AYO GUNAKAN BAHASA SUNDA!!!
Bahasa Sunda tak hanya bahasa daerah bagi masyarakat Kabupaten Kuningan. Rupanya, Bahasa Sunda sudah mendarah daging di Kota Kuda. Bahkan telah menjadi bahasa universal kedaerahan. MENURUT Gorys Keraf (1997: 1), definisi bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Dari sini, mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang, atau pihak yang mengadakan komunikasi, mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Dari pernyataan tersebut bisa didapat bahwa bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks. Bahasa harus lah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang. Sadar banyak generasi muda yang jarang menggunakan Bahasa Sunda dalam sehari-hari membuat Bupati Kuningan, Hj Utje Ch Hamid Suganda angkat bicara. Menurut dia, bahasa merupakan jati diri utama bangsa. Hilangnya jati diri bangsa karena bahasa asli kedaerahan menghilang. “Peringatan Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari harus jadi momentum yang penting untuk menunjukkan jati diri bangsa,” kata bupati dalam acara dialog Budaya Sunda dalam rangka memperingati Hari Bahasa Ibu Internasioanl Sedunia, Minggu (22/2) di Open Space Gallery Linggarjati. Diterangkan, memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional yang sudah ditetapkan oleh Unesco, merupakan momentum untuk menunjukkan jati diri sebagai warga Sunda. “Tidak ada salahnya kalau kita menggunakan Bahasa Sunda,” katanya. “Kita jangan minder atau malu kalau berbicara sehari-hari menggunakan Bahasa Sunda. Hal tersebut menggandung maksud dan tujuan agar Bahasa Sunda yang tumbuh bakal terus ada selamannya dan tidak mudah tersisihkan oleh budaya barat,” tandas bupati yang kerap dipanggil bunda itu. Untuk itu, lanjut dia, sebagai bupati, dirinya mengajak kepada semua warga Sunda untuk selamanya melestarikan bahasa. Hal itu agar ke depan, Bahasa Sunda tidak menjadi bahasa asing di daerah sendiri. Sebab, kata dia, Bahasa Sunda merupakan bahasa ibu warga Sunda. “Kalau tidak keturunan Sunda, siapa lagi yang akan menggunakan Bahasa Sunda?” ucapnya. Dikatakannya, kegiatan ini merupakan agenda penting untuk mendorong, meningkatkan dan juga menyebarluaskan Bahasa Sunda di Kabupaten Kuningan. Utje berharap, kepada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan budaya, baik pemerintah maupun pihak swasta. “Seperti diketahui, dalam Perda Jabar Nomor 5 tahun 2003 tentang Memelihara Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, yang diperkuat dengan adanya Perda Kuningan Nomor 6 tahun 2006, maka Bahasa Sunda harus dilestarikan,” ungkapnya. “Pengaruh negatif sudah terasa, ini terbukti dengan menurunnya rasa kesadaran kebangsaan di sebagian orang yang sudah tidak peduli dengan Bahasa Sunda. Kalau masalah ini dibiarkan, akan berpengaruh kepada budaya bangsa yang sudah memiliki cirri khas,” ujarnya. Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya selaku bupati merasa gembira dan bangga karena ada yang peduli terhadap keadaan budaya daerah. “Ternyata, bahasa, seni dan budaya tidak bisa ditinggalkan dalam mewujudkan pembangunan yang mendukung visi Rapih Winangun Kerta Raharja,” jelasnya. Diterangkan, Pemkab Kuningan merasa wajib menghidupkan bahasa, sastra, dan budaya Sunda untuk kepentingan yang berhubungan dengan masalah sosial. Bahasa Sunda merupakan bukti adanya masyarakat kesundaan. Sementara itu, Kadisparbud Kuningan Drs Teddy Suminar MSi menyebutkan, kegiatan ini sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan budayawan dalam menyebarluaskan dan melestarikan budaya Sunda. Selain itu, juga untuk mendukung visi dan misi Pemkab Kuningan dalam sektor budaya dan parawisata yang bakal dijadikan andalan dalam perekonomian daerah. “Dan yang tidah kalah penting adalah mendukung ketentuan yang sudah disepakati bahwa tanggal 21 Februari merupakan Hari Bahasa Ibu Internasional,” jelasnya. Kegiatan ini diikuti oleh 250 orang yang terdiri dari seniman, budayawan, mahasiswa, dan pelajar. Dalam kegitan ini juga dihadikan narasumber yakni H Oni Suwarman (Oni SOS) komite III DPD RI, Ketua Paguyuban Pasundan Kabupaten Kuningan Rana Suparman SSos, Drs Dodo Suwondo (budayawan) dan Rany Febriyani(dosen bahasa Sunda STKIP Muhammadiyah). “Dengan menggelar kegiatan seperti ini kami ingin semua warga mencintai dan terus melesetarikan budaya Sunda. Sebab, kalau tidak bigini generasi mendatang tidak akan mengenal budayanya sendiri,” ucap Teddy. Dari pantauan Radar, selain dialog juga dihadirkan berbagai pertunjukan seni Sunda. Bahkan, dihadirkan tata cara menggunkan ikat Sunda. Semua peserta sendiri menggunkan baju pangsi. MOKA BANJIR KRITIKAN Kegiatan Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional banyak dipuji oleh semua pihak. Itu karena, selama ini Disparbud Kuningan selalu konsen dalam melestarikan seni dan budaya. Diharapkan, dengan banyak menggelar kegiatan kecintaan terhadap budaya, aspek pelestariannya tidak luntur. Dalam acara Minggu pagi (21/2) itu, banyak peserta dan warga kecewa menyaksikan penampilan mojang dan jajaka (moka) Kuningan. Pasalnya, ketika mereka tampil di depan panggung untuk memperkenalkn diri dan juga meperkenalkan tempat wisata yang ada di Kuningan, para moka banyak salahnya dalam menggunakan Bahasa Sunda. Kontan saja, situasi ini membuat yang hadir kecewa dan malah bersikap prihatin. Mereka menilai, ketidakmampuan para moka menggunakan Bahasa Sunda merupakan bukti bahwa bahasa indung (ibu, red) di kalangan generasi muda sudah pudar. “Saya kecewa, seharusnya mereka bisa menggunakan Bahasa Sunda yang baik. Ini mah (sih, red) menyebut arti hutan secara Bahasa Sunda saja tidak tahu,” celetuk salah seorang warga. Sementara itu, Rina Anggraeni, salah seorang warga Cilimus yang ikut hadir mengaku prihatin. Menurutnya, bagaimana tertarik dengan potensi Kuningan, budaya sendiri saja tidak paham. “Ini juga harus jadi perhatian kepada panitia moka. Jangan hanya memilih tampang, tapi juga tidak bisa Bahasa Sunda. Ironis, urang Sunda tidak bisa menggunakan Bahasa Sunda. Ini hanya masukan saja,” jelasnya. Pengasuh acara Gapura Sunda di Kuningan FM, Ajun Mahrudin ikut mengomentari. Menurutnya, banyak penggunaan bahasa yang diterjemahkan dari Bahasa Indonesia. Padahal itu merupakan hal yang salah. “Bukan hanya para moka yang salah dalam penggunaan bahasa. Namun secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari pun banyak yang salah. Saat ini di lingkungan keluarga sudah gengsi menggunkana bahasa indung sehingga generasi setelahnya ikut-ikutan,” kata Ajun. Ketika anak diajarkan Bahasa Sunda, maka dia bakal bisa menggunakan Bahasa Indonesia. Namun sebaliknya, kalau dalam keluarga ada anak yang menggunakan Bahasa Indonesia, sudah dipastikan tidak bisa Bahasa Sunda. Kuncinya, kata dia, ada di keluarga. Maka, mulai sekarang gunakanlah Bahasa Sunda. “Jangan berbicara susah dulu. . Gunakan Bahasa Sunda tiap hari. Saya jamin cepat bisa,” tuturnya. “Pokoknya, memprihatinkan. Harus ada langkah nyata bagaimana upaya agar generasi muda lebih tertarik mengggunakan Bahasa Sunda,” ucap Ajun lagi. Sementara itu, H Oni Suwarman (Oni SOS), Komite III DPD RI ikut berkomentar terkait banyaknya urang Sunda yang gengsi menggunkan Bahasa Sunda. Padahal, sudah jelas bahasa adalah jati diri bangsa. Ketika enggan menggunkan bahasa daerahnya, maka hilang jati diri dengan sendirinya akan hilang. “Ketika budaya hancur, maka bangsa pun akan ikut hancur. Mulai saat ini mari kita berbicara menggunakan Bahasa Sunda. Jangan malu!” jelas Oni yang terkenal sebagai pelawak bersama Sule dan Ogi. Dia menyebut, untuk menyelamatkan Bahasa Sunda, lingkungan keluarga memiliki peranan penting. Mereka bisa merubah bahasa karena keluarga adalah lingkungan yang paling baik dalam melestarikan Bahasa Sunda. “Saya sebagai urang Sunda justru mendambakan presiden yang bisa berbicara Bahasa Sunda. Impian ini mudah-mudahan biasa terkabul,” jelasnya. Ketua Paguyuban Pasundan Kabupaten Kuningan, Rana Suparman SSos juga mengakui, sebagai upaya agar penggunaan Bahasa Sunda tetap lestari adalah penggunaan Bahasa Sunda tiap Jumat. Meski saat ini penggunaannya kurang, namun dia yakin bagi orang yang peduli maka akan konsisten dalam berbahasa. Sementara itu, para moka yang dikonfirmasi Radar berdalih, banyak kesalahan karena gugup dan kurang persiapan. Mereka mangaku, situasi yang menyebabkan sulit Berbahasa Sunda. “Karena gugup saja dan juga minim persiapan. Jadi mohon maaf hal ini tidak ada kesengajaan,” ucap Iman, salah satu moka, didampingi Rendi, Abel, Rila. (agus mustawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: