PTN Legawa Tak Jadi Panitia UN

PTN Legawa Tak Jadi Panitia UN

Berharap Guru Bisa Menjaga Integritas JAKARTA - Keterlibatan perguruan tinggi negeri (PTN) dalam pengawasan ujian nasional (UN) mulai tahun ini diputus. Pihak kampus berharap, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, hingga orangtua siswa bisa menjaga integritas dan kejujuran dalam penyelenggaraan ujian tahunan itu. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rohmat Wahab mengatakan, PTN senang-senang saja tak dilibatkan dalam penyelenggaraan UN. “Ini malah lebih bagus,” kata pengurus Majelis Rektor PTN Indonesia itu kemarin. Rohmat menjelaskan, ketika tidak asa pengawasan dari unsur perguruan tinggi berarti kualitas pengawasan dari internal sekolahan harus diperkuat. Sebab sekolah tetap bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan UN yang jujur, sehingga hasilnya valid. Mengacu pada beberapa penyelenggaraan UN terakhir, Rohmat masih meragukan integritas sekolah. Buktinya di Surabaya pernah heboh kasus guru yang mengakomodir contekan masal. Kemudian masih dari Jawa Timur, ada sekelompok guru yang bersekongkol mencuri naskah ujian. Kemudian dikerjakan bersama untuk membuat kunci jawaban. “Kita tidak bisa menutup mata. Saya bukannya berprasangka buruk. Tapi kasus yang sudah-sudah jadi pelajaran,” urai ketua seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN) 2015 itu. Potensi kecurangan UN tidak hanya di sekolah. Tetapi juga pada orangtua. Rohmat menerima informasi, banyak orangtua yang nekat mencari dan membeli kunci jawaban. Tujuannya supaya anaknya lulus ujian. Menurut guru besar bidang pendidikan itu, sejatinya siswa tidak perlu ditakut-takuti menjelang penyelenggaraan UN. Dia meminta siswa dibiarkan secara alami untuk menghadapi UN. “Siswa itu siap, jika oleh guru dan orangtua disiapkan menghadapi UN. Siswa itu mampu,” tegasnya. Rohmat lantas menjelaskan terkait fungsi nilai UN dalam kelulusan SNM PTN 2015. Idealnya memang nilai UN memiliki bobot 10 persen dalam pertimbangan masuk PTN. Tetapi angka itu bukan berarti angka mati. “Jika UN di sekolah X tidak kredible, masak dipaksakan berbobot 10 persen,” katanya. Jika dipaksakan, panitia unas tidak adil dengan sekolah-sekolah yang menyelenggarakan UN dengan jujur. Menurutnya, kewenangan penerimaan mahasiswa baru masih menjadi kewenangan masing-masing rektor. Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi hanya membuat rambu-rambunya. Sebelumnya, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Zainal Arifin mengatakan, ada perubahan sistem pengawasan UN di sekokah atau tempat ujian. Mulai UN tahun ini, pengawasan tidak lagi melibatkan PTN dan polisi. Tujuannya supaya siswa mengerjakan UN dengan rileks dan tanpa ada unsur tekanan. Langkah ini diambil setelah pemerintah memutuskan nilai UN tidak jadi bagian penentu kelulusan. Keputusan kelulusan siswa dipasrahkan ke guru dan sekolah masing-masing. (wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: