Hindari Ketergantungan Owner
JAKARTA - Target PSSIuntuk menyehatkan seluruh kompetisi di Indonesia pada 2017 sepertinya bakal sulit terealisasi. Itu bila melihat kondisi klub-klub Indonesia Super League (ISL) yang sampai saat ini masih mengalami ketergantungan finansial secara penuh kepada para pemilik (owner). Ya, dari hasil verifikasi finansial awal yang dilakukan oleh PT Liga Indonesia (PT LI), ada beberapa tim yang selama ini hanya bisa survive dengan mengandalkan subsidi dari pihak owner. Semen Padang, Persiba Balikpapan, Pelita Bandung Raya, sampai dengan Persegres Gresik United adalah tim-tim yang selama ini disinyalir masih tergantung oleh pihak owner. Sekretaris PT LI, Tigor Shalom Boboy mengatakan bahwa dengan banyaknya tim di Indonesia yang masih tergantung pada owner tersebut, semakin mengindikasikan bahwa kompetisi di Indonesia belum sehat. \"Karena di Eropa, tim-tim yang tergantung pada owner itu sama dengan melanggar aturan finansial fair play,\" ujar Tigor. Tigor lantas menyarankan agar tim-tim yang masih tergantung pada para pemilik tersebut untuk segera lebih kreatif untuk mencari dana di luar kantong pemilik. Seperti memaksimalkan sumber pendapatan utama dari pihak sponsor, penjualan merchandise, serta pendapatan dari penjualan tiket dan hak siar televisi. \"Pada prinsipnya, PT LI hanya memberikan kesempatan bagi tim-tim yang tergantung pada owner ini sampai dua tahun ke depan. Setelah itu, kalau mereka tidak berubah, maka status mereka bisa saja turun menjadi semi profesional,\" kata Tigor. \"Karena regulasinya memang seperti itu, ketergantungan tim ke para pemilik memang harus diminimalisir,\" tegasnya. Nah, Persegres Gresik United adalah salah satu tim yang sepertinya harus berbenah hingga saat ini. Sebab, dari hasil verifikasi finanasial awal di Jakarta, tim dengan julukan Laskar Joko Samudera itu tidak memiliki pemasukan signifikan, namun mereka setiap musim bisa menyediakan dana puluhan miliar,\" Dana itu dari siapa kalau bukan dari pemilik,\" timpal Tigor. Kebetulan, selaras dengan itu, salah satu staf keuangan Gresik United, Hendra Febri yang diutus ke PT LI untuk menjalani verifikasi finansial fair play di Jakarta, juga mengaku bahwa penghasilan Persegres di musim lalu bisa dibilang nol persen. \"Itu karena sumber-sumber pendapatan lain tidak maksimal,\" kata Febri. Dia lantas menjelaskan, dari segi pendapatan penjualan tiket saja, Persegres malah harus tekor puluhan juta dalam setiap pertandingan. Betapa tidak, setiap menggelar pertandingan home, biaya yang harus mereka keluarkan adalah Rp100 juta. Padahal, pendapatan maksimal mereka dari penjualan tiket maksimal dalam satu pertandingan adalah Rp200 Juta. \"Itu pun hanya satu kali dalam satu musim, saat kami bertanding melawan Arema,\" ungkap pria berusia 24 tahun itu. \"Selain itu, ya kurang dari itu (Rp200 Juta), malah dalam beberapa pertandingan kami hanya bisa meraup pemasukan sebanyak Rp13 Juta,\" jelas pria berbadan subur itu. Sementara dari sektor penjualan merchandise, tim yang finisi di peringkat sembilan klasemen akhir Wilayah Barat itu harus merugi ratusan juta rupiah. \"Kami malah harus tekor banyak, karena musim lalu, kami beli jersey resmi sebanyak 500 biji, sementara yang laku tidak sampai seratus,\" tegasnya. (dik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: