Badrodin Kritik Cara Kerja KPK
JAKARTA- Polemik antara KPK-Polri kian memanas. Wakapolri sekaligus Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti yang awalnya memposisikan diri menengahi konflik tersebut mulai mengkritik KPK. Dia meminta agar komisi antirasuah itu memprioritaskan upaya pencegahan terjadinya korupsi. Ditemui di ruang Rupatama kemarin (12/2), Badrodin menuturkan bahwa polemik antara pejabat Polri dengan pimpinan KPK tersebut sebenarnya tidak akan membesar jika pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi diutamakan. “Jangan hanya pemberantasannya yang dibesar-besarkan,” paparnya. Pencegahan terjadinya korupsi justru jauh lebih bermanfaat untuk dilakukan. Sebab, dengan pencegahan tersebut, maka tidak ada uang negara yang dirugikan. “Tapi, ini tidak hanya dalam kasus Komjen Budi Gunawan, tapi secara menyeluruh,” ujarnya. Dengan begitu, dia berharap bahwa KPK bisa untuk memperbaiki kinerjanya. Sehingga, pencegahan terjadinya korupsi ini bisa menjadi prioritas utama. “Pemberantasan korupsi tetap dilakukan,” tutur Badrodin. Sementara Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menjelaskan pencegahan korupsi atau penanggulangan korupsi itu bisa dilakukan secara teknis. Misalnya, KPK mendapatkan informasi melalui penyadapan terkait pejabat Polri yang akan melakukan korupsi. Informasi itu lalu dikomunikasikan pada Wakapolri. “Dengan begitu, Wakapolri bisa bertindak mencegah,” jelasnya. Jika ternyata pejabat yang sudah diingatkan tersebut tetap melakukan korupsi. Maka, tinggal Polri akan mendukung penuh untuk diproses hukum. “Ini caranya yang diinginkan,” tuturnya di Mabes Polri kemarin. Cara tersebut, lanjut dia, bisa lebih efektif karena sama sekali jauh dari kesan menjebak. Sebab, kalau KPK telah mengetahui adanya rencana korupsi, tapi justru didiamkan saja dan menunggu korupsi terjadi, tentu itu merupakan jebakan. “Tidak etislah, kalau bisa dicegah mengapa ditunggu terjadi korupsi,” ujarnya. Terkait kritikan Polri, KPK memiliki jawaban sendiri. Deputi Pencegahan KPK Johan Budi mengungkapkan instansinya selama ini tidak kurang-kurang melakukan pencegahan. “Selama ini KPK berupaya meningkatkan pencegahan korupsi melalui sejumlah program,” ujarnya lagi. Dia mencontohkan bagaimana ketika KPK berupaya mencegah terjadinya politik dalam pelaksanaan pemilihan umum. Lembaga antirasuah itu mencanangkan Program Politik Berintegritas. “Kami bersinergi dengan kementerian, lembaga negara serta masyarakat mengkampanyekan “Pilih yang Jujur”,” terang Johan. Hal tersebut juga dilakukan dengan maksud mencegah money politics yang kerap menjadi sumber korupsi dari mereka yang terpilih. Saat pemilihan presiden, KPK juga meluncurkan “Buku Putih” yang berisi 8 Agenda Antikorupsi Bagi Presiden 2014-2019. Para pasangan calon presiden saat itu juga diminta tanda tangan sebagai wujud komitmen menjalankan agenda pemberantasan korupsi. Pada tataran legislatif, KPK juga telah melakukan studi penguatan peran legislatif. Tujuannya agar tidak ada lagi wakil rakyat yang terjerat korupsi. “Saat itu KPK dengan pimpinan DPR kan melakukan studi potensi apa saja yang bisa menjadi celah korupsi,” terangnya. Di sejumlah bidang, KPK juga telah melakukan koordinasi dan supervisi. Salah satunya penyelamatan potensi kerugian keuangan negara dari sektor pengelolaan sumber daya alam. Dalam korsup minerba 2014 itu hasil yang dicapai diklaim cukup signifikan. Antara lain pencabutan sebanyak 700 IUP (izin usaha pertambangan) illegal. Dari tindakan itu, penerimaan negara dari sektor minerba bisa meningkat hingga Rp38 triliun. Sebelumnya penerimaan hanya Rp28 triliun. Johan juga menyebut KPK telah berhasil meningkatkan kesadaran penyelenggara negara dan PNS dalam melaporkan gratifikasi yang dianggap suap. Pada 2014 lalu, ada 2.203 laporan gratifikasi, sebelumnya hanya ada 1.391 laporan. “Kami juga terus mendorong adanya unit pengendali gratifikasi,” katanya. Sebelumnya hanya ada 90 lembaga yang memiliki unit gratifikasi, sekarang telah ada 134 lembaga. Sebenarnya upaya pencegahan korupsi di tubuh kepolisian juga telah dilakukan KPK. Upaya itu dilakukan dengan melakukan koordinasi dan supervisi terhadap penerimaan taruna di Akademi Kepolisian. Namun entah hasil dari studi KPK terhadap pelaksanaan penerimaan taruna di Akpol itu sudah dijalankan atau tidak oleh Polri. Permintaan Badrodin agar KPK mendahulukan pencegahan dibanding penindakan sebenarnya terkesan mengada-ada. Terlebih dalam kasus Budi Gunawan. Sebab, jauh sebelum Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Bareskrim sebenarnya telah menangani perkara itu. Namun hasilnya ternyata dil uar dugaan. Data laporan hasil analisa dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi mencurigakan Budi Gunawan ternyata tidak bisa dibuktikan. Terpisah, mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto kemarin mendatangi KPK. Endriartono mengaku melakukan diskusi dengan pimpinan KPK karena dia pernah menjadi tim pembela KPK saat terjadi kasus Cicak vs Buaya (kriminalisasi dua pimpinan KPK, Bibit-Chandra). “Saya datang untuk membicarakan sejumlah hal yang tidak boleh terjadi pada KPK, salah satunya soal ancaman pada penyidik,” jelasnya. Dia berharap ancaman yang disebutkan dilakukan aparat penegak hukum harusnya tidak boleh terjadi. Endriartono menyebut konflik yang terjadi saat ini lebih konflik dari pada Cicak-Buaya pada 2010 silam. Oleh karena itu, dia meminta presiden segera mengambil keputusan yang bisa meredahkan konflik KPK dan Polri.” “Presiden kan sudah mendapatkan masukan, harusnya segera ada keputusan,” ujarnya. Menurut Endiartono, sebisa mungkin TNI tidak dilibatkan dalam konflik ini. Termasuk dalam pengerahan penjagaan Gedung KPK yang terus diteror isu penggeledahan. “Tapi kalau harus mengerahkan TNI ya harus ada keputusan presiden,” ujarnya. Sementara itu, Presiden Joko Widodo, hingga tiga hari sepulang dari lawatan ke tiga negara ASEAN, tak kunjung menyudahi polemik KPK-Polri dengan segera mengambil keputusan soal Kapolri baru. Bahkan belakangan, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto justru mengungkapkan pernyataan yang mundur lagi ke belakang terkait momen presiden akan mengambil keputusan. Menurut dia, presiden tak kunjung membuat keputusan karena masih akan menunggu proses praperadilan yang diajukan BG atas status tersangkanya dari KPK. (idr/gun/dyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: