Mufti Australia Ikut Lobi PBNU

Mufti Australia Ikut Lobi PBNU

Pelaksanaan Eksekusi Mati Tunggu Mary Jane JAKARTA- Berbagai upaya terus dilakukan pihak Australia untuk “menahan” agenda pelaksanaan eksekusi mati terhadap warganya, duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Tokoh Islam di negeri kanguru tersebut juga ikut dikerahkan melobi organisasi maupun sejumlah tokoh Islam di Indonesia. Kemarin, Mufti (pemimpin Islam) Australia Syech Kafrawi Abdurrahman Hamzah khusus datang ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU). Bersama anggota Senat Australia Nick Xenophon, dia ikut meminta dukungan agar hukuman mati terhadap dua warganya, bisa ditunda. “Kami ingin mengetuk hati PBNU sebagai organisasi umat Islam terbesar di Indonesia, selain juga (mengetuk hati) umat agama lain, termasuk pemerintah Indonesia,” tutur Syech Kafrawi Abdurrahman Hamzah di kantor PBNU Jl Kramat Raya, Jakarta. Menurut dia, kedua warga negaranya yang ikut masuk list untuk dieksekusi mati sudah menunjukkan keinginan bertobat. Keinginan itu, lanjut dia, bahkan sangat kuat. “Islam adalah agama rahmat, mengedepankan pengampunan, maka sudah sewajarnya dua warga Australia itu mendapatkan pengampunan,” singgung imam masjid Afghan, di Adelaide, Australia tersebut. Pada kesempatan itu pula, dia menyadari, kalau pemberlakuan hukuman mati sepenuhnya adalah hak Pemerintah Indonesia. Karena hal itu, seperti halnya pemerintah Australia, dia juga tidak meminta pembatalan. “Kami (hanya) mohon eksekusi untuk ditunda,” tandasnya. Ketua Umum Tanfidziyah PBNU Said Aqil Siroj berhalangan hadir pada pertemuan tersebut. Dua delegasi Australia tersebut diterima Syuriah PB NU Masdar F. Mas’udi, Sekjen PB NU Marsyudi Syuhud, Ketua PB NU Mohammad Maksoem Mahfudz, Slamet Efendi Yusuf, Iqbal Sullam, dan Kacung Marijan. Sejak jauh-jauh hari, PB NU telah bersikap menyangkut pelaksanaan hukuman mati. Secara garis besar, PB NU mendukung langkah tegas pemerintah mengeksekusi para narkoba. Pertimbangan yang kerap disampaikan adalah terkait kerusakan dengan cakupan luas yang bisa ditimbulkan dari narkoba. Kemarin, sikap tersebut ditegaskan kembali di depan delegasi Australia yang menemui. Secara garis besar disampaikan, kalau NU sangat selektif ketika memutuskan mendukung pelaksanaan hukuman mati. Penolakan, misalnya, pernah disampaikan saat Pemerintah Mesir akan mengeksekusi mati tahanan politiknya beberapa waktu lalu. “Ketika itu, kami bersurat ke PBB agar bisa menghentikan itu. Tapi kalau narkoba ini beda, karena narkoba sudah membunuh 50 orang di Indonesia setiap harinya,” tegas Marsudi. Selain melobi PB NU, utusan mufti Australia juga sempat menemui mantan Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi di kediamannya, di komplek Pondok Pesantren Al Hikam, Depok, pada Jumat (6/3). Namun, seperti halnya PB NU, tokoh yang kini dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu juga tetap pada posisinya. Yaitu, tetap mendukung pemerintah Indonesia melaksanakan hukuman mati terhadap para gembong narkoba. Eksekusi terpidana mati saat ini masih menggantung karena menunggu proses hukum salah satu terpidana mati, yakni Mary Jane. Bila putusan sidang PK Mary keluar dan hukuman terhadap warga Filipina tersebut tidak berubah, maka Kejagung akan mempertimbangkan pemindahan Mary. Sehingga, eksekusi terhadap 10 terpidana mati bisa segera dilakukan. Jaksa Agung H.M Prasetyo menuturkan, Kejagung menghormati proses hukum yang berlangsung. “Ini bukan soal membuat respon negative negara lain, murni hanya penegakan hukum,” paparnya saat dihubungi kemarin (10/3). Putusan PK kasus Mary Jane diharapkan keluar secepatnya. Sehingga, Kejagung bisa menentukan sikap, apakah akan memindahkan Mary atau tidak. “Tergantung, bagaimana hasil putusan PK. Ada kemungkinan hukuman bisa berubah, bila ternyata sebaliknya, tentu dikirim ke Nusakambangan,” jelas Jaksa Agung. Terkait rencana terpidana mati lainnya, Raheem, mengajukan PK karena menemukan novum atau bukti baru? Jaksa Agung menjelaskan, semua pihak bisa melihat jika upaya PK itu hanya langkah mengulur waktu. Namun, Kejagung memastikan mengacu pada kesepakatan bersama antara penegak hukum. “PK masih tidak bisa berkali-kali, menunggu pembuatan aturan teknis,” ujarnya. Yang juga penting, setiap negara, seperti Australia dan Brasil harus menghormati kebijakan Indonesia. Pasalnya, sesuai data Kejagung pada 2014 terdapat 4 juta anak usia produksi yang menjadi korban peredaran narkotika.Karena itu, dalam proses eksekusi terpidana mati ini tidak dilihat siapa sosoknya, tapi kejahatan yang dilakukannya. “Ini kejahatan luar biasa,” ujar Prasetyo. Sementara Kuasa Hukum Raheem Aqbaje Utomo Karim menuturkan, seharusnya dilihat bagaimana sikap dari setiap terpidana. Misalnya, Raheem yang memiliki bukti surat dukungan dari Badana Lapas (Bapas), Kepolisian, Pamong Praja, Korban dan Masyarakat agar hukuman mati itu diubah menjadi hukuman pidana sementara. “Bentuk dukungan semacam ini membuktikan bahwa prilaku baik telah meluluhkan semua orang,” tegasnya. Sementara itu, Guru Besar Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah terus mendorong pemerintah untuk segera melaksanakan eksekusi. Menurutnya, isu-isu terkait rencana pemerintah tersebut sudah meluas tak terkendali. Hal tersebut justru bisa melukai pemerintah Indonesia jika terus dibiarkan. “Jangan sampai tersebar fitnah di Masyarakat. Saat ini, mulai isu penyadapan Jokowi oleh Australia, hingga identitas tesembunyi dari duo Bali Nine. Meskipun terus disangkal, kalau terus dibiarkan pasti spekulasi semakin menguat,” tambahnya. Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah pun tak perlu terlalu takut hubungan bilateral bakal rusak. Pasalnya, ikatan antara dua negara tetangga itu lebih kuat daripada yang dikira. Karena itu, Teuku yakin hubungan tersebut tak akan putus hanya karena penegakan hukum kali ini. “Perlu diingat bahwa Australia adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Beasiswanya pun juga sudah menghasilkan pejabat negara besar seperti Marty Natalegawa hingga Boediono. Pemerintah seharusnya tak perlu terlalu paranoid,” ujarnya. (dyn/idr/bil/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: