PII Ancam Buku ”Saatnya Aku Belajar Pacaran”

PII Ancam Buku ”Saatnya Aku Belajar Pacaran”

KUNINGAN – Penerbitan buku Saatnya Aku Belajar Pacaran mendapat kecaman dari aktivis pelajar yang tergabung dalam PII (Pelajar Islam Indonesia) Kabupaten Kuningan. Isi buku tersebut, menurut organisasi embrional, itu jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Sehingga tindakan tegas aparat penegak hukum terhadap penulis dan penebit, sangat didukung. “Selama ini kami menjalankan salah satu misi organisasi dalam menekan angka seks bebas, eh malah terbit buku yang mengajak seks bebas. Apa-apan ini?” ketus Ketua PD PII Kuningan, Robby Lafadza Yasin, kepada Radar, kemarin (8/2). Dirinya sangat mengecam penerbitan buku tersebut. Generasi penerus yang kian hari mengalami degradasi, justru malah akan semakin parah dengan beredarnya buku tersebut. Robby menegaskan, perbuatan seperti itu tidak boleh dibiarkan dan selesai hanya dengan ucapan maaf. “Saya kira penerbitan buku tersebut melebihi aliran sesat. Ini tidak boleh hanya jadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tapi juga perhatian para pemuka agama, salah satunya MUI. Bahkan para aktivis pergerakan pun sudah seharusnya menyoroti masalah ini. Saya sepakat jika buku tersebut bertentangan dengan prinsip perlindungan anak serta norma kesusilaan dan hukum,” tandasnya. Diakui Robby, dirinya belum membaca secara langsung isi buku tersebut. Sebab di Kuningan, pelajar yang masih duduk di bangku SMA ini belum menemukannya. Namun setelah mengakses internet, masalah ini sedang menjadi topik hangat media sosial. Bahkan pihaknya mempercayai KPAI yang menjelaskan isi buku, kemudian melaporkannya ke polisi. “Menurut KPAI, terdapat bab di buku tersebut yang tergolong tindak pencabulan dan penghasutan terhadap pembaca. Bahkan disebutkan, dalam usia anak-anak yang membolehkan melakukan hubungan badan. Ini sangat kami kecam,” kata Robby. Dia menegaskan, urgensi pengusutan terhadap masalah buku itu melebihi kasus KPK vs Polri. Sebab dampaknya sangat membahayakan generasi penerus pemimpin bangsa. Robby tidak bisa membayangkan apabila kaum pelajar dan mahasiswa berperilaku seperti yang diajarkan buku karangan Toge Aprilianto. “Bagaimana nanti mau memimpin bangsa kalau ajaran bukunya diamalkan. Bisa-bisa mereka berpikiran, urusan asusila harus dipisahkan dari urusan tata negara. Yang penting negara maju, masalah seks itu dibebaskan. Kan konyol kalau seperti itu,” ketusnya lagi. Tindakan terhadap penulis maupun penerbit buku, sambung Robby, jangan sampai selesai dengan hanya permohonan maaf. Sebab, dampaknya luar biasa bagi moralitas kaum muda negeri ini. Dia percaya, aparat penegak hukum akan memperlakukan penulis dan penerbit seadil-adilnya. “Ini sangat berbahaya, saya tegaskan ini bahaya. Ketika di masa muda terjadi pelanggaran norma agama dan hukum maka kelak sesudah dewasa akan terbiasa untuk melakukan pelanggaran norma. Kami tidak rela generasi penerus bangsa diobok-obok oleh ajaran seperti itu,” tukas Robby. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: