Komisi III Sidak Waduk Cileuweung

Komisi III Sidak Waduk Cileuweung

KUNINGAN - Tak mau kalah dengan Komisi II DPRD Kuni­ngan yang terjun ke lapa­ngan mengecek dugaan pipa ilegal di Desa Kaduela, Keca­matan Pasawahan. Komisi III pun mengambil gerak cepat dengan menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pembangunan Waduk Cileuweung, kemarin. Komisi yang dipimpin Drs H Ujang Kosasih MSi itu ingin mendengar langsung kelu­han dan aspirasi dari masyarakat me­nyangkut proyek pem­ba­ngunan waduk bernilai ratu­san miliar tersebut. Komisi III juga ingin mengetahui proses ganti rugi lahan masyarakat dan prospek pembangunan Waduk Kuningan itu. “Sidak ini dilakukan karena kami ingin meminta kejelasan dari mereka (pihak kontraktor, red) terkait pembangunan Waduk Cileuweung. Jadi, Komisi III meminta kejelasan kepada pihak-pihak terkait di sana, termasuk masyarakat yang lahannya digunakan untuk pembangunan waduk. Pihak rekanan juga menjelaskan sesuai dengan progres sampai hari ini,” kata Ketua Komisi III, Drs H Ujang Kosasih kepada Radar, kemarin. Ujang menerangkan, dari hasil kunjungannya, diketahui jika sampai saat ini ternyata baru sampai tahap pembangunan jalan menuju waduk sepanjang 900 meter dengan target 2.100 meter. Pembebasan lahan warga yang masuk dalam zona dampak pembangunan waduk, juga belum seluruhnya dibayarkan ganti ruginya. Seperti Desa Kawungsari, yang masyarakatnya belum mendapat pembayaran pembebasan lahan. “Kita juga tadi bertanya, ba­gaimana teknik-teknik so­sialisasi agar masyarakat paham. Mereka juga men­jelas­kan bahwa untuk lahan peng­ganti sendiri katanya sudah ada,” ujarnya. Berdasarkan data yang diperoleh Radar, PT Wika-Bran­tas KSO menjadi pe­nye­dia jasa konstruksi dengan nilai kontrak sebesar Rp464.910.151.000. Kemu­dian penyedia jasa kon­sultan supervise PT Ika Adya Perkasa JO dengan nilai kontrak 18.493.380.000. Sumber dana pembangunan waduk dari APBN tahun anggaran 2013 sampai dengan 2016. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan waduk selama empat tahun dimulai dari 2013 dan diperkirakan rampung 2016. Anggaran yang dikucurkan dari APBN sendiri bersifat multi year kontrak. Camat Cibeureum, Tata Kurnia SH menjelaskan, pembangunan Waduk Cileuweung atau Bendungan Kuningan adalah bentuk kerja sama antara Kementrian Pekerjaan Umum melalui BBWS Cimanuk-Cisanggarung. Daerah hulu yakni Kabupaten Kuningan dan Provinsi Jawa Barat, sedangkan daerah hilir yaitu Kabupaten Brebes dan Provinsi Jawa Tengah. Bentuk kerja sama tersebut dituangkan dalam kesepakatan bersama atau MoU dengan Nomor 04/PKS/M/2012 tertanggal 31 Agustus 2012 dan perjanjian kerja sama Nomor HK.02.03/At/160 tanggal 22 April 2013. “Perjanjian ini mencakup pembebasan/pengadaan lahan, pembangunan fisik meliputi pembangunan bendungan dan jaringannya, penanganan dan penyelesaian aspek sosial dan lingkungan. Kemudian juga mencakup penanganan cagar budaya/situs dan cagar alam serta monitoring dan evaluasi pembangunan Bendungan Kuningan,” terang Tata. Selanjutnya pembebasan lahan untuk bendungan dan genangan berada di lima desa yaitu Desa Randusari, Sukarapih, dan Kawungsari Kecamatan Cibeureum. Dua desa lainnya masuk Kecamatan Karangkancana yakni Simpayjaya dan Tanjungkerta. Total luas lahan di lima desa itu sebanyak 166,19 hektare,” sambungnya. Dia juga menuturkan kalau penduduk RT 05 dan RT 06 Dusun Wanasih, Desa Ran­dusari yang terkena dampak langsung pembangunan waduk harus dipindahkan. Satu desa lagi yang seluruh warganya harus direlokasi adalah Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum. “Khusus untuk pemindahan penduduk dan bedol desa harus mendapat penanganan terpadu dari dinas teknis di Pemkab Kuningan. Sehingga penanganan kondisi sosial masyarakat yang terkena dampak langsung pembangunan waduk bisa teratasi,” tegas mantan camat Cimahi itu. Tata melanjutkan,  langkah-langkah yang harus diambil pemerintah berupa pengadaan lahan untuk dua RT di Desa Randusari dan bedol desa warga Kawungsari. Pemerintah juga harus membuat masterp­lan peruntukkan lahan, peren­canaan dan penganggaran dari dinas teknis, dan sosialisasi kegiatan. Yang tak kalah penting­nya, pemerintah juga wajib membangun sarana dan prasarana perumahan, jalan dan lainnya sesuai masterplan. “Terakhir memikirkan proses pemindahan atau evakuasi penduduk yang terkena proses pembangunan waduk,” pungkas dia. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: