Temukan Pipa Ilegal

Temukan Pipa Ilegal

Hasil Reses Komisi II DPRD Kuningan KUNINGAN – Air yang menjadi sumber daya alam Kuningan terbesar, rupanya belum termanfaatkan dengan optimal. Terbukti, jutaan kubik air dari sumber mata air Talaga Nilem Desa Kaduela Kecamatan Pasawahan diduga digelontorkan ke luar daerah tanpa menghasilkan rupiah. Dari keterangan yang diperoleh, pengambilan air ilegal tersebut terjadi sejak 2010. Ketua Komisi II DPRD, H Dede Ismail SIP membenarkan informasi tersebut. Belum lama ini dia bersama jajaran komisinya telah melakukan survei lapangan. Ternyata, pihaknya menemukan banyak pipa ilegal yang menyalurkan air dari sumber mata air Talaga Nilem. “Jumlahnya banyak sekali, hingga mencapai puluhan pipa. Yang kami lihat itu kan di permukaan. Belum lagi yang dikubur dengan ukuran pipa yang lebih besar, mencapai 8 inchi. Pokoknya kalau saya hitung mencapai sekitar 50 pipa,” jelas politisi asal Gerindra itu didampingi salah seorang anggota Komisi II, Saw Tresna Septiani SH, kemarin (20/2). Dede mensinyalir pemasangan puluhan pipa tersebut tanpa izin. Ada yang disalurkan ke rumah makan, pabrik air mineral, serta pengisian isi ulang tengki. Kebanyakan, yang memanfaatkan jutaan kubik air tersebut merupakan pengusaha asal Cirebon. Bahkan, beberapa di antaranya merupakan pengusaha besar. “Tapi, penyaluran airnya tanpa bacaan water meter. Saya juga mendengar perjanjian kerja samanya dilakukan antara perusahaan dengan Kompepar (kelompok penggerak pariwisata) desa setempat,” ungkap wakil rakyat asal Dapil 2 itu. Dalam menindaklanjuti hal itu, Jumat (20/2) digelar RDP (rapat dengar pendapat) dengan eksekutif. Mulai dari Asda I, Kabag Hukum, kepala DSDAP dan Kabag Tapem Setda. Pihaknya mendapatkan konfirmasi, pemanfaatan air di sumber mata air Talaga Nilem tersebut tanpa izin. Sebab, MoU yang dilakukan hanya antara pihak perusahaan dengan Kompepar Desa Kaduela. “Ini jelas cacat hukum sehingga batal demi hukum. Karena berdasarkan regulasi yang ada, perjanjian kerja sama itu harus mendapatkan persetujuan bupati. Dasar hukumnya Permendagri Nomor 4/2007 dan Permendagri 38/2007. Selain itu sumber mata air tersebut masuk wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC),” tegas Dede diamini pula salah seorang anggotanya, H Karyani. Pihaknya juga mendengar pengakuan, selama ini pemda tidak menerima pajak dari penggelontoran air ter­sebut. Bahkan retribusi dari perizinannya pun sama sekali tidak didapatkan pemda. Padahal jika dirupiahkan, PAD (pendapatan asli daerah) dari sektor pemanfaatan air ini bisa mencapai miliran rupiah. “Setelah kami coba hitung, air yang disalurkan lewat satu pipa saja berukuran 6 inchi mencapai 15 liter per detik. Beda lagi kalau ukuran pipanya 8 inchi sesuai dengan survei lapangan. Itu baru satu pipa, bagaimana kalau benar ada 50 pipa?” ungkapnya. Dia mencontohkan, PT Indocement saja yang kapasitasnya 25 ribu meter kubik per bulan mampu menyetorkan PAD ke Pemkab Kuningan senilai Rp780 juta per tahun. Sementara untuk satu perusahaan yang mengambil air dengan pipa 8 inchi, kapasitasnya melebihi Indocement. “Saya juga mendengar kalau setoran pemasukan biasanya Rp6 juta per bulan ke desa. Namun pembayarannya baru dimulai sejak 2013,” terang Dede tanpa menyebutkan setoran mulai 2010 sampai 2012. Hitungan totalnya, uang yang mesti diterima Pemdes Kaduela sejak 2010 sampai 2014 seharusnya sebesar Rp360 juta. Namun yang baru masuk hanya senilai Rp42 juta. Pada RDP tersebut, yang diundang baru sebagian eksekutif. Selasa (24/2) nanti Komisi II akan mengundang semua pihak yang terlibat, termasuk perusahaan yang selama ini memanfaatkan air dari Talaga Nilem. Dijadwalkan pula Kamis (26/2) pihaknya akan melakukan sidak ke lapangan. Sementara, Saw Tresna Septiani mengatakan, jika ada perusahaan yang telah me­ngantongi SIPA (surat izin pe­ngam­bilan air), dirinya meminta agar dicabut. Ini dimaksudkan untuk memi­nimalisasi kerugian atau bahkan memutuskan mata rantai kerugian akibat pengambilan air tersebut. “Dan untuk usulan penca­butan SIPA tersebut akan diko­munikasikan dengan Komisi I. Karena menyangkut perizinan, ranahnya di komisi tersebut,” ujar politisi asal Golkar itu. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: