan jangan main-main, karena perkara ini murni persoalan hukum,” tuturnya. Diakui, untuk mengungkap kasus ini dibutuhkan ketelitian dan kejelian dari tim penyelidik agar target yang dituju tepat sasaran. Namun, ketelitian dan kejelian ini jangan dijadikan alibi bagi tim dalam upaya mengulur-ngulur waktu untuk menuju ke tahapan berikutnya. “Kalau indikasinya jelas, kenapa harus mengulur-ngulur waktu?” tanya dia. Sebagai masyarakat Kabupaten Cirebon yang peduli akan penegakan hukum yang berkeadilan, pihaknya sangat berharap agar kejaksaan untuk fokus dan meneguhkan komitmen dalam memberantas tindak kejahatan korupsi. “Saya tunggu komitmen Kejaksaan yang ingin memberantas korupsi dari pucuk sampai akar-akarnya,” tegasnya. Mudah-mudahan, sambung dia, upaya yang dilakukan oleh Kejaksaan ini bisa diikuti oleh penegak hukum lainnya, sehingga Kabupaten Cirebon benar-benar bersih dan berdampak positif terhadap pembangunan daerah. “Masyarakat sudah menanti adanya penegakan hukum yang benar-benar adil,” pungkasnya. (sam/jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: