Guru Ngaji Belum Diperhatikan
KUNINGAN – Sejumlah wakil rakyat ramai-ramai menyoal anggaran keagamaan. Mereka berharap, agar dilakukan penambahan porsi anggaran untuk sector keagamaan. Meski eksekutif menyebutkan angka Rp6 miliar, namun menurut mereka dana yang dirasakan umat baru berkisar pada angka Rp3 miliar. Wakil Ketua DPRD Drs Toto Suharto SFarm Apt, misalnya, politisi PAN ini menegaskan, anggaran harus berpihak pada rakyat selaras dengan visi Kuningan MAS (mandiri, agamis dan sejahtera). Selain itu, harus dilihat pula Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam kerangka pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian. Khusus sektor keagamaan, dia menilai, minim terhadap pengalokasian dana untuk MD (madrasah diniah) yang hanya Rp2 miliar. Begitu pula bantuan hibah kepada sarana dan prasarana keagamaan yang hanya Rp300 juta. Padahal di daerah lain, alokasi dana untuk MD sudah mencapai Rp5 miliar. “MD ini perlu ada perhatian ketika saya turun melihat kegiatan MD sangat terharu sekali. Para gurunya bersukarela mengajar dengan honor seadanya. Sedangkan kurikulumnya semua tentang keagamaan sebagai pondasi anak bangsa,” kata politisi asal Japara itu, kemarin (23/12). Pondasi anak bangsa, diakuinya harus diawali dengan pendidikan keagamaan. Ini sangat penting mengingat dasar agama tersebut dapat berfungsi sebagai rem tatkala seseorang hendak melakukan suatu perbuatan yang keluar dari rel moral. Untuk itu, pihaknya hendak berjuang sekuat tenaga demi memperjuangkan moralitas generasi penerus bangsa. “DPRD itu punya fungsi anggaran, bisa menambah, bisa mengurangi, bisa menghilangkan, untuk merasionalisasikan anggaran demi kepentingan masyarakat Kabupaten Kuningan,” tandas politisi berkumis tebal itu. Terpisah, mantan kepala kemenag yang pensiun pada 2011 lalu, KH D Arifin MPd menyoroti masalah yang sama. Politisi NasDem yang bergabung di fraksi Restorasi PDI Perjuangan tersebut menilai, angka Rp2 miliar untuk MD masih kecil. Terlebih melihat angka bantuan hibah untuk sarana prasarana keagamaan Rp300 juta. “Memang ada pos anggaran lain yang berkaitan dengan keagamaan, tapi yang perlu dibantu itu kaitan dengan edukatif sesuai visi Kuningan MAS. Salah satunya bentuk penghargaan kepada guru-guru yang telah berjasa tanpa imbalan yakni guru ngaji,” kata pria asal Cipakem Maleber itu. Secara eksplisit, perhatian kepada guru ngaji dianggapnya belum ada. Seharusnya alokasi anggaran untuk mereka muncul. TPQ dan TPA, menurut dia, perlu mendapat bantuan. Selama ini guru ngaji yang tersebar di seluruh desa sampai ke pelosok, belum mendapatkan penghargaan yang pantas. “Paling tidak, ada stimulan tiap Lebaran. Terus ada operasional tiap bulan untuk mereka. Saya kira tidak besar,” harapnya. Pengalokasian dana untuk MD senilai Rp2 miliar, jika disebut besar menurutnya relatif. Tapi ia mengharapkan ada penambahan agar semua pemberi kontribusi terhadap pembangunan religi generasi tersebut terperhatikan. Jelas hal itu selaras dengan visi Kuningan MAS yang di dalamnya terdapat kata agamis. “Jadi visi MAS itu bukan hanya sekadar retorika, tapi direalisasikan. Ponpes juga sejauh ini tidak tersentuh,” kata Arifin. Anggota Komisi IV ini mencoba mencontohkan kondisi yang terlihat di tempat tinggalnya, Desa Cipakem Kecamatan Maleber. Di daerah pinggiran itu belum memiliki sekolah jenjang SLTA yang dekat dengan warga. Sehingga ketika lulusan MTs sebagian besar enggan untuk meneruskan ke jenjang berikutnya. “Paling sekitar 40 persen yang melanjutkan. Itu pun harus menempuh jarak yang jauh. Mereka putus sekolah karena terkendala biaya dan jarak. Nampaknya ini perlu dicarikan solusinya dengan mendirikan sekolah kejuruan yang berbasis pertanian dan pesantren,” ungkapnya. Dengan begitu masalah wajardikdas 9 tahun akan terpecahkan. Tetangga desa yang telah lulus jenjang SLTP dapat meneruskan sekolah di SMK tersebut. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: