Bertahun-tahun Tidak Tersentuh Bantuan
Menengok Rutilahu di Blok 3 Desa Pangguragan Lor Kondisi warga memprihatinkan karena tinggal di rumah tidak layak huni (rutilahu), terlihat di Blok 3 Desa Pangguragan Lor, Kecamatan Panguragan. Di blok ini terdapat empat rutilahu yang dihuni ibu-ibu yang lanjut usia. Anehnya, sudah bertahun-tahun tinggal di rutilahu tapi belum tersentuh bantuan pemerintah. Abdulrohman, Panguragan Rumah yang benar-benar tidak layak huni di blok tersebut sebanyak empat unit. Keempat rumah tersebut di antaranya milik Sarini (55). Sarini sudah 15 tahun hidup di rumah tersebut sejak suaminya meninggal dunia. Kemudian milik Satiri (50), Ratima, (65), dan Rukati (60). Sudah puluhan tahun, mereka hidup dengan kondisi rumah tidak layak huni. Rumah berdinding anyaman bambu dan beralaskan tanah. Kondisi rumah tidak memiliki ruang mandi, cuci dan kakus (MCK). Saat aktivitas MCK, mengandalkan kamar salah satu sumur milik tetangga yang berada di belakang rumah mereka. Saat hujan turun, genangan air sampai masuk ke dalam rumah. Karena dinding yang terbuat dari anyaman bambu tersebut sudah sebagian tampak rusak dan bolong-bolong. Jauh dari kata sehat. Rata-rata penghuninya merupakan ibu-ibu yang suaminya sudah meninggal. Tapi masih harus menghidupi putra-putrinya seorang diri. Mirisnya tidak pernah mendapat sentuhan bantuan dari pemerintah daerah sedikit pun. Bahkan mereka yang hidup serba kekurangan, itu tidak terdata dalam program simpan keluarga sejahtera (PSKS). Mereka hanya mendapatkan uang Rp100.000 dari dana pemotongan yang menerima PSKS. Kini, keempat warga tersebut berharap bantuan dari pemerintah desa maupun daerah untuk memperbaiki rumahnya agar lebih layak. Satiri mengatakan, rumah miliknya hanya memiliki dua ruangan. Satu ruangan depan yang berfungsi untuk tempat tidur dan menerima tamu. Satu ruangan lagi di belakang untuk memasak. Satiri hidup hanya dengan seorang putranya yang tidak melanjutkan sekolahnya. Ia mengaku suha tinggal di rumah tersebut sejak 15 tahun yang lalu. Sejak 4 priode kuwu Pangguragan Lor pula, tidak pernah mendapatkan bantuan sedikit pun. Saat rumah miliknya runtuh karena diterjang angin pun, tidak ada bantuan dari pemerintah. “Saat saya meminta bantuan kepada kuwu, tapi kuwu yang sebelumnya, tidak pernah direspons. Bahkan kuwu tersebut bilang, ‘sudah kamu minta bantuan ke tetangga saja, dan dari swadaya masyarakat.’ Bicara seeperti itu, Mas. Siapa yang enggak sedih. Dari desa hanya cuma ngomong doing. Ini sudah puluhan tahun, rumah enggak pernah dibantu. Uang saja dikasihnya seratus ribu” tuturnya sambil menyeka air mata saat ditemui Radar, Jumat (30/1). Hal yang sama dirasakan Rukati (60). Ia sudah hampir 45 tahun hidup di rutilahu. Sebelumnya ia hidup dengan orang tuannya. Namun seiring berjalannya waktu, orang tua dirinya meninggal dunia. Rumah yang ditinggalinya dengan kelima anaknnya sampai saat ini tidak berubah. “Saya tinggal dengan kelima anak saya dengan ukuran rumah yang sangat kecil dan dindingnya pun terbuat dari anyaman bambu. Ya saya sih dari dulu sangat berharap ada yang membantu saya, untuk memperbaiki rumah saya. minimal dindinganya dari tembok, agar kami tidur terasa hangat dan hujan pun tidak kebanjiran,” katanya Menurut Tardi (45) tetangga warga yang berpenghuni rutilahu mengatakan, keempat rumah tersebut sudah seringkali dilakukan pendataan dan pemotretan. Namun hingga saat ini belum juga terealisasi. Rumah tersebut berdiri sejak dirinya masih kecil. Kepala desa pun sudah berganti sebanyak empat kali. Namun hingga kepala desa yang terbilang masih baru, belum juga diperhatikan. (arn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: