Dirikan Paguyuban Hingga Diperdakan

Dirikan Paguyuban Hingga Diperdakan

Sensasi Batu Akik di Kuningan Mulai Sensasional KUNINGAN - Batu akik sudah menjadi kebutuhan saat ini. Tak lagi jadi trend, tapi sudah menjadi konsumsi semua orang. Tak punya batu akik, rasanya dunia ini kecil dan dianggap tidak gaul. Nah, kira-kira bagaimana perkembangan batu akik di Kuningan ya. SEBELUM batu akik tenar seperti sekarang ini, Kecamatan Ciniru sejak dulu dikenal sebagai penghasil batu suiseki. Untuk batu akik pun, Ciniru tidak kalah hebat dari jenis batu akik yang sekarang booming. Di Ciniru, selain sepanjang sungai banyak tersedia batu akik, di Blok Pago ternyata juga banyak ditemukan batu akik. Dulu, bukit di sana tidak ada yang tertarik. Namun setelah  dibeli Rp250 juta oleh warga Sukabumi, Blok Pago menjadi tenar. Bukan hanya kandungan batu marmer, di sana juga terdapat batu akik. Meski menjadi milik pribadi namun warga Ciniru diperbolehkan untuk mencari batuk akik. “Batu akik Pago coraknya khas meski kelemahannya mudah pecah. Bahkan beberapa waktu lalu, ketika dikonteskan di Bandung meraih juara dua,” ucap Didin Junaedin, warga Desa Cijemit kepada Radar, kemarin (16/2). Saking coraknya yang bagus, saat ini warga banyak memburu batu Pago. Bukan hanya di Blok Pago, tapi juga di sepanjang sungai. Kebanyakan warga hanya untuk koleksi, tidak untuk dijual. Didin yakin, masih banyak kadungan batu akik yang tersimpan. Namun sayangnya, sudah menjadi milik pribadi sehingga tidak bisa digarap secara maksimal. Sementara itu, Pahing, warga lainnya menyebutkan, tanah di sana sudah dijual sehingga warga tidak bebas untuk mencari batu. Mereka hanya diperbolehkan mencari seperlunya saja. “Yang saya ketahui, lahan sudah dijual dan mulai digarap sejak 2010 untuk marmer. Nggak tahu karena faktor apa tiba-tiba berhenti. Bisa saja kandungan batu akiknya masih melimpah,” ujarnya. Dikatakan dia, setiap hari memang banyak warga mencari batu, namun kebanyakan warga lokal. Saking banyaknya pemburu batu, maka pemilik tanah menyuruh warga untuk menjaga lokasi tersebut. “Menemukan batu akik bagus itu untung-untungan. Makanya ada warga yang menemukan corak yang bagus di bawah bukit yang masih berdekatan dengan Blok Pago,” ujar pria yang bekerj sebagai PNS itu. Terpisah, Maman Sura, warga Dusun Sukasari Desa Cijemit mengaku sudah mendapatkan beberapa corak batu dari Pago dan sungai di Ciniru. Untuk batu Pago memang coraknya khas sehingga terlihat lebih bagus. “Saya sih masih belum mau menjual batu yang saya punya dari hasil perburuan di Ciniru. Kecuali kalau harganya sudah tinggi, baru mau. Sekarang masih harga ratusan ribu,” jelas Maman. Sementara itu, penggila batu akik di Kuningan rupanya kian meluas. Bukan hanya masyarakat biasa, para wakil rakyat pun sebagian besar melilitkan cincin batu akik di jemari tangannya. Bahkan terdapat beberapa anggota dewan yang mengenakan batu akik di tiga jarinya sekaligus. Pemandangan ini terlihat kemarin (16/2) sore pada saat mereka hendak berangkat ke Jakarta untuk studi banding. Dengan mengenakan pakaian santai, masing-masing dari mereka menunjukkan kedua tangannya yang mengenakan batu akik. “Batu akik ini sudah saya kenakan sejak lama, sebelum booming seperti sekarang,” ujar politisi PAN, H Maman Wijaya yang melilitkan tiga cincin batu akik di jemarinya itu. Ditimpali oleh politisi PDIP, Dede Sembada. Dia pun mengaku sudah mengenakan batu akik sejak lama. Bahkan pada saat itu, Dede bukan hanya mengenakan cincin batu akik, tapi juga kalung bermata batu akik jenis Klawing dari Purbalingga. Tak kalah oleh kedua politisi tersebut, H Uci Suryana SE dari Golkar pun menunjukkan tiga cincin batu akik yang dikenakannya. “Yang dua ini ada yang ngasih, dan yang ini maharnya Rp50 ribu,” kata wakil ketua DPRD itu sambil tertawa. Secara spontan, mereka menggagas pembentukan Paguyuban Penggemar Batu Akik Kuningan. Terlontar ungkapan, para wakil rakyat perlu untuk menggagasnya dalam rangkaian pembuatan perda inisiatif tentang batu akik. “Sebetulnya tujuh anggota dewan bisa mengusulkan perda inisiatif. Nah sekarang dengan dibentuknya paguyuban, komunitas penggemar batu akik jadi banyak. Di kalangan anggota dewan pun hampir seluruhnya punya,” kata Maman Wijaya. Politisi asal Kadugede ini melanjutkan, dengan adanya batu akik Ciniru menjadi potensi yang luar biasa untuk dikembangkan. Bahkan Maman mengaku, saudaranya asal Bengkulu ingin membeli batu akik asal Kuningan yang bernama Batu akik Arya Kamuning. “Saya saja orang Kuningan belum tahu ada batu Arya Kamuning, tapi saudara saya di Bengkulu ingin mencarinya. Jadi, saya kira potensi ini harus digali,” tandas Maman. Dede Sembada menambahkan, otonomi daerah memungkinkan daerah untuk berkreasi dalam mengakomodasi kekhususan daerah. Menurutnya, ini dapat diterapkan pada batu akik. Semuanya tergantung dari kesiapan dari pemerintahan daerahnya. “Kuningan ini kan sebagai kabupaten konservasi, menurut saya perlu ada regulasi. Jangan sampai kemudian penggalian potensi batu akik malah merusak lingkungan,” ungkapnya. A Rusdiana SIP ikut menimpali. Politisi asal Golkar tersebut menyebutkan, potensi batu akik di Kuningan kini sudah ketahuan. Mulai dari Ciniru, Ciwaru dan juga Ciawigebang. Potensi tersebut menurut dia, bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, jika digali maksimal. Disamping itu, hal tersebut bisa menjadi kebanggaan warga Kuningan. “Seperti Ega Noviantika saja, kontestan D2 Indosiar warga Kuningan. Kita merasa bangga atas menanjaknya popularitas Kuningan. Dan Ega ini perlu didukung seperti halnya batu akik asal Kuningan,” kata Rusdiana. (agus mustawan/deden rijalul umam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: