”Ngapain Talaga Nilem Ditutup?”

”Ngapain Talaga Nilem Ditutup?”

KUNINGAN – Adanya usulan untuk menutup aliran air di Talaga Nilem di Desa Kaduela Kecamatan Pasawahan kepada para pengguna, ditanggapi oleh Direktur CV Talaga Nilem Sakti (TNS), H Fahmi. Saat dikonfirmasi Radar via sambungan seluler kemarin (4/3), dirinya mengatakan, yang harus ditutup seharusnya para pengguna yang tidak berizin. “Ngapain ditutup? Yang nggak berizin saja yang ditutup. Kalau saya kan berizin, bayar pajak pula,” kata Fahmi, sedikit berang. Jika perjanjian kerja sama dianggap batal, menurutnya, status dari para pengguna air Talaga Nilem itu sama. Hanya saja, kelebihan CV TNS, lanjutnya, selama ini sudah membayar pajak yang menguntungkan negara. “Ya kalau ternyata tetap mau ditutup, tutup bareng-bareng. Tapi kami kan sudah bayar pajak dan sudah berizin,” ucapnya lagi. Dalam menanggapi pernyataan Kades Kaduela, Yayat Suyatna, Fahmi mengatakan, segala sesuatu yang berkaitan dengan Talaga Nilem sudah diperiksa oleh Komisi II DPRD. Kalaupun masih ada yang mempersoalkan ukuran pipa, dia mempersilahkan untuk menanyakan kepada pemeriksa. “Nggak ada kok yang 8 inchi, biarpun hanya jarak 200 meter. Kita pasang ukuran 6 inchi. Kan kemarin Komisi II sudah memeriksa langsung, tanya saja ke Komisi II. Kalau alasannya kekubur tanah kan bisa kelihatan di ujungnya?” kata Fahmi. Dia juga menegaskan telah memenuhi kewajiban memasang water meter. Posisi water meter dipasang di hilir, menurutnya sudah sesuai dengan perjanjian. Atas kunjungan dan pemeriksaan Komisi II, Fahmi menyambut baik supaya persoalan jadi jelas, tidak ada yang ditutup-tutupi. “Sebetulnya ini persoalan kecil, hanya masyarakat membesar-besarkan saja. Yang paling penting sudah dinyatakan batal pada rapat Komisi II beberapa waktu lalu. Jadi aturan lama tidak berlaku, tinggal dibuat aturan baru yang nanti bisa memberikan manfaat besar bagi pemda,” ucap dia. Para pengguna air Talaga Nilem nanti dapat dibuatkan izin, memasang water meter di hulu dan secara otomatis semuanya membayar pajak. Jadi, imbuh Fahmi, jika hasil rapat Komisi II menyatakan perjanjian batal, maka tinggal membicarakan solusinya saja. “Kalau sudah dinyatakan batal, kenapa dibahas lagi? Kaya pernyataan di koran hari ini (kemarin, red). Sekarang, tinggal bagaimana solusinya. Saya kan sudah bayar pajak, sedangkan yang lain nggak. Oke batal, tapi saya sudah bayar pajak,” tegasnya. Ditanya kewajibannya membayar konpensasi ke Pemdes Kaduela sebesar Rp165 per meter kubik dari air yang terjual, kembali Fahmi menyebutkan perjanjian sudah batal. “Loh kok nanya itu lagi? Yang sudah batal kok diungkit-ungkit lagi. Ngapain dibahas lagi? Tapi oke saya jelaskan,” kata Fahmi. Menurutnya, dalam perjanjian terdapat hak dan kewajiban. Di situ kelompok penggerak pariwisata (Kompepar) Talaga Remis berkewajiban untuk memelihara pipa dan menjaga air tetap bersih. Sudah barang tentu harus ada orang di situ. “Kompepar dan TNS ada hitungannya. Saya juga nggak tahu kok tiba-tiba Desa (Pemdes Kaduela, red) bicara begitu (menyebutkan nilai Rp5 juta-Rp 6 juta per bulan, red),” jawabnya. Disusul pertanyaan kenapa kompensasi seolah-olah Pemdes harus menagih? Fahmi mengatakan, mestinya Pemdes menagih ke Kompepar. Namun dirinya buru-buru mengulang kembali pernyataan bahwa perjanjian sudah batal. “Sekarang dewan sudah ada solusi, antara lain, pipa akan dipajukan ke tengah Talaga Nilem. Kemudian dibuatkan perizinan lalu memasang water meter. Itu kan solusinya? Masyarakat juga kondusif, nggak ada apa-apa. Karena solusi sudah ketemu,” ungkap Fahmi. Uang yang sudah dibayarkan oleh CV TNS, sambung dia, tidak mungkin diceritakan lagi. Sedangkan untuk kekurangannya, tinggal dirundingkan bagaimana hukum yang menentukan. “Sudah ada hitung-hitu­ngan­nya kok dengan Kompe­par. Tinggal kami bicarakan dengan Kompepar,” ujarnya. Fahmi mengulas kembali soal saran BPK RI untuk membayar wajibnya dulu yakni ke Dispenda Kuningan. Sedangkan ke yang lain-lain, menunggu ketentuan lebih lanjut. “Jadi ditunda sementara menunggu keputusan yang lebih jelas,” tegas dia. Untuk solusi yang dihasilkan DPRD, pihaknya siap untuk melaksanakannya. Water meter misalnya, CV TNS tinggal memindahkan saja dari hilir ke hulu. “Saya kira solusinya sudah ada. Nggak ada kekeruhan. Kabag Hukum juga kan waktu bilang batal demi hukum,” tukasnya. Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD, H Dede Ismail SIP belum bisa memberikan penjelasan gamblang terkait langkah penyelesaian kisruh Talaga Nilem. “Kita tunggu rapat pimpinan (rapim) dulu, karena ini membawahi berbagai SKPD. Sehingga semuanya akan turun. Untuk rekomendasi komisi, belum kami keluarkan,” jelas politisi asal Gerindra itu. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: