Tuntutan Kuwu Dinilai Tidak Logis
Aksi yang ditunjukkan para kuwu dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus II DPRD Kabupaten Cirebon mengundang keprihatinan masyarakat. Kuwu dianggap lebih memprioritaskan kepentingan pribadinya, ketimbang masyarakat luas. Menurut Drs Syahtori, warga Perbutulan Kecamatan Sumber, tuntutan yang disampaikan para kuwu agar masa jabatannya ditambah dari 6 menjadi 8 tahun, merupakan sesuatu yang tidak logis. Pasalnya, sudah sangat jelas dalam Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 39 ayat 1, dijelaskan, jika kepala desa (kuwu) memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. “Kalau ada tuntutan menjadi 8 tahun, masyarakat mana pun akan tahu jika hal itu sebuah tindakan melanggar undang-undang,” tuturnya. Syahtori yakin, para kuwu pun sebetulnya sudah memahami dan membaca undang-undang tersebut. Kalaupun sampai dipaksakan undang-undang tersebut dilanggar dengan cara mendatangi gedung DPRD secara ramai-ramai, tentu saja tindakan tersebut sangat memalukan. “Mereka memaksakan DPRD unuk melanggar undang-undang. Pelanggaran terhadap undang-undang menandakan jika daerah ini dalam keadaan darurat,” bebernya. Lebih parahnya, sejak dilantik menjadi kuwu, mereka itu tahu jika masa jabatannya selama 6 tahun. Tapi dalam perjalanannya, para kuwu ingin menambah lagi sampai dengan 8 tahun. Tentu saja, ini menjadi pertanyaan, apakah yang dituntut para kuwu ini mewakili masyarakat atau hanya kepentingan melanggengkan kekuasaannya. “Kalau mereka ingin menambah masa jabatannya, tanya dulu dong kepada masyarakat pemilihnya. Sudi tidak mereka dipimpin lagi oleh dia lagi,” tegasnya. Perlu diketahui, pembuatan undang-undang di DPR-RI tentu berdasarkan kajian yang mendalam tentang tuntutan masyarakat. Apalagi, selama ini para kuwu telah melakukan sejumlah aksi unjuk rasa agar undang-undang disahkan. Ironis, ketika sudah jadi malah ingin dilanggar. “Harusnya kuwu itu mentaati undang-undang yang selama ini dikoar-koarkan, bukan malah memaksa pemerintah daerah untuk melanggarnya,” ucapnya. Sementara, Ketua Brigade Pembela Indonesia (PBI) Kabupaten Cirebon, Benny meminta agar para kuwu untuk fokus pada pembuatan rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes). Agar, saat APBD Kabupaten Cirebon disahkan, mereka tinggal menyelaraskan saja. Bukan, sibuk mendatangi dewan yang tengah fokus membuat raperda perdesaan. Karena raperda perdesaan pun tengah ditunggu untuk segera disahkan. “Raperda perdesaan dan pengesahan APBD 2015 sedang ditunggu banyak pihak, termasuk desa itu sendiri. Alangkah lebih baik legislatif yang saat ini tengah membahas dan menyiapkan pengesahan dua aturan itu jangan diganggu oleh hal-hal yang sifatnya tidak urgen bagi kepentingan masyarakat secara luas,” terangnya. Kemudian di desa-desa banyak kuwu dan BPD yang masa jabatannya sudah habis. Mereka menunggu raperda perdesaan ini untuk segera disahkan. Karena nanti akan digunakan sebagai payung hukum untuk dilaksanakannya pemilihan kuwu dan ketua BPD. “Harus diingat, sampai dengan sekarang ada 106 desa yang harus pilwu dan pemilihan ketua BPD, kalau tidak disahkan hanya gara-gara ada tuntuntan masa jabatan kuwu 8 tahun, maka daerah bisa chaos. Terutama di desa-desa yang suhu politiknya sudah tinggi,” tegasnya. Termasuk soal dana ADD, jika raperda ini tidak segera disahkan, pembangunan di desa akan terbengkalai. “Mari kita berpikirnya luas, jangan sempit dan mementingkan kepentingan pribadi semata,” pungkasnya. (jun) FOTO MOHAMAD JUNAEDI/RADAR CIREBON
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: