Kosan Tempat Prostitusi Terselubung?
KUNINGAN - Dari jumlah 1.000 PSK di Kuningan, ternyata yang paling banyak adalah PSK tidak langsung atau PSK panggilan yang transaksinya melalui telepon. Jumlah PSK ini mencapai 90 persen dari PSK yang ada di Kota Kuda. Sedangkan 10 persennya adalah PSK stay atau mangkal. “Yang saya teliti di lapangan saat ini lagi tren kosan dan rumah dijadikan tempat prostitusi. Alasannya sudah jelas yakni aman dari razia dan si PSK pun tidak akan ketahuan bahwa mereka itu PSK oleh masyarakat,” ucap Adang Sumbada salah seorang LSM yang selama ini meneliti keberadan PSK di Kuningan kepada Radar, Sabtu (27/12). Dikatakan, dengan semakin menjamurnya kosan di Kuningan membuat jumlah PSK by phone kian banyak. Mereka seolah diberi ruang untuk melancarkan bisnis esek-esek tersebut. Kosan yang dijadikan tempat prostitusi terselubung tersebar di berbagai sudut di kota Kuningan. Bagi yang sudah tahu jaringan pasti hapal dimana-mananya letak kosan PSK panggilan tersebut. Menurut dia, PSK yang selama ini berhasil di data 40 persen dari Kuningan dan 60 persen dari luar daerah. Profesi mereka mulai pelajar, mahasiswa, karyawati, pemadu lagu, hingga ibu rumah tangga. Tarifnya pun dari mulai Rp15 ribu hingga Rp10 juta. Untuk pelangganya sendiri dari warga biasa hingga kalangan pejabat. Diterangkan, meski kebanyakan masalah ekonomi namun tidak sedikit yang menggeluti hal ini karena marasakan kenikmatan seks. Biasa yang kasus seperti ini karena sudah kehilangan keperawanan oleh pacar dan merasa sudah kepalang tanggung. Menurut dia, saat ini jangan berdebat masalah angka karena data yang disebutkan KPA tidak salah. Meski data yang ada di LSM berbeda. Hal ini karena sumber KPA itu luas dibandingkan dengan LSM atau PKBI (Perkumpulan Keluraga Berencana Indonesia). “Data LSM, jumlah PSK total ada 273 orang. Dengan rincian PSK yang tidak langsung ada 205 dan yang mangkal ada 68 atau kalau dibandingkan jumlah yang tidak langsung empat kali lipat dari yang stay. Justru yang sulit mendata adalah yang tidak langsung karena tidak semua terbuka,” jelasnya. Ia berharap selama ini pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan masalah PSK ini karena kalau tidak perhatikan akan banyak mengidap HIV dan AIDS di Kuningan. Razia buka solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini karena mereka butuh makan. “Razia tidak akan efektif karena mereka butuh makan untuk menghidup dirinya dan anak. Ini yang harus diperhatikan dan dipahami oleh semua pihak,” tandasnya. Pihak LSM sendiri selama ini terus berupaya memberikan pemahaman kepada mereka melalui germo atau langsung kepada PSK. Biasanya diarahkan untuk mengetahui apa itu HIV/ADIS, kemudian untuk melakukan tes darah atau VCT. Dengan begini mereka bisa menjaga dirinya. Sebab, lanjut dia, karena butuh uang mereka sulit keluar dari dunia PSK. Maka, upaya terakhir yang dilakukan adalah dengan cara agar PSK setia kepada pasanganya. Dengan kata lain mereka lebih baik jadi istri simpanan atau siri. “Buatlah perda mengenai HIV/AID, karena selama ini belum ada payung hukum. Anggaran untuk penanggulangan ini hanya mengandalkan bantuan dari luar negeri. Kalau ada perda pemerintah akan mengalokasikan dana sehingga program akan berjalan,” ucapnya lagi. Ia juga berharap harus lebih banyak lagi pihak yang peduli masalah HIV/AIDS. Seperti contoh, pelajar peduli HIV/AIDS, mahasiswa peduli HIV/AIDS, MUI peduli HIV/AIDS, pos yandu peduli HIV/AIDS, PKK peduli HIV/AIDS. Terpisah, Kepala Satpol PP Kuningan Deni Hamdani SSos mengomentari bahwa jumlah PSK tidak sebanyak itu. “Sebetulnya angkanya tidak sebanyak itu, karena tiap kita garuk pemainnya itu-itu juga dan kebanyakan dari luar Kuningan, termasuk juga pasangan bukan muhrim juga kebanyakan dari luar. Fantastis pak kalau jumlahnya segitu mah,” ucap Deni. Bahkan Deni menanyakan mengenai data PSK yang berjumlah 1.000 itu kepada Radar apakah ada by name by adress-nya. kalau ada ia mau mencocokan dengan data di lapangan. “Sekali lagi saya belum percaya seribu persen, bisa-bisa para kadesnya demo pak, tidak terima dengan data seperti Mengenai banyaknya PSK yang menggunakan kosan sebagai tempat terselubung, pihaknya berharap ada kerjasama dari masyarakat untuk melaporkan hal tersebut. Sementara berdasarkan data yang dimiliki Radar pada tahun 2013 jumlah kosan ada 6.000 kamar. Pada tahun 2014 tentu meningkat dan itu terbukti dengan munculnya kosan baru yang jumlah kamarnya mencapai ratusan. (mus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: