Aang Semprot Keputusan Sekda

Aang Semprot Keputusan Sekda

KUNINGAN - Pembangunan pabrik garmen di Desa Manggari, Kecamatan Lebakwangi membuat H Aang Hamid Suganda berang. Mantan Bupati Kuningan dua periode ini merasa kecewa keputusan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kuningan yang memberi rekomendasi persetujuan. “Ya, yang ngasih persetujuan adalah BKPRD, yaitu Pak Sekda. Saya sudah tanya dia (sekda, red). Nggak tahu kenapa BKPRD memberi rekomendasi itu (pabrik garmen, red). Saya kecewa lah,” ketus Aang, dengan raut wajah marah saat ditanya proses pembangunan pabrik garmen, Kamis (22/1). Aang merasa sakit hati mendengar hal itu. Sebab, sepuluh tahun memimpin Kuningan dia mengorientasikan Kota Kuda sebagai kabupaten konservasi. Dalam arti lain, yaitu kabupaten yang anti industri besar. Sedangkan pabrik garmen sendiri dinilainya merupakan kategori industri besar. Aang berjanji tidak akan memberikan restu terkait perizinan pabrik garmen. Dia ingin Kuningan kembali ke khittah, kembali ke RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang juga telah disepakati oleh legislatif. “Selama 10 tahun saya membangun konservasi. Tolong jangan dicederai. Saya ingin semua dikembalikan ke RTRW,” tegas Aang. Dia bersyukur, meski telah terbit rekomendasi BKPRD, pintu akhir perizinan pada Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (DTRCK) belum diizinkan karena memang melanggar RTRW. Begitu juga dengan Bupati Hj Utje Ch Suganda, istri Aang. Utje tidak setuju dengan pembangunan pabrik garmen tersebut. Untuk hal itu, dia meminta Sekda Kuningan, H Yosep Setiawan sebagai ketua BKPRD yang menerbitkan rekomendasi pabrik garmen, untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik. “Saya nggak mau tahu, biar sekda yang selesaikan ini,” ucap Aang. Terpisah, Kabid Perindustrian Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kuningan, Dadi Surahmad mengakui belum ada rekomendasi izin resmi untuk pabrik garmen tersebut. Prosesnya baru sebatas permohonan ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). “Bangunannya memang sudah dibangun. Katanya sih mau dibuat pabrik garmen. Tapi bisa saja di tengah jalan peruntukan usahanya berubah,” ujar Dadi. Berbeda dengan Aang, Dadi justru mendukung keberadaan industri garmen sepanjang prospek ke depannya bagus. Pabrik garmen juga, menurut dia, tidak melanggar RTRW. Sebab, industri garmen tidak selamanya mencemarkan lingkungan asalkan bahan pewarnanya masih di bawah standar. “Terkait dampak, kan ada dinas yang membina. Apalagi pihak perusahaan pernah ekspos programnya di kantor bappeda,” imbuhnya. Apalagi, informasi dari pihak perusahaan tersebut akan berencana merekrut hingga 2.000 tenaga kerja.  “Itu katanya, tapi kan belum ada realisasi. Entah rekrutmennya bertahap atau sekaligus, kita belum tahu,” ujar dia. Yang jelas, hingga kini Dadi mengaku belum bisa melakukan intervensi lebih jauh. Sebab kondisinya baru sebatas bangunan, belum kepada isi. Atau belum ada peralatan hingga mesin untuk garmen. Pastinya sebelum ada aktivitas pabrik, dia belum berani masuk ranah tersebut. (tat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: